UGM Pastikan Terduga Pemerkosa Tak Diwisuda
Kabag Humas dan Protokol UGM, Iva Aryani, memastikan terduga pemerkosa mahasiswi UGM saat mengikuti program KKN pertengahan 2017 lalu tak bisa diwisuda.
SLEMAN, NusaBali
Meski pelaku telah menyelesaikan administrasi akademiknya di kampus. "Tapi dia (pelaku) tidak boleh (mengikuti wisuda). Saya tegaskan lagi dia tidak boleh mengikuti wisuda, tidak boleh lulus artinya ya minimal enam bulan ke depan atau sampai persoalan itu selesai," kata Iva, Kamis (8/11).
Iva membenarkan bahwa pelaku sempat mendaftar mengikuti wisuda tanggal 22 November 2018. Namun Iva memastikan pelaku tidak tercantum dalam list wisudawan, dan pelaku tidak akan mengikuti prosesi wisuda bulan ini.
"Ini yang miss, semua data mahasiswa yang kemudian dia sudah menyelesaikan semua rangkaian akademik, itu kan punya hak untuk mendaftarkan wisuda. Tetapi yang dia (disetujui) diwisuda atau enggak itu kan setelah diverifikasi semua," ucapnya seperti dilansir detik.
Oleh karenanya, Iva menjamin pelaku pemerkosaan tidak akan diwisuda dalam waktu dekat. Menurutnya, pelaku bisa dinyatakan lulus apabila dia telah menyelesaikan perkara yang melilitnya, termasuk kekerasan seksual yang dilakukannya.
"Tanggal 22 November (2018) boleh dicek data wisudawan (apakah pelaku) kemudian ke GSP mengikuti proses wisuda. Saya pastikan bahwa dia tidak, karena prosesnya (kasus perkosaan) masih berjalan," pungkasnya.
Komnas Perempuan mendesak UGM mengusut tuntas kasus dugaan pemerkosaan tersebut. Pengusutan harus memberikan efek jera terhadap pelaku.
"Meminta pihak akademik untuk melakukan investigasi independen, melakukan langkah yang memberi rasa adil pada korban dan penjeraan bagi pelaku," ujar Wakil Ketua Komnas Perempuan Budi Wahyuni dalam keterangan tertulis, Kamis (8/11).
Sivitas akademika UGM diminta melindungi integritas mahasiswi korban dugaan pemerkosaan. Kasus ini juga harus menjadi momen mendorong kampus dan lembaga pendidikan untuk kurikulum tentang HAM gender.
Kasus ini, menurutnya, juga menunjukkan pentingnya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual segera disahkan. Sebab, isu kekerasan seksual, disebut Komnas Perempuan, sangat kompleks.
"Bukan sekadar perkosaan dengan penetrasi, tetapi juga harus menjamin hak ketidakberulangan," kata Budi Wahyuni.
Di sisi lain, sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam gerakan #kitaAGNI menggelar aksi bertajuk 'UGM Darurat Kekerasan Seksual' di halaman Fisipol UGM kemarin. Agni (nama samaran yang dipakai dalam tulisan Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa Balairung) dalam mencari keadilan. Aksi tersebut untuk merespon kasus dugaan pemerkosaan mahasiswi UGM saat mengikuti KKN 2017 lalu.
Narahubung #kitaAGNI, Natasya menjelaskan gerakan #kitaAGNI muncul karena mereka resah kasus dugaan pemerkosaan belum dituntaskan pihak kampus. Korban tidak mendapatkan keadilan, sementara pelaku sudah di ambang kelulusan studi. Gerakan #kitaAGNI melayangkan sembilan tuntutan mahasiswa terkait kasus ini. Di antaranya:
Memberikan pernyataan publik yang mengakui bahwa tindak pelecehan dan kekerasan seksual dalam bentuk apapun, terlebih pemerkosaan, merupakan pelanggaran berat, mengeluarkan civitas akademika UGM yang menjadi pelaku pelecehan dan kekerasan seksual, memberikan teguran keras bahkan sanksi bagi civitas akademika UGM yang menyudutkan penyintas pelecehan dan kekerasan seksual.
Iva membenarkan bahwa pelaku sempat mendaftar mengikuti wisuda tanggal 22 November 2018. Namun Iva memastikan pelaku tidak tercantum dalam list wisudawan, dan pelaku tidak akan mengikuti prosesi wisuda bulan ini.
"Ini yang miss, semua data mahasiswa yang kemudian dia sudah menyelesaikan semua rangkaian akademik, itu kan punya hak untuk mendaftarkan wisuda. Tetapi yang dia (disetujui) diwisuda atau enggak itu kan setelah diverifikasi semua," ucapnya seperti dilansir detik.
Oleh karenanya, Iva menjamin pelaku pemerkosaan tidak akan diwisuda dalam waktu dekat. Menurutnya, pelaku bisa dinyatakan lulus apabila dia telah menyelesaikan perkara yang melilitnya, termasuk kekerasan seksual yang dilakukannya.
"Tanggal 22 November (2018) boleh dicek data wisudawan (apakah pelaku) kemudian ke GSP mengikuti proses wisuda. Saya pastikan bahwa dia tidak, karena prosesnya (kasus perkosaan) masih berjalan," pungkasnya.
Komnas Perempuan mendesak UGM mengusut tuntas kasus dugaan pemerkosaan tersebut. Pengusutan harus memberikan efek jera terhadap pelaku.
"Meminta pihak akademik untuk melakukan investigasi independen, melakukan langkah yang memberi rasa adil pada korban dan penjeraan bagi pelaku," ujar Wakil Ketua Komnas Perempuan Budi Wahyuni dalam keterangan tertulis, Kamis (8/11).
Sivitas akademika UGM diminta melindungi integritas mahasiswi korban dugaan pemerkosaan. Kasus ini juga harus menjadi momen mendorong kampus dan lembaga pendidikan untuk kurikulum tentang HAM gender.
Kasus ini, menurutnya, juga menunjukkan pentingnya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual segera disahkan. Sebab, isu kekerasan seksual, disebut Komnas Perempuan, sangat kompleks.
"Bukan sekadar perkosaan dengan penetrasi, tetapi juga harus menjamin hak ketidakberulangan," kata Budi Wahyuni.
Di sisi lain, sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam gerakan #kitaAGNI menggelar aksi bertajuk 'UGM Darurat Kekerasan Seksual' di halaman Fisipol UGM kemarin. Agni (nama samaran yang dipakai dalam tulisan Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa Balairung) dalam mencari keadilan. Aksi tersebut untuk merespon kasus dugaan pemerkosaan mahasiswi UGM saat mengikuti KKN 2017 lalu.
Narahubung #kitaAGNI, Natasya menjelaskan gerakan #kitaAGNI muncul karena mereka resah kasus dugaan pemerkosaan belum dituntaskan pihak kampus. Korban tidak mendapatkan keadilan, sementara pelaku sudah di ambang kelulusan studi. Gerakan #kitaAGNI melayangkan sembilan tuntutan mahasiswa terkait kasus ini. Di antaranya:
Memberikan pernyataan publik yang mengakui bahwa tindak pelecehan dan kekerasan seksual dalam bentuk apapun, terlebih pemerkosaan, merupakan pelanggaran berat, mengeluarkan civitas akademika UGM yang menjadi pelaku pelecehan dan kekerasan seksual, memberikan teguran keras bahkan sanksi bagi civitas akademika UGM yang menyudutkan penyintas pelecehan dan kekerasan seksual.
1
Komentar