Dakwaan Jaksa Disebut Cacat dan Kabur
Pentolan Ormas yang juga calon DPD RI Dapil Bali, I Ketut Putra Ismaya Jaya, 40, melakukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di PN Denpasar, Kamis (15/11) pukul 15.00 Wita.
Suasana Haru saat Sang Istri Menangis Peluk Ismaya
DENPASAR, NusaBali
Dalam eksepsi yang dibacakan kuasa hukumnya menegaskan seharusnya dakwaan jaksa mengacu pada UU Pemilu dan bukan pidana umum. Eksepsi setebal 15 halaman tersebut dibacakan secara bergatian oleh kuasa hukumnya, Ketut Mudita, Ngurah Artana, Agus Samijaya dkk di hadapan majelis hakim pimpinan Bambang Ekaputra. Di awal eksepsi, kuasa hukum Ismaya membeberkan perlakuan kepolisian yang dinilai tidak manusiawi saat melakukan penyelidikan dan penyidikan.
Terdakwa Ismaya diperlakukan layaknya pelaku kejahatan yang luar biasa seperti teroris. Dalam tahap penyelidikan hingga penyidikan, Ismaya menjalani penahanan khusus di Mako Brimob Tohpati dengan penjagaan super ketat. Bahkan selama menjalani penahanan di dalam ruang tahanan, tangan dan kaki Ismaya diborgol sepanjang hari. “Tangan dan kaki diborgol sepanjang hari dan setiap saat kecuali saat mandi,” beber Ketut Mudita yang menyebut hal tersebut selain sudah melanggar hak-hak tersangka juga melanggar asas peradilan yang jujur dan objektif.
Selanjutnya kuasa hukum Ismaya menanggapi dakwaan JPU yang disebut cacat formil dan meteriil serta kabur. Disebutkan, dalam dakwaan jaksa tidak mengurai secara cermat peristiwa yang terjadi. Jaksa hanya menguraikan dari sisi pidana umum saja. Padahal uraian sudah jelas harus mengacu ke UU Pemilu dan Peraturan KPU. “Jadi dakwaan jaksa itu cacat formil dan kita menolak dakwaan itu. Harusnya dakwaan dikembangkan berdasarkan UU Pemilu 7 tahun 2017,” jelas Ngurah Artana.
Terkait peristiwa dugaan pengancaman yang terjadi di Satpol PP Bali yang dilakukan Ismaya dan dua anak buahnya yang juga menjadi terdakwa yaitu I Ketut Sutama, 51, dan I Gusti Ngurah Endrajaya alias Gung Wah, 28, Ngurah Artana menyebut seharusnya Satpol PP melakukan kordinasi dengan Tim Gakum (Penegakan Hukum) yang dibentuk berdasarkan UU Pemilu 7 tahun 2017. Dalam Tim Gakum tersebut terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, Bawaslu dan lainnya. “Nantinya akan ada proses penyelidikan, penyidikan yang sama. Barulah nanti dikeluarkan rekomendasi terkait peristiwa tersebut untuk disidangkan di PN Denpasar sebagai suatu perbuatan peristiwa pidana UU Pemilu dan bukan pidana umum,” tegasnya kembali.
Sementara itu, di akhir sidang salah satu kuasa hukum Ismaya, Agus Samijaya kembali mempertanyakan hakim terkait penangguhan penahanan kliennya. Ia menyebut sebagai calon anggota DPD RI Dapil Bali, banyak hal yang harus dilakukan Ismaya sehingga penangguhan penahanan tersebut sangat diharapkan. Ketua Majelis Hakim, Bambang Eka Putra lalu mengatakan jika permohonan penangguhan penahanan masih dipertimbangkan.
Sementara itu, Ismaya juga sempat menyampaikan unek-uneknya kepada majelis hakim. Ia mengatakan jika dirinya tak ada niatan melanggar hukum apalagi melawan petugas. Dia mengaku seolah-olah dizolimi. Karenanya, Sekjen salah satu ormas besar di Bali ini mohon pada hakim kembali supaya mengabulkan eksepsi serta kembali mempertimbangkan penangguhan penahanannya. “Kami mohon dipertimbangkan Yang Mulia,” ujarnya.
Ismaya yang kembali mendapat dukungan puluhan pendukungnya juga sempat menyalami satu persatu keluarga dan kerabatnya yang dengan setia menghadiri sidang. Suasana haru terlihat saat Ismaya memeluk istrinya yang terus menangis usai menjalani sidang.
Saat Ismaya dibawa menuju ke luar ruang sidang, sang istri pun tidak rela melepas dan terus mengeluarkan kata-kata menuntut keadilan untuk sang suami. Sejumlah keluarga dan kerabat pun langsung menenangkannya, dan dibawa ke luar dari ruang sidang. "Dimana keadilan, dimana hati nurani kalian. Anak saya empat masih kecil-kecil, kenapa dikriminalisasi," teriak sang istri sembari menangis. *rez
DENPASAR, NusaBali
Dalam eksepsi yang dibacakan kuasa hukumnya menegaskan seharusnya dakwaan jaksa mengacu pada UU Pemilu dan bukan pidana umum. Eksepsi setebal 15 halaman tersebut dibacakan secara bergatian oleh kuasa hukumnya, Ketut Mudita, Ngurah Artana, Agus Samijaya dkk di hadapan majelis hakim pimpinan Bambang Ekaputra. Di awal eksepsi, kuasa hukum Ismaya membeberkan perlakuan kepolisian yang dinilai tidak manusiawi saat melakukan penyelidikan dan penyidikan.
Terdakwa Ismaya diperlakukan layaknya pelaku kejahatan yang luar biasa seperti teroris. Dalam tahap penyelidikan hingga penyidikan, Ismaya menjalani penahanan khusus di Mako Brimob Tohpati dengan penjagaan super ketat. Bahkan selama menjalani penahanan di dalam ruang tahanan, tangan dan kaki Ismaya diborgol sepanjang hari. “Tangan dan kaki diborgol sepanjang hari dan setiap saat kecuali saat mandi,” beber Ketut Mudita yang menyebut hal tersebut selain sudah melanggar hak-hak tersangka juga melanggar asas peradilan yang jujur dan objektif.
Selanjutnya kuasa hukum Ismaya menanggapi dakwaan JPU yang disebut cacat formil dan meteriil serta kabur. Disebutkan, dalam dakwaan jaksa tidak mengurai secara cermat peristiwa yang terjadi. Jaksa hanya menguraikan dari sisi pidana umum saja. Padahal uraian sudah jelas harus mengacu ke UU Pemilu dan Peraturan KPU. “Jadi dakwaan jaksa itu cacat formil dan kita menolak dakwaan itu. Harusnya dakwaan dikembangkan berdasarkan UU Pemilu 7 tahun 2017,” jelas Ngurah Artana.
Terkait peristiwa dugaan pengancaman yang terjadi di Satpol PP Bali yang dilakukan Ismaya dan dua anak buahnya yang juga menjadi terdakwa yaitu I Ketut Sutama, 51, dan I Gusti Ngurah Endrajaya alias Gung Wah, 28, Ngurah Artana menyebut seharusnya Satpol PP melakukan kordinasi dengan Tim Gakum (Penegakan Hukum) yang dibentuk berdasarkan UU Pemilu 7 tahun 2017. Dalam Tim Gakum tersebut terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, Bawaslu dan lainnya. “Nantinya akan ada proses penyelidikan, penyidikan yang sama. Barulah nanti dikeluarkan rekomendasi terkait peristiwa tersebut untuk disidangkan di PN Denpasar sebagai suatu perbuatan peristiwa pidana UU Pemilu dan bukan pidana umum,” tegasnya kembali.
Sementara itu, di akhir sidang salah satu kuasa hukum Ismaya, Agus Samijaya kembali mempertanyakan hakim terkait penangguhan penahanan kliennya. Ia menyebut sebagai calon anggota DPD RI Dapil Bali, banyak hal yang harus dilakukan Ismaya sehingga penangguhan penahanan tersebut sangat diharapkan. Ketua Majelis Hakim, Bambang Eka Putra lalu mengatakan jika permohonan penangguhan penahanan masih dipertimbangkan.
Sementara itu, Ismaya juga sempat menyampaikan unek-uneknya kepada majelis hakim. Ia mengatakan jika dirinya tak ada niatan melanggar hukum apalagi melawan petugas. Dia mengaku seolah-olah dizolimi. Karenanya, Sekjen salah satu ormas besar di Bali ini mohon pada hakim kembali supaya mengabulkan eksepsi serta kembali mempertimbangkan penangguhan penahanannya. “Kami mohon dipertimbangkan Yang Mulia,” ujarnya.
Ismaya yang kembali mendapat dukungan puluhan pendukungnya juga sempat menyalami satu persatu keluarga dan kerabatnya yang dengan setia menghadiri sidang. Suasana haru terlihat saat Ismaya memeluk istrinya yang terus menangis usai menjalani sidang.
Saat Ismaya dibawa menuju ke luar ruang sidang, sang istri pun tidak rela melepas dan terus mengeluarkan kata-kata menuntut keadilan untuk sang suami. Sejumlah keluarga dan kerabat pun langsung menenangkannya, dan dibawa ke luar dari ruang sidang. "Dimana keadilan, dimana hati nurani kalian. Anak saya empat masih kecil-kecil, kenapa dikriminalisasi," teriak sang istri sembari menangis. *rez
1
Komentar