Keris Bali Jadi Incaran Pedagang Asing
Keris Bali terutama buatan era Majapahit dan pasca Majapahit makin jadi incaran pedagang keris asal luar negeri.
GIANYAR, NusaBali
Kondisi ini dipicu booming pedagangan pelbagai komoditas, termasuk keris, khususnya keris Bali, secara online.
Hal itu dijelaskan Jejeneng Mpu Keris (JMK) Pande Wayan Suteja Neka,79, di Ubud, Gianyar, Selasa (6/11). Suteja Neka yang kolektor 700-an keris zaman kerajaan di Bali hingga kamardikaan di Museum Neka, Sanggingan, Desa Kedewatan, Ubud. Budayawan asal Banjar Pande, Desa Peliatan, Ubud ini menjelaskan, maraknya penjualan keris via online perlu disikapi dengan pendekatan empati. Artinya, masyarakat Bali khususnya yang mewarisi keris-keris kuno, mesti bertekad kuat untuk melestarikan warisan leluhur tersebut. ‘’Karena sangat banyak keris Bali bernilai sejarah luhur, dan tak ada duanya di dunia. Ada yang bisa membuat keris, tapi taksunya tak seperti keris Bali era Majapahit,’’ jelas peraih penghargaan Bali Mandara Parama Nugraha 2018 ini.
Oleh karena itu, dirinya bangga jika ada orang Bali urati (perhatian dan menjaga), bahkan fanatik terhadap warisan berupa keris Bali. Hal itu antara lain dilakukan oleh kolektor keris asal Banjar Pangleg, Desa Jungutan, Kecamatan Bebandem, Karangasem, I Komang Sudiarta,46. Karyawan hotel di Sanur ini mengoleksi sekitar 250-an keris dan tombak di rumah pribadinya, Banjar Tebongkang, Desa Sayan, Ubud. Ia berhasil menyelamatkan 15 dari 41 keris Bali zaman Majapahit dan pasca Majapahit yang dilelang kolektor asal Italia di Israel, 5 Oktober 2018. Suteja Neka pun mengecek kebenaran 15 keris ini di rumah Sudiarta, Minggu (4/11).
Kepada Suteja Neka, Sudiarta mengaku, penyelamatan 15 keris itu dilakoninya dengan susah payah. Karena keris yang dikirim dari Israal via Inggris menuju Bali, tertahan sebulan di Kantor Bea Cukai Ngurah Rai, Tuban, sejak 3 September 2018. Karena keris tergolong benda tajam sehingga untuk mengeluarkannya dari Bea Cukai harus ada izin kepolisian. Padahal UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Pasal 1 ayat 2, dan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara, mengecualikan benda-benda pusaka yang mempunyai nilai spiritual dan bertuah, di antaranya keris. Ia pun berusaha mencari rekomendasi ke Polres Gianyar, lanjut ke Dinas Kebudayaan (Disbud) Bali, toh mentok. Namun, ia teringat punya kenalan salah seorang polisi dari Mabes Polri, yang kolektor keris Nusantara, Guntur Sutyanto. Ia dan polisi ini sempat sama-sama menghadiri peresmian Museum Keris milik Suteja Neka di Sanggiangan, Ubud, beberapa tahun lalu. Maka lewat kenalannya itu, ia berhasil meraih rekomendasi dari Polda Bali untuk mengambil 15 keris itu di Kantor Bea Cukai Ngurah Rai, tentu dikenai pajak impor. ‘’Berkat saya kenal Pak Guntur, dan dikenalkan oleh Pak Suteja Neka, maka 15 keris ini bisa saya selamatkan,’’ ujar Sudiarta.
Dari 15 keris itu, dua di antaranya keris Jawa yakni luk 11 dengan pamor (motif) tilam upih dan carita kaprabon. 13 lainnya keris Bali dengan pelbagai pamor antara lain, kelika benda, medang pinarang, jala lola, sempaner, sempana, jangkung, surapati, tilam upih, johan mangan kalak, carita kaprabon, dan jalak nguuh. *lsa
Kondisi ini dipicu booming pedagangan pelbagai komoditas, termasuk keris, khususnya keris Bali, secara online.
Hal itu dijelaskan Jejeneng Mpu Keris (JMK) Pande Wayan Suteja Neka,79, di Ubud, Gianyar, Selasa (6/11). Suteja Neka yang kolektor 700-an keris zaman kerajaan di Bali hingga kamardikaan di Museum Neka, Sanggingan, Desa Kedewatan, Ubud. Budayawan asal Banjar Pande, Desa Peliatan, Ubud ini menjelaskan, maraknya penjualan keris via online perlu disikapi dengan pendekatan empati. Artinya, masyarakat Bali khususnya yang mewarisi keris-keris kuno, mesti bertekad kuat untuk melestarikan warisan leluhur tersebut. ‘’Karena sangat banyak keris Bali bernilai sejarah luhur, dan tak ada duanya di dunia. Ada yang bisa membuat keris, tapi taksunya tak seperti keris Bali era Majapahit,’’ jelas peraih penghargaan Bali Mandara Parama Nugraha 2018 ini.
Oleh karena itu, dirinya bangga jika ada orang Bali urati (perhatian dan menjaga), bahkan fanatik terhadap warisan berupa keris Bali. Hal itu antara lain dilakukan oleh kolektor keris asal Banjar Pangleg, Desa Jungutan, Kecamatan Bebandem, Karangasem, I Komang Sudiarta,46. Karyawan hotel di Sanur ini mengoleksi sekitar 250-an keris dan tombak di rumah pribadinya, Banjar Tebongkang, Desa Sayan, Ubud. Ia berhasil menyelamatkan 15 dari 41 keris Bali zaman Majapahit dan pasca Majapahit yang dilelang kolektor asal Italia di Israel, 5 Oktober 2018. Suteja Neka pun mengecek kebenaran 15 keris ini di rumah Sudiarta, Minggu (4/11).
Kepada Suteja Neka, Sudiarta mengaku, penyelamatan 15 keris itu dilakoninya dengan susah payah. Karena keris yang dikirim dari Israal via Inggris menuju Bali, tertahan sebulan di Kantor Bea Cukai Ngurah Rai, Tuban, sejak 3 September 2018. Karena keris tergolong benda tajam sehingga untuk mengeluarkannya dari Bea Cukai harus ada izin kepolisian. Padahal UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Pasal 1 ayat 2, dan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara, mengecualikan benda-benda pusaka yang mempunyai nilai spiritual dan bertuah, di antaranya keris. Ia pun berusaha mencari rekomendasi ke Polres Gianyar, lanjut ke Dinas Kebudayaan (Disbud) Bali, toh mentok. Namun, ia teringat punya kenalan salah seorang polisi dari Mabes Polri, yang kolektor keris Nusantara, Guntur Sutyanto. Ia dan polisi ini sempat sama-sama menghadiri peresmian Museum Keris milik Suteja Neka di Sanggiangan, Ubud, beberapa tahun lalu. Maka lewat kenalannya itu, ia berhasil meraih rekomendasi dari Polda Bali untuk mengambil 15 keris itu di Kantor Bea Cukai Ngurah Rai, tentu dikenai pajak impor. ‘’Berkat saya kenal Pak Guntur, dan dikenalkan oleh Pak Suteja Neka, maka 15 keris ini bisa saya selamatkan,’’ ujar Sudiarta.
Dari 15 keris itu, dua di antaranya keris Jawa yakni luk 11 dengan pamor (motif) tilam upih dan carita kaprabon. 13 lainnya keris Bali dengan pelbagai pamor antara lain, kelika benda, medang pinarang, jala lola, sempaner, sempana, jangkung, surapati, tilam upih, johan mangan kalak, carita kaprabon, dan jalak nguuh. *lsa
1
Komentar