Toko China Didorong Pakai Rupiah
Wechatpay dan Alipay, bisa disinergikan dengan perbankan di Indonesia, sehingga wisman yang berbelanja di Indonesia tercatat dalam pendapatan devisa
Disiapkan Regulasi Pembayaran dengan QR Code
BEIJING, NusaBali
Sejumlah toko yang menjual kerajinan tangan dan keperluan lain kepada wisatawan asal China di Bali didorong menggunakan sistem transaksi yang berlaku di Indonesia, termasuk dengan menggunakan uang rupiah. "Kalau barangnya dari China dan bayarnya pakai uang China, kita nggak dapat apa-apa," kata Kepala Bank Indonesia Perwakilan Beijing, Arief Hartawan, Rabu (21/11).
Beberapa toko di Bali diindikasikan menjual kerajinan tangan, makanan, dan keperluan lainnya kepada wisatawan asal China dengan menggunakan sistem pembayaran daring melalui Wechatpay dan Alipay.
Deputi Direktur Komunikasi Pemasaran Internasional Kementerian Pariwisata RI Erwita Dianti saat ditemui di Guangzhou pada 14 Oktober 2018, mengungkapkan adanya pengusaha China yang secara khusus jual oleh-oleh tanpa ada plang (papan nama), termasuk restoran, yang memberlakukan sistem pembayaran nontunai yang lazim digunakan di daratan China. "Berarti mereka tidak bisa dikenai pajak," ujarnya di sela-sela pameran pariwisata Nusantara di salah satu pusat perbelanjaan di ibukota Provinsi Guangdong itu.
Bahkan Gubernur Bali Wayan Koster telah menginstruksikan Bupati Badung Nyoman Giri Prasta menutup 16 toko yang melakukan praktik ilegal tersebut, meski rekomendasi resmi dari Bupati Badung belum turun. "Praktik tersebut sebenarnya tidak merugikan kita. Hanya saja, kalau mereka bayar melalui transaksi perbankan di Indonesia, kita kecipratan juga," komentar Arief.
Menurut dia, banyaknya wisatawan asal China seharusnya juga diimbangi dengan banyaknya penerimaan devisa. "Ada aliran barang dan orang, ada aliran uang, idealnya sih begitu. Kalau transaksi dengan menggunakan perbankan, kan tercatat," ujar mantan Kepala BI Perwakilan Lampung itu.
Ia mengakui Indonesia masih ketinggalan jauh dari China dalam penerapan sistem transaksi nontunai terpadu hanya dengan aplikasi di telepon seluler. Secara teknologi, Wechatpay dan Alipay, lanjut dia, bisa disinergikan dengan perbankan di Indonesia, sehingga wisatawan China yang berbelanja di Indonesia dengan menggunakan sistem pembayaran tersebut tercatat dalam pendapatan devisa dan pajak.
"Kami mau bikin regulasi, para pedagang dan perbankan harus mau dengan 'QR Code' yang kami kenalkan karena bisa dipakai semua bank. China maunya Alipay dan Wechatpay dengan bank-bank mereka, tapi bagaimana dengan kita?," kata Arief menambahkan.
Pada tahun ini Kemenpar RI menargetkan 2,7 juta kunjungan wisatawan asal China. Hingga Oktober 2018, target tersebut baru terealisasi 2 juta. *ant
BEIJING, NusaBali
Sejumlah toko yang menjual kerajinan tangan dan keperluan lain kepada wisatawan asal China di Bali didorong menggunakan sistem transaksi yang berlaku di Indonesia, termasuk dengan menggunakan uang rupiah. "Kalau barangnya dari China dan bayarnya pakai uang China, kita nggak dapat apa-apa," kata Kepala Bank Indonesia Perwakilan Beijing, Arief Hartawan, Rabu (21/11).
Beberapa toko di Bali diindikasikan menjual kerajinan tangan, makanan, dan keperluan lainnya kepada wisatawan asal China dengan menggunakan sistem pembayaran daring melalui Wechatpay dan Alipay.
Deputi Direktur Komunikasi Pemasaran Internasional Kementerian Pariwisata RI Erwita Dianti saat ditemui di Guangzhou pada 14 Oktober 2018, mengungkapkan adanya pengusaha China yang secara khusus jual oleh-oleh tanpa ada plang (papan nama), termasuk restoran, yang memberlakukan sistem pembayaran nontunai yang lazim digunakan di daratan China. "Berarti mereka tidak bisa dikenai pajak," ujarnya di sela-sela pameran pariwisata Nusantara di salah satu pusat perbelanjaan di ibukota Provinsi Guangdong itu.
Bahkan Gubernur Bali Wayan Koster telah menginstruksikan Bupati Badung Nyoman Giri Prasta menutup 16 toko yang melakukan praktik ilegal tersebut, meski rekomendasi resmi dari Bupati Badung belum turun. "Praktik tersebut sebenarnya tidak merugikan kita. Hanya saja, kalau mereka bayar melalui transaksi perbankan di Indonesia, kita kecipratan juga," komentar Arief.
Menurut dia, banyaknya wisatawan asal China seharusnya juga diimbangi dengan banyaknya penerimaan devisa. "Ada aliran barang dan orang, ada aliran uang, idealnya sih begitu. Kalau transaksi dengan menggunakan perbankan, kan tercatat," ujar mantan Kepala BI Perwakilan Lampung itu.
Ia mengakui Indonesia masih ketinggalan jauh dari China dalam penerapan sistem transaksi nontunai terpadu hanya dengan aplikasi di telepon seluler. Secara teknologi, Wechatpay dan Alipay, lanjut dia, bisa disinergikan dengan perbankan di Indonesia, sehingga wisatawan China yang berbelanja di Indonesia dengan menggunakan sistem pembayaran tersebut tercatat dalam pendapatan devisa dan pajak.
"Kami mau bikin regulasi, para pedagang dan perbankan harus mau dengan 'QR Code' yang kami kenalkan karena bisa dipakai semua bank. China maunya Alipay dan Wechatpay dengan bank-bank mereka, tapi bagaimana dengan kita?," kata Arief menambahkan.
Pada tahun ini Kemenpar RI menargetkan 2,7 juta kunjungan wisatawan asal China. Hingga Oktober 2018, target tersebut baru terealisasi 2 juta. *ant
1
Komentar