Bayi Usia Sebulan Diasuh Paman yang Juga Gangguan Jiwa
Nasib apes menyambut kelahiran Ni Luh Sarianti, bayi perempuan berusia 1 bulan asal Banjar Tista Tengah, Desa Tista, Kecamatan Abang, Karangasem.
Ibunya Orgil, Sang Ayah Merantau
AMLAPURA, NusaBali
Bayi malang ini terpaksa diasuh kakek dan neneknya, serta dua pamannya yang menderita gangguan kejiwaan. Masalahnya, ibunda si bayi, Ni Wayan Sumiari, 32, juga menderita gangguan alias orang gila (orgil) telah pulang ke rumah asalnya di Klungkung. Sedangkan ayah si bayi, I Nengah Sudiarsa, 38, merantau ke Buleleng.
Kisah pilu berawal ketika kedua orantua bayi malang ini, pasangan suami istri (pasutri) Nengah Sudiarsa dan Wayan Sumiari menikah tahun 2014. Bahtera rumah tangga pasutri ini karam di tengah jalan setelah berjalan selama 1,5 tahun, saat mereka memutuskan cerai.
Si istri, Wayan Sumiari, yang mengidap gangguan kejiwaan, pilih pulang ke rumah asalnya di Desa Dawan, Kecamatan Dawan, Klungkung. Sedangkan si suami, Nengah Sudiarsa, merantau ke Desa Gerokgak, Kecamatan Gerokgak, Buleleng. Tanpa sepengetahuan sang mantan suami, ternyata Wayan Sumiari pulang ke rumah asalnya dalam keadaan hamil.
Maka, lahirlah bayi malang Luh Sarianti, 17 Maret 2017 lalu. Bayi yang lahir di rumah asal ibundanya di Desa Dawan, Klungkung ini kemudian dikembalikan kepada keluarganya dari garis laki-laki di Banjar Tista Tengah, Desa Tista, Kecamatan Abang, Karangasem.
Sejak diboyong ke Desa Tista beberapa hari pasca kelahirannya, bayi malang ini diasuh kakek-neneknya, pasutri I Nengah Jaya, 65, dan Ni Luh Sura, 61 (orangtua dari Nengah Sudiarsa). Selain itu, bayi malang ini juga diawasi dua paman kembarnya yang sama-sama menderita gangguan jiwa, yakni I Gede Wenten, 25, dan I Made Kantun, 25. Sedangkan ayah si bayi, Nengah Sudiarsa, tinggal menetap di Desa Gerokgak, Buleleng.
Nengah Sudiarsa sendiri tinggal menetap di rantau kawasan Desa Gerokgak (Buleleng barat), karena pria berusia 38 tahun yang pernah transmigrasi ke Timor Timur ini tidak punya tempat tinggal lagi, selain tidak memiliki pekerjaan tetap. Kebetulan, di tempatnya merantau di Desa Gerokgak, Sudiarsa mendapat bagian tanah seluas 2 are dari pemerintah.
Balada pasutri Nengah Sudiarsa dan Wayan Sumiari yang bercerai, hingga lahirnya bayi malang Luh Sarianti pasca perceraian kedua orangtuanya ini, baru terungkap ke publik saat Camat Abang, AA Made Surya Jaya, menjenguknya ke Banjar Tista Tengah, Desa Tista, Senin (18/4). Camat Surya Jaya menjenguk bayi malang ini bersama anggota DPRD Karangasem Gede Pasek Bendesa Mulyawan dan Ketua Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Tista, I Komang Sudita Sumantri, serta Plt Perbekel Tista Gede Arianta.
Rombongan Camat Surya Jaya kematin terjun untuk menyerahkan bantuan pakaian bayi, susu, sembako, serta mengusulkan agar keluarga bayi malang ini dapat bantuan bedah rumah. Baik Camat Surya Jaya maupun Plt Perbekel Tista, Gede Arianta, mengaku tengah berjuang agar bantuan bedah rumah keluarga bayi malang ini bisa terwujud.
Masalahnya, gubuk yang kini ditempati pasutri sepuh Nengah Jaya dan Luh Sura, kakek-nenek si bayi malang dianggap tidak layak huni. ”Kita perjuangkan agar dapat bedah rumah,’ jelas Camat Surya Jaya, Senin kemarin.
Sedangkan anggota Fraksi Demokrat DPRD Karangasem, Gede Pasek Bendesa Mulyawan, berjanji akan memberikan bantuan Rp 500.000 per bulan kepada keluarga bayi malang di Desa Tista ini. Bantuan Rp 500.000 per bulan tersebut akan digelontor selama dirinya jadi anggota DPRD Karangasem hingga tahun 2019 mendatang. “Kanggeang sematra bantuan titiyang (Cukupkan sekadar bantuan dari saya, Red),” ujar Bendesa Mulyawan.
Sementara itu, kakek si bayi malang, I Nengah Jaya, kemarin sempat menceritakan kehidupan keluarganya yang bikin trenyuh. Pekak (kakek) berusia 65 tahun ini mengaku tidak bisa bekerja lagi, setelah mengalami gegar otak. Prahara terjadi gara-gara Pekak Jaya yang kesehariannya bekerja sebagai tukang panjat pohon kelapa, sempat jatuh saat memanjat. Nah, saat jatuh dari pohon, kepalanya membentur tanah, hingga mengalami gegar otak, praktis tidak bisa bekerja.
Nafkah keluarga sepenuhnya mengandalkan sang istri, Dadong (Nenek) Luh Sura, yang kesehariannya bekerja sebagai petani penggarap. Sedangkan dua anak lelaki kembarnya yang kini berusia 25 tahun, Gede Wenten dan Made Kantun (adi kandung dari Nengah Sudiarsa), hanya ngumpet di rumah karena menderita gangguan kejiwaan. 7 k16
1
Komentar