Pedanda Gunung Minta Cegah Upacara yang Bikin Miskin
Ida Pedanda Gde Made Gunung ngaku salut atas pelaksanaan upacara Dwijati Massal 74 walaka yang digelar di Griya Teges, Banjar Gede, Desa Pakraman Subagan, baru-baru ini, karena irit biaya tanpa kurangi esensi.
Paruman Agung Dharma Ghosana Libatkan 215 Pedanda Siwa-Buddha
AMLAPURA, NusaBali
Ratusan sulinggih ikut dalam Paruman Agung Dharma Ghosana (Pedanda Siwa-Buddha) Nusantara yang digelar di Pasraman Saraswati Kumuda Sari Griya Ulon, Desa Pakraman Jungutan, Kecamatan Bebandem, Karangasem pada Saniscara Umanis Bala, Sabtu (24/10). Dalam perhelatan 6 bulan sekali ini, Ketua Dharma Ghosana Pusat, Ida Pedanda Gde Made Gunung, mengingatkan pentingnya untuk mencegah jor-joran pelaksanaan upacara adat dan keagamaan yang bisa memiskinkan umat.
Pedanda Siwa-Buddha yang hadir sebagai peserta dalam Paruman Agung Dharma Ghosana Nusantara di Pasraman Saraswati Kumuda Sari Griya Ulon, Desa Pakraman Jungutan, hari itu berjumlah 215 orang. Selain para sulinggih dari 9 kabupaten/kota se-Bali, juga beberapa di antaranya asal Pulau Jawa dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Di samping 215 sulinggih, Paruman Agung Dharma Ghosana Nusantara hari itu juga melibatkan sekitar 3.000 walaka. Kegiatan Paruman Agung Dharma Ghosana Nusantara ini digelar sebagai ajang untuk menyamakan persepsi dalam hal pemahaman sastra suci Weda (Kitab Suci Agama Hindu). Kegiatan ini digelar rutin 6 bulan sekali. Untuk paruman serupa 6 bulan berikutnya, dijadwalkan akan dilaksanakan di Mataram, NTB.
Paruman Agung Dharma Ghosana Nusantara di Griya Ulon, Desa Pakraman Jungutan yang digelar selama sehari dibuka langsung Ketua Dharma Ghosana Pusat, Ida Pedanda Gde Made Gunung. Dalam arahannya, sulinggih asal Griya Gede Purnawati, Desa Pakraman Kemenuh, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar ini menekankan perihal pelaksanaan upacara adat dan keagaman.
Menurut Ida Pedanda Gunung, sedapat mungkin harus diupayakan bisa mencegah upacara adat yang jor-joran hanya gara-gara demi gengsi. Sebab, upacara yang jor-joran itu berdampak terhadap memiskinkan umat. Ida Pedanda Gunung mencontohkan upacara Pitra Yadnya dan Manusia Yadnya yang kerap digelar dengan megah demi gengsi. Yang berat, tentu saja kramna (umat) yang mengikuti upacara tersebut. Mereka harus menanggung ongkos sangat besar.
“Misalnya, untuk upacara ngaben, sebetulnya cukup dengan satu kemasan banten pejati. Kemasan lebih kecil lagi, kalau tidak mampu dengan banten pejati, cukup sepasang banten canang. Jika umat tidak juga mampu membuat canang, cukup dengan sembah saja,” ujar Ida Pedanda Gunung.
Menurut Ida Pedanda Gunung, agama Hindu tidak pernah memiskinkan umatnya. Atas dasar itulah, dia mengingatkan agar setiap umat tidak terpaku melaksanakan upacara keagamaan yang berdasarkan prinsip nak mule keto (memang begitu).
Selanjutnya...
1
2
Komentar