Angkat Kisah Dokter Plus Seniman Tini Wahyuni
Alunan lirih piano membuka pementasan teater projek 11 Ibu 11 Kisah 11 panggung ke sembilan Sabtu (17/11) malam lalu.
Monolog 11 Ibu 11 Kisah 11 Panggung
SINGARAJA, NusaBali
Pementasan yang disutradarai Kadek Sonia Piscayanti kali ini mengangkat kisah kehidupan seorang dokter, Tini Wahyuni yang kini lebih dikenal sebai pelukis wanita dari Bali Utara. Dalam pementasan yang berlangsung di rumah tua milik Tini Wahyui, di Jalan Ngurah Rai no 25, Singaraja itu sangat mengharu biru. Tini dengan gaun hitam menjuntai ke tanah membawakan kisah perih perjuangan hidupnya dengan judul ‘Kinanti Cahaya Hidupku’.
Perjuangannya sebagai seorang ibu sangat berat ketika kehilangan hak asuh anak semata wayangnya Kinanti, yang kini seorang pramugari maskapai penerbangan ternama di Indonesia. Cobaan hidup bertubi-tubi pun dilaluinya dari kehilangan ayah kandung, perceraian dan pengangkatan rahim serta kehilangan hak asuh anak.
Tini Wahyuni yang alumni SMAN 1 SIngaraja angkatan 83, mengalami kulminasi. Ia pun akhirnya memutuskan berhenti sebagai dokter dan mulai menekuni seni terutama seni lukis. Selama perjalanan gelap hidupnya ia menuangkan rasa dan pikirannya ke dalam lukisan. Sejumlah lukisan karyanya pun terkenal dengan ciri lukisan abstrak yang menggambarkan keheningan, kesunyian dan kesendirian.
Dalam pementasan itu juga diceritakan sisi lain Tini Wahyuni yang juga seorang yang unik dengan kepribadian Introversion, Intuition, Thinking and Judgment (INTJ). Kepribadiannya itu kemudian cenderung membuatnya bersifat penyendiri, suka berpikir sendiri dan menganalisa sendiri dan memutuskan sendiri bahkan menghakimi sendiri.
Ia sadar dengan kelemahan kepribadian ini yang cenderung membuatnya tertutup dan sinis pada dunia baru. Namun di project ini, Tini berevolusi menjadi pribadi yang damai dengan bantuan proses yoga dan meditasi yang dijalaninya. Ia bisa berbagi kisah dan bahkan menganggap bahwa berbagi kisah adalah sebuah terapi. Ia berevolusi menjadi manusia yang lebih baik.
Usai pementan Tini Wahyuni pun mengaku sebelum menyetujui menjadi seorang dari 11 ibu yang dipilih Sonia dalam projeknya,ia menyaring halus maksud dan tujuannya.
“Dengan mendengar cerita saya, barangkali orang dapat mengambil pelajaran bermakna tentang hidup, perceraian dan kematian.” Ujarnya.
Sementara itu Sutradara Kadek Sonia Piscayanti, mengatakan seperti sebelumnya, jika teater yang disusun dalam projeknya adalah salah satu upaya terapi untuk mendengar dan didengar. Disini kemudian ada faktor edukasi bahwa aktor adalah pembawa pesan cerita, nilai nilai dan catatan catatan penting untuk dilihat kembali, atau direfleksi, dan bahkan didebat kembali. “Sebab bukan semata cerita itu inti persoalannya namun nilai nilai di balik cerita itu,” katanya. *k23
SINGARAJA, NusaBali
Pementasan yang disutradarai Kadek Sonia Piscayanti kali ini mengangkat kisah kehidupan seorang dokter, Tini Wahyuni yang kini lebih dikenal sebai pelukis wanita dari Bali Utara. Dalam pementasan yang berlangsung di rumah tua milik Tini Wahyui, di Jalan Ngurah Rai no 25, Singaraja itu sangat mengharu biru. Tini dengan gaun hitam menjuntai ke tanah membawakan kisah perih perjuangan hidupnya dengan judul ‘Kinanti Cahaya Hidupku’.
Perjuangannya sebagai seorang ibu sangat berat ketika kehilangan hak asuh anak semata wayangnya Kinanti, yang kini seorang pramugari maskapai penerbangan ternama di Indonesia. Cobaan hidup bertubi-tubi pun dilaluinya dari kehilangan ayah kandung, perceraian dan pengangkatan rahim serta kehilangan hak asuh anak.
Tini Wahyuni yang alumni SMAN 1 SIngaraja angkatan 83, mengalami kulminasi. Ia pun akhirnya memutuskan berhenti sebagai dokter dan mulai menekuni seni terutama seni lukis. Selama perjalanan gelap hidupnya ia menuangkan rasa dan pikirannya ke dalam lukisan. Sejumlah lukisan karyanya pun terkenal dengan ciri lukisan abstrak yang menggambarkan keheningan, kesunyian dan kesendirian.
Dalam pementasan itu juga diceritakan sisi lain Tini Wahyuni yang juga seorang yang unik dengan kepribadian Introversion, Intuition, Thinking and Judgment (INTJ). Kepribadiannya itu kemudian cenderung membuatnya bersifat penyendiri, suka berpikir sendiri dan menganalisa sendiri dan memutuskan sendiri bahkan menghakimi sendiri.
Ia sadar dengan kelemahan kepribadian ini yang cenderung membuatnya tertutup dan sinis pada dunia baru. Namun di project ini, Tini berevolusi menjadi pribadi yang damai dengan bantuan proses yoga dan meditasi yang dijalaninya. Ia bisa berbagi kisah dan bahkan menganggap bahwa berbagi kisah adalah sebuah terapi. Ia berevolusi menjadi manusia yang lebih baik.
Usai pementan Tini Wahyuni pun mengaku sebelum menyetujui menjadi seorang dari 11 ibu yang dipilih Sonia dalam projeknya,ia menyaring halus maksud dan tujuannya.
“Dengan mendengar cerita saya, barangkali orang dapat mengambil pelajaran bermakna tentang hidup, perceraian dan kematian.” Ujarnya.
Sementara itu Sutradara Kadek Sonia Piscayanti, mengatakan seperti sebelumnya, jika teater yang disusun dalam projeknya adalah salah satu upaya terapi untuk mendengar dan didengar. Disini kemudian ada faktor edukasi bahwa aktor adalah pembawa pesan cerita, nilai nilai dan catatan catatan penting untuk dilihat kembali, atau direfleksi, dan bahkan didebat kembali. “Sebab bukan semata cerita itu inti persoalannya namun nilai nilai di balik cerita itu,” katanya. *k23
Komentar