Jokowi Bicara Tentang Politikus Genderuwo
Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengingatkan masyarakat menjaga persatuan dan kesatuan antarsesama masyarakat.
JAKARTA, NusaBali
Jangan sampai terpengaruh oleh politikus yang suka menakut-nakuti yang dia sebut sebagai 'genderuwo'. Hal itu disampaikan Jokowi saat pidato pembagian sertifikat tanah untuk masyarakat Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Jumat (9/11). Dalam kesempatan itu, dia mengingatkan tentang besarnya NKRI dengan keberagaman yang ada.
"Saya ingin mengingatkan kepada kita semua bahwa bangsa Indonesia ini bangsa yang besar. Penduduk kita sekarang sudah 263 juta. Kita ini dianugerahi oleh Allah SWT perbedaan-perbedaan, warna-warni, beda suku, beda agama, beda adat, beda tradisi, beda bahasa daerah, beda semua," kata Jokowi.
"Kita memiliki 714 suku, banyak sekali suku di Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Bahasa daerahnya beda-beda, ada 1.100 lebih bahasa daerah kita," imbuh Jokowi.
Untuk itu, kata Jokowi, aset bangsa itu harus dijaga. Dia juga mengatakan persatuan, persaudaraan, dan kerukunan adalah modal terbesar bangsa Indonesia. "Oleh sebab itu, jangan sampai karena pilihan bupati, gubernur, presiden, ada yang tidak saling sapa dengan tetangga. Ada yang tidak saling sapa antarkampung, antardesa, tidak rukun antarkampung. Jangan sampai terjadi seperti itu di Kabupaten Tegal, di Provinsi Jawa Tengah. Setuju?" katanya. "Setuju," jawab warga.
Dia juga mengatakan, dalam majelis taklim, ada yang berbeda pilihan sehingga tak saling bicara. Hal itu, ditegaskan Jokowi, tidak boleh terjadi. "Kita harus menjaga ukhuwah Islamiah, ukhuwah wataniah kita. Kita ini semua adalah saudara-saudara sebangsa dan setanah air. Jangan sampai tidak rukun, tidak bersatu, menjadi pecah gara-gara pilihan presiden, gubernur, bupati. Jangan sampai rugi besar kita ini. Karena pas setiap 5 tahun itu ada pilihan bupati, gubernur, wali kota ada terus. Jangan sampai seperti itu," katanya.
Apalagi, lanjut Jokowi, saat ini banyak politikus yang pandai memengaruhi. Banyak yang tidak menggunakan etika dan sopan santun politik yang baik. "Coba kita lihat politik dengan propaganda menakutkan, membuat ketakutan, kekhawatiran. Setelah takut yang kedua membuat sebuah ketidakpastian. Masyarakat menjadi, memang digiring untuk ke sana. Dan yang ketiga menjadi ragu-ragu masyarakat, benar nggak ya, benar nggak ya?" katanya.
Politikus yang menakut-nakuti itulah yang dia sebut sebagai 'politikus genderuwo'. "Cara-cara seperti ini adalah cara-cara politik yang tidak beretika. Masa masyarakatnya sendiri dibuat ketakutan? Nggak benar kan? itu sering saya sampaikan itu namanya 'politik genderuwo', nakut-nakuti," tegasnya dilansir detik.com.
"Jangan sampai seperti itu. Masyarakat ini senang-senang saja kok ditakut-takuti. Iya tidak? Masyarakat senang-senang kok diberi propaganda ketakutan. Berbahaya sekali. Jangan sampai propaganda ketakutan menciptakan suasana ketidakpastian, menciptakan munculnya keragu-raguan," imbuhnya.
Menanggapi pernyataan Presiden Jokowi, Partai Gerindra meyakini ciri-ciri tersebut bukan sifat para kadernya. "Kalau kami jelas bukan tipikal politisi genderuwo karena kami tidak pernah menakut-nakuti rakyat. Kami ini pejuang politik," kata Ketua DPP Gerindra, Habiburokhman kepada wartawan, Jumat kemarin.
Habiburokhman kemudian berbicara soal harga kebutuhan pokok di pasar yang dinilai makin melambung. Menurut dia, fakta-fakta itu didapatkan dari masyarakat secara langsung. "Yang ada kami justru mendengar dan mendapat masukan dari rakyat. Soal harga-harga kebutuhan yang mahal memang tiap hari kami dengar ketika kami bertemu mereka, termasuk juga soal harga tarif listrik. Saya sudah keliling akar rumput di hampir 100 titik, memang nyatanya rakyat mengeluh soal hidup yang sulit, soal pendapatan rendah, soal lapangan pekerjaan," jelasnya. *
Jangan sampai terpengaruh oleh politikus yang suka menakut-nakuti yang dia sebut sebagai 'genderuwo'. Hal itu disampaikan Jokowi saat pidato pembagian sertifikat tanah untuk masyarakat Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Jumat (9/11). Dalam kesempatan itu, dia mengingatkan tentang besarnya NKRI dengan keberagaman yang ada.
"Saya ingin mengingatkan kepada kita semua bahwa bangsa Indonesia ini bangsa yang besar. Penduduk kita sekarang sudah 263 juta. Kita ini dianugerahi oleh Allah SWT perbedaan-perbedaan, warna-warni, beda suku, beda agama, beda adat, beda tradisi, beda bahasa daerah, beda semua," kata Jokowi.
"Kita memiliki 714 suku, banyak sekali suku di Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Bahasa daerahnya beda-beda, ada 1.100 lebih bahasa daerah kita," imbuh Jokowi.
Untuk itu, kata Jokowi, aset bangsa itu harus dijaga. Dia juga mengatakan persatuan, persaudaraan, dan kerukunan adalah modal terbesar bangsa Indonesia. "Oleh sebab itu, jangan sampai karena pilihan bupati, gubernur, presiden, ada yang tidak saling sapa dengan tetangga. Ada yang tidak saling sapa antarkampung, antardesa, tidak rukun antarkampung. Jangan sampai terjadi seperti itu di Kabupaten Tegal, di Provinsi Jawa Tengah. Setuju?" katanya. "Setuju," jawab warga.
Dia juga mengatakan, dalam majelis taklim, ada yang berbeda pilihan sehingga tak saling bicara. Hal itu, ditegaskan Jokowi, tidak boleh terjadi. "Kita harus menjaga ukhuwah Islamiah, ukhuwah wataniah kita. Kita ini semua adalah saudara-saudara sebangsa dan setanah air. Jangan sampai tidak rukun, tidak bersatu, menjadi pecah gara-gara pilihan presiden, gubernur, bupati. Jangan sampai rugi besar kita ini. Karena pas setiap 5 tahun itu ada pilihan bupati, gubernur, wali kota ada terus. Jangan sampai seperti itu," katanya.
Apalagi, lanjut Jokowi, saat ini banyak politikus yang pandai memengaruhi. Banyak yang tidak menggunakan etika dan sopan santun politik yang baik. "Coba kita lihat politik dengan propaganda menakutkan, membuat ketakutan, kekhawatiran. Setelah takut yang kedua membuat sebuah ketidakpastian. Masyarakat menjadi, memang digiring untuk ke sana. Dan yang ketiga menjadi ragu-ragu masyarakat, benar nggak ya, benar nggak ya?" katanya.
Politikus yang menakut-nakuti itulah yang dia sebut sebagai 'politikus genderuwo'. "Cara-cara seperti ini adalah cara-cara politik yang tidak beretika. Masa masyarakatnya sendiri dibuat ketakutan? Nggak benar kan? itu sering saya sampaikan itu namanya 'politik genderuwo', nakut-nakuti," tegasnya dilansir detik.com.
"Jangan sampai seperti itu. Masyarakat ini senang-senang saja kok ditakut-takuti. Iya tidak? Masyarakat senang-senang kok diberi propaganda ketakutan. Berbahaya sekali. Jangan sampai propaganda ketakutan menciptakan suasana ketidakpastian, menciptakan munculnya keragu-raguan," imbuhnya.
Menanggapi pernyataan Presiden Jokowi, Partai Gerindra meyakini ciri-ciri tersebut bukan sifat para kadernya. "Kalau kami jelas bukan tipikal politisi genderuwo karena kami tidak pernah menakut-nakuti rakyat. Kami ini pejuang politik," kata Ketua DPP Gerindra, Habiburokhman kepada wartawan, Jumat kemarin.
Habiburokhman kemudian berbicara soal harga kebutuhan pokok di pasar yang dinilai makin melambung. Menurut dia, fakta-fakta itu didapatkan dari masyarakat secara langsung. "Yang ada kami justru mendengar dan mendapat masukan dari rakyat. Soal harga-harga kebutuhan yang mahal memang tiap hari kami dengar ketika kami bertemu mereka, termasuk juga soal harga tarif listrik. Saya sudah keliling akar rumput di hampir 100 titik, memang nyatanya rakyat mengeluh soal hidup yang sulit, soal pendapatan rendah, soal lapangan pekerjaan," jelasnya. *
1
Komentar