Ombudsman Minta Saber Pungli Pilah Lagi Ranah Adat dan Dinas
Ombudsman RI (ORI) Perwakilan Bali gelar coffee morning dengan mengundang para Ketua Unit Saber Pungli Provinsi Bali dan Kabupaten/Kota se-Bali, Jumat (16/11) pagi.
DENPASAR, NusaBali
Dalam acara yang dihadiri langsung Inspektur Pengawas Daerah (Ir-wasda) Polda Bali, Kombes Pol Wahyono tersebut, ORI Perwakilan Bali minta Saber Pungli agar lebih seletif dengan memilah lagi mana yang ranah adat dan mana ranah dinas.
“Kami membaca keresahan publik, sehingga kami coba mempertemukan. Tadi kita dengarkan laporan dari masing-masing wilayah, bahwa sudah ada upaya sosialisasi, penindakan, dan sebagainya. Kita apresiasi, namun saran kami perlu dipilah lagi, mana yang menjadi domain adat, mana yang dinas. Supaya polisi lebih bisa masuk ke mana yang mereka perlu lakukan,” ujar Kepala ORI Perwakilan Bali, Umar Ibnu Alkhatab.
Kalau menjadi ranah adat, kata Umar, maka polisi tidak bisa masuk. Kecuali ada unsur pidana, itu lain lagi soalnya. “Tapi, kalau sudah menyentuh domain dinas dan ada yang tidak sesuai dengan aturan, maka polisi bisa mengambil tindakan. Namun, sepanjang yang kita cermati di media, kita lihat masih dalam kewenangan mereka (Saber Pungli),” lanjut Umar dalam caffee morning yang digelar di Kantor ORI Perwakilan Bali, Jalan Melati Denpasar tersebut.
Menurut Umar, dalam penindakan, polisi harus melakukannya secara selektif dan terencana, berdasarkan informasi intelijen yang baik, sehingga bisa mengambil langkah yang tepat. “Saya kira perlu satu waktu dari pihak Pemda atau mana pun untuk mempertemukan semua pihak, guna berbicara mana yang jadi ranah adat, mana yang bukan. Kalaupun masuk ranah adat, itu juga harus jelas batasan-batasannya. Misal, berapa banyak yang boleh dipungut, sehingga tidak beda-beda,” papar Umar.
Dalam pertemuan nanti, kata Umar, juga harus dibahas soal besaran anggaran Tim Saber Pungli antar kabupaten/kota di Bali. Umar membeberkan, ada kabupaten yang anggaran Saber Pungli-nya sangat kecil, hanya Rp 130 juta. Di lain sisi, ada kabupaten yang anggarannya sangat besar hingga mencapai Rp 1 miliar. “Anggaran Rp 130 juta paling hanya cukup untuk sosialisasi dan rapat saja, tidak sampai ke penindakan. Padahal, Saber Pungli juga membutuhkan anggaran, agar bisa untuk pencegahan dan penindakan,” beber Umar.
Sementara itu, Irwasda Polda Bali Kombes Pol Wahyono memaparkan, operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Tim Saber Pungli bukan bermaksud untuk mengkriminalisasi peraturan adat. Ini justru ingin memperkuat adat itu sendiri. Menurut Kombes Wahyono, polisi tidak akan menyentuh ranah adat. Namun, aturan dari sisi desa adat juga tidak boleh bertentangan dengan aturan hukum dan tidak boleh ada unsur pidana. Sebab, dampaknya sendiri akan dirasakan masyarakat umum.
“Kami tetap menghargai adanya hukum adat. Namun, perlu dipahami bahwa dalam peraturan perundang-undangan, tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Aturan di bawah itu harus tetap mengacu kepada peraturan yang ada. Ingat, kita menganut hukum positivisme. Artinya, hukum positif yang dikedepankan,” tegas Kombes Wahyono dalam coffee morning di Kantor ORI Bali, Jumat kemarin. *ind
Dalam acara yang dihadiri langsung Inspektur Pengawas Daerah (Ir-wasda) Polda Bali, Kombes Pol Wahyono tersebut, ORI Perwakilan Bali minta Saber Pungli agar lebih seletif dengan memilah lagi mana yang ranah adat dan mana ranah dinas.
“Kami membaca keresahan publik, sehingga kami coba mempertemukan. Tadi kita dengarkan laporan dari masing-masing wilayah, bahwa sudah ada upaya sosialisasi, penindakan, dan sebagainya. Kita apresiasi, namun saran kami perlu dipilah lagi, mana yang menjadi domain adat, mana yang dinas. Supaya polisi lebih bisa masuk ke mana yang mereka perlu lakukan,” ujar Kepala ORI Perwakilan Bali, Umar Ibnu Alkhatab.
Kalau menjadi ranah adat, kata Umar, maka polisi tidak bisa masuk. Kecuali ada unsur pidana, itu lain lagi soalnya. “Tapi, kalau sudah menyentuh domain dinas dan ada yang tidak sesuai dengan aturan, maka polisi bisa mengambil tindakan. Namun, sepanjang yang kita cermati di media, kita lihat masih dalam kewenangan mereka (Saber Pungli),” lanjut Umar dalam caffee morning yang digelar di Kantor ORI Perwakilan Bali, Jalan Melati Denpasar tersebut.
Menurut Umar, dalam penindakan, polisi harus melakukannya secara selektif dan terencana, berdasarkan informasi intelijen yang baik, sehingga bisa mengambil langkah yang tepat. “Saya kira perlu satu waktu dari pihak Pemda atau mana pun untuk mempertemukan semua pihak, guna berbicara mana yang jadi ranah adat, mana yang bukan. Kalaupun masuk ranah adat, itu juga harus jelas batasan-batasannya. Misal, berapa banyak yang boleh dipungut, sehingga tidak beda-beda,” papar Umar.
Dalam pertemuan nanti, kata Umar, juga harus dibahas soal besaran anggaran Tim Saber Pungli antar kabupaten/kota di Bali. Umar membeberkan, ada kabupaten yang anggaran Saber Pungli-nya sangat kecil, hanya Rp 130 juta. Di lain sisi, ada kabupaten yang anggarannya sangat besar hingga mencapai Rp 1 miliar. “Anggaran Rp 130 juta paling hanya cukup untuk sosialisasi dan rapat saja, tidak sampai ke penindakan. Padahal, Saber Pungli juga membutuhkan anggaran, agar bisa untuk pencegahan dan penindakan,” beber Umar.
Sementara itu, Irwasda Polda Bali Kombes Pol Wahyono memaparkan, operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Tim Saber Pungli bukan bermaksud untuk mengkriminalisasi peraturan adat. Ini justru ingin memperkuat adat itu sendiri. Menurut Kombes Wahyono, polisi tidak akan menyentuh ranah adat. Namun, aturan dari sisi desa adat juga tidak boleh bertentangan dengan aturan hukum dan tidak boleh ada unsur pidana. Sebab, dampaknya sendiri akan dirasakan masyarakat umum.
“Kami tetap menghargai adanya hukum adat. Namun, perlu dipahami bahwa dalam peraturan perundang-undangan, tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Aturan di bawah itu harus tetap mengacu kepada peraturan yang ada. Ingat, kita menganut hukum positivisme. Artinya, hukum positif yang dikedepankan,” tegas Kombes Wahyono dalam coffee morning di Kantor ORI Bali, Jumat kemarin. *ind
1
Komentar