Bawaslu Soroti Kegiatan Politik Tak Dilaporkan
Kegiatan yang belakangan ini diduga disisipi kampanye politik, menjadi salah satu sorotan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Bali.
MANGUPURA, NusaBali
Ditengarai banyak agenda kegiatan di masyarakat yang menyerempet soal politik justru tidak dilaporkan ke Bawaslu melalui kepolisian, sehingga ini yang menyebabkan Bawaslu sulit melakukan pengawasan. Sorotan ini sempat mengemuka saat Bawaslu menggelar Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Pengawasan Pemilu 2019 dengan mengundang instansi terkait, Jumat (16/11) di Hotel Made Bali di Jalan Raya Sempidi, Kecamatan Mengwi, Badung.
Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Provinsi Bali, I Ketut Rudia mengatakan adanya kegiatan-kegiatan yang mengarah ke kampanye, namun tidak dilaporkan. Semestinya, kata dia, setiap kegiatan kampanye dilaporkan ke pihak kepolisian dan ditembuskan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu.
“Kami selaku pengawas dan polisi sebagai pihak keamanan ingin memastikan bahwa kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan tidak ada pelanggaran. Itu tujuannya dari pentingnya pelaporan setiap kegiatan ke aparat kepolisian,” ungkapnya.
Demikian pula mengenai pemasangan alat peraga kampanye (APK), lanjut pria asal Buleleng ini, berdasarkan pemantauan yang dilakukan pengawas, masih banyak APK yang dipasang tidak sesuai ketentuan. Bahkan, menurut Rudia ada APK yang disebutnya dengan istilah ‘paket’. “Jadi dalam satu APK, termuat di sana ada caleg DPRD kabupaten dan provinsi,” katanya. Hal senada juga disampaikan, Komisioner Bawaslu Badung IGN Bagus Cahya Sasmita.
Menurut dia, saat ini ada kecenderungan pengkondisian pemilih melalui deklarasi menjadi sebuah tren di Kabupaten Badung. Padahal, kata dia, deklarasi yang dilakukan tidak serta merta mufakat. “Tak jarang terjadi intimidasi-intimidasi kepada warga yang berbeda warna dengan pihak yang dideklarasikan. Padahal dalam roh demokrasi adalah kebebasan memilih,” jelasnya.
Sementara itu, Kasat Intel Polres Badung AKP I Nyoman Sumantara, dalam pemaparannya mengaku kerap kesulitan melakukan pemantauan karena caleg tidak melapor terlebih dahulu saat melakukan kegiatan. Belum lagi disinyalir kegiatan yang dilakukan disisipi kampanye. Misalnya, perayaan HUT Karang Taruna dan Sekaa Teruna Teruni (STT) yang menghadirkan pejabat dan caleg yang terkadang memberikan bantuan. “Ini kegiatan politik atau keramaian umum biasa, kami susah juga untuk melakukan klasifikasi kegiatan-kegiatan tersebut,” ungkapnya.
Di samping itu, AKP Sumantara juga menyampaikan beberapa potensi konflik yang patut diwaspadai, seperti adanya kesepakatan caleg dengan banjar atau desa adat tertentu. Sementara di banjar atau desa adat tersebut juga ada caleg, sehingga rawan potensi gesekan. Pihaknya juga menemukan marak pemasangan APK di luar ketentuan KPU. “Sudah dilakukan penertiban oleh Satpol PP dan Bawaslu, tapi masih kami temukan,” ujarnya. *asa
Ditengarai banyak agenda kegiatan di masyarakat yang menyerempet soal politik justru tidak dilaporkan ke Bawaslu melalui kepolisian, sehingga ini yang menyebabkan Bawaslu sulit melakukan pengawasan. Sorotan ini sempat mengemuka saat Bawaslu menggelar Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Pengawasan Pemilu 2019 dengan mengundang instansi terkait, Jumat (16/11) di Hotel Made Bali di Jalan Raya Sempidi, Kecamatan Mengwi, Badung.
Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Provinsi Bali, I Ketut Rudia mengatakan adanya kegiatan-kegiatan yang mengarah ke kampanye, namun tidak dilaporkan. Semestinya, kata dia, setiap kegiatan kampanye dilaporkan ke pihak kepolisian dan ditembuskan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu.
“Kami selaku pengawas dan polisi sebagai pihak keamanan ingin memastikan bahwa kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan tidak ada pelanggaran. Itu tujuannya dari pentingnya pelaporan setiap kegiatan ke aparat kepolisian,” ungkapnya.
Demikian pula mengenai pemasangan alat peraga kampanye (APK), lanjut pria asal Buleleng ini, berdasarkan pemantauan yang dilakukan pengawas, masih banyak APK yang dipasang tidak sesuai ketentuan. Bahkan, menurut Rudia ada APK yang disebutnya dengan istilah ‘paket’. “Jadi dalam satu APK, termuat di sana ada caleg DPRD kabupaten dan provinsi,” katanya. Hal senada juga disampaikan, Komisioner Bawaslu Badung IGN Bagus Cahya Sasmita.
Menurut dia, saat ini ada kecenderungan pengkondisian pemilih melalui deklarasi menjadi sebuah tren di Kabupaten Badung. Padahal, kata dia, deklarasi yang dilakukan tidak serta merta mufakat. “Tak jarang terjadi intimidasi-intimidasi kepada warga yang berbeda warna dengan pihak yang dideklarasikan. Padahal dalam roh demokrasi adalah kebebasan memilih,” jelasnya.
Sementara itu, Kasat Intel Polres Badung AKP I Nyoman Sumantara, dalam pemaparannya mengaku kerap kesulitan melakukan pemantauan karena caleg tidak melapor terlebih dahulu saat melakukan kegiatan. Belum lagi disinyalir kegiatan yang dilakukan disisipi kampanye. Misalnya, perayaan HUT Karang Taruna dan Sekaa Teruna Teruni (STT) yang menghadirkan pejabat dan caleg yang terkadang memberikan bantuan. “Ini kegiatan politik atau keramaian umum biasa, kami susah juga untuk melakukan klasifikasi kegiatan-kegiatan tersebut,” ungkapnya.
Di samping itu, AKP Sumantara juga menyampaikan beberapa potensi konflik yang patut diwaspadai, seperti adanya kesepakatan caleg dengan banjar atau desa adat tertentu. Sementara di banjar atau desa adat tersebut juga ada caleg, sehingga rawan potensi gesekan. Pihaknya juga menemukan marak pemasangan APK di luar ketentuan KPU. “Sudah dilakukan penertiban oleh Satpol PP dan Bawaslu, tapi masih kami temukan,” ujarnya. *asa
Komentar