Hari ini, Saber Pungli Diundang DPRD Bali
Komisi I DPRD Bali (yang membidangi politik, hukum, dan keamanan) undang Satgas Saber Pungli dan para stakeholder, Selasa (13/11) ini, terkait masalah penangkapan pecalang desa adat akibat dugaan pungutan liar.
Terkait Fenomena Pecalang Ditangkap
DENPASAR, NusaBali
Dewan tidak mau masalah penangkapan pecalang dalam dugaan pungli ini berlarut-larut dan timbulkan kegaduhan. Ketua Komisi I DPRD Bali, Ketut Tama Tenaya, mengatakan selain Satgas Saber Pungli, dalam pertemuan di Gedung Dewan, Niti Manda Denpasar, hari ini, juga diundang Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali, jajaran Polda Bali, kejaksaan, pakar Hukum Adat, dan Biro Hukum Setda Provinsi Bali. Sejumlah bendesa pakraman juga diundang hadir. Sebab, mereka yang memiliki peran dalam mencari solusi terhadap masalah Satgas Saber Pungli dan OTT yang selama ini kebanyakan menjerat pecalang desa adat.
Tama Tenaya menegaskan, pakar Hukum Adat diundang untuk memberikan pemahaman dan pendapat soal awig-awig dan perarem yang dijadikan dasar oleh desa pakraman dalam melaksanakan pungutan retrebusi di wewidangan (wiayah) desa adat. “Kami juga undang pakar Hukum Adat, supaya ada pencerahan. Kami pun undang MUDP Provinsi Bali,” ujar Tama Tenaya di Denpasar, Senin (12/11).
Menurut Tama Tenaya, DPRD Bali tidak mau masalah ini berlarut-larut dan timbulkan kegaduhan. Selama ini, kata dia, ada persepsi dan multi-tafsir dalam sistem pungutan di wilayah desa adat dikaitkan antara awig-awig dengan hukum positif. “Kami ingin semuanya selesai dengan baik, ada solusi, sehingga tidak timbul kegaduhan,” tandas Tama Tenaya. “Harus ada win-win solution dan penyelesaian fenomena pecalang desa adat yang ditangkap karena dugaan pungli,” lanjut politisi senior PDIP asal Kelurahan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung ini.
Sedangkan anggota Komisi I DPRD Bali dari Fraksi Golkar, I Wayan Gunawan, mengatakan aspirasi kalangan mahasiswa Hindu juga akan mengalir ke Gedung Dewan, hari ini. Mahasiswa Hindu akan mempertanyakan masalah penangkapan yang dilakukan Satgas Saber Pungli.
“Besok (hari ini) akan ada aspirasi dari mahasiswa Hindu. Setelah itu, baru rapat dengan Satgas Saber Pungli. Kita sangat prihatin dengan kondisi ini,” tandas Ketua Fraksi Golkar DPRD Bali ini kepada NusaBali secara terpisah di Denpasar, Senin kemarin.
Menurut Gunawan, namanya pungli, tidak sesuai dengan mekanisme dan itu salah. Namun, harus dipahami antara awig-awig dengan hukum positif jangan sampai benturan. “Kita tidak boleh terjebak dengan populisme. Kalau memang mau berantas KKN atau pungli, saya sepakat. Tapi, tidak boleh terjadi tebang pilih,” papar Gunawan.
Sebab, lanjut Gunawan, pungli di tempat lain jauh lebih marak, namun dibiarkan terjadi tanpa disentuh, aman-aman saja. Sementara pungutan di desa adat dibabat tanpa ampun. “Di tempat lain pungli lebih intelektual, malah marak. Kenapa hanya harus di desa adat yang disentuh? Terus terang persepsi ini beredar di bawah. Maka, harus ada solusi yang kita cari melalui rapat dengan jajaran terkait besok (hari ini),” ujar politisi asal Desa Batur Tengah, Kecamatan Kintamani yang juga Ketua DPD II Golkar Bangli ini.
Sementara itu, Bendesa Pakraman Pedungan, Kecamatan Denpasar Selatan, I Gusti Putu Budiarta, mengaku diundang juga dalam pertemuan hari ini untuk membicarakan masalah Saber Pungli. “Sebab, kita di desa adat yang paham dengan situasi di daerah. Kami bendesa adat juga ingin menyampaikan aspirasi,” tegas IGP Budiarta secara terpisah, Senin kemarin.
Menurut IGP Budiarta, ada 1.492 desa adat di Bali yang memiliki pecalang dengan awig-awig dan perarem yang berbeda-beda. Mereka juga perlu tahu dan pahami masalah yang terjadi selama ini. “Mungkin dulu sudah pernah ada sosilasisasi soal Saber Pungli, tapi kita harus ajak mereka duduk bersama dengan MUDP, Dinas Kebudayaan, dan Satgas Saber Pungli,” tandas tokoh adat dan politisi PDIP yang juga anggota Komisi IV DPRD Bali tiga kali periode ini. *nat
DENPASAR, NusaBali
Dewan tidak mau masalah penangkapan pecalang dalam dugaan pungli ini berlarut-larut dan timbulkan kegaduhan. Ketua Komisi I DPRD Bali, Ketut Tama Tenaya, mengatakan selain Satgas Saber Pungli, dalam pertemuan di Gedung Dewan, Niti Manda Denpasar, hari ini, juga diundang Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali, jajaran Polda Bali, kejaksaan, pakar Hukum Adat, dan Biro Hukum Setda Provinsi Bali. Sejumlah bendesa pakraman juga diundang hadir. Sebab, mereka yang memiliki peran dalam mencari solusi terhadap masalah Satgas Saber Pungli dan OTT yang selama ini kebanyakan menjerat pecalang desa adat.
Tama Tenaya menegaskan, pakar Hukum Adat diundang untuk memberikan pemahaman dan pendapat soal awig-awig dan perarem yang dijadikan dasar oleh desa pakraman dalam melaksanakan pungutan retrebusi di wewidangan (wiayah) desa adat. “Kami juga undang pakar Hukum Adat, supaya ada pencerahan. Kami pun undang MUDP Provinsi Bali,” ujar Tama Tenaya di Denpasar, Senin (12/11).
Menurut Tama Tenaya, DPRD Bali tidak mau masalah ini berlarut-larut dan timbulkan kegaduhan. Selama ini, kata dia, ada persepsi dan multi-tafsir dalam sistem pungutan di wilayah desa adat dikaitkan antara awig-awig dengan hukum positif. “Kami ingin semuanya selesai dengan baik, ada solusi, sehingga tidak timbul kegaduhan,” tandas Tama Tenaya. “Harus ada win-win solution dan penyelesaian fenomena pecalang desa adat yang ditangkap karena dugaan pungli,” lanjut politisi senior PDIP asal Kelurahan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung ini.
Sedangkan anggota Komisi I DPRD Bali dari Fraksi Golkar, I Wayan Gunawan, mengatakan aspirasi kalangan mahasiswa Hindu juga akan mengalir ke Gedung Dewan, hari ini. Mahasiswa Hindu akan mempertanyakan masalah penangkapan yang dilakukan Satgas Saber Pungli.
“Besok (hari ini) akan ada aspirasi dari mahasiswa Hindu. Setelah itu, baru rapat dengan Satgas Saber Pungli. Kita sangat prihatin dengan kondisi ini,” tandas Ketua Fraksi Golkar DPRD Bali ini kepada NusaBali secara terpisah di Denpasar, Senin kemarin.
Menurut Gunawan, namanya pungli, tidak sesuai dengan mekanisme dan itu salah. Namun, harus dipahami antara awig-awig dengan hukum positif jangan sampai benturan. “Kita tidak boleh terjebak dengan populisme. Kalau memang mau berantas KKN atau pungli, saya sepakat. Tapi, tidak boleh terjadi tebang pilih,” papar Gunawan.
Sebab, lanjut Gunawan, pungli di tempat lain jauh lebih marak, namun dibiarkan terjadi tanpa disentuh, aman-aman saja. Sementara pungutan di desa adat dibabat tanpa ampun. “Di tempat lain pungli lebih intelektual, malah marak. Kenapa hanya harus di desa adat yang disentuh? Terus terang persepsi ini beredar di bawah. Maka, harus ada solusi yang kita cari melalui rapat dengan jajaran terkait besok (hari ini),” ujar politisi asal Desa Batur Tengah, Kecamatan Kintamani yang juga Ketua DPD II Golkar Bangli ini.
Sementara itu, Bendesa Pakraman Pedungan, Kecamatan Denpasar Selatan, I Gusti Putu Budiarta, mengaku diundang juga dalam pertemuan hari ini untuk membicarakan masalah Saber Pungli. “Sebab, kita di desa adat yang paham dengan situasi di daerah. Kami bendesa adat juga ingin menyampaikan aspirasi,” tegas IGP Budiarta secara terpisah, Senin kemarin.
Menurut IGP Budiarta, ada 1.492 desa adat di Bali yang memiliki pecalang dengan awig-awig dan perarem yang berbeda-beda. Mereka juga perlu tahu dan pahami masalah yang terjadi selama ini. “Mungkin dulu sudah pernah ada sosilasisasi soal Saber Pungli, tapi kita harus ajak mereka duduk bersama dengan MUDP, Dinas Kebudayaan, dan Satgas Saber Pungli,” tandas tokoh adat dan politisi PDIP yang juga anggota Komisi IV DPRD Bali tiga kali periode ini. *nat
1
Komentar