Sukses Menjadi Wadah Kebebasan Berekspresi Bagi Pencinta Sastra dan Penggemar Seni, Ubud Writers & Readers Festival Digelar Kembali Tahun Depan
Ubud Writers and Readers Festival 2018
UWRF 2018
UWRF 2019
Ubud Writers and Readers Festival 2019
Ubud
Ubud Writers & Readers Festival 2018 telah sukses diselenggarakan pada tanggal 24-28 Oktober lalu. Perhelatan internasional yang hadir sebagai wadah berbagi ide, gagasan, dan inspirasi melalui lebih dari 200 program ini akan hadir kembali pada tahun depan, tepatnya pada tanggal 23-27 Oktober 2019.
GIANYAR, NusaBali
Tahun ini, UWRF menghadirkan penyair paling dicintai di Indonesia penerima Lifetime Achievement Award UWRF 2018 Sapardi Djoko Damono hingga lima penulis emerging yang karya-karyanya lolos kurasi Seleksi Penulis Emerging Indonesia UWRF 2018. Selain itu, ada pula nama-nama besar dunia sastra nasional maupun internasional seperti Dee Lestari, Leila S. Chudori, Aan Mansyur, Avianti Armand, Hanif Kureishi, Reni Eddo-Lodge, Geoff Dyer, Anuradha Roy tampil berdampingan bersama para sutradara, seniman, penari, pegiat seperti Djenar Maesa Ayu, Kamila Andini, Innosanto Nagara, Tishani Doshi, Wanggi Hoed, Gillian Triggs, Yeb Sano, dan masih banyak lagi. Sosok-sosok inspiratif yang telah berkiprah di dunia politik seperti Susi Pudjiastuti, Marty Natalegawa, dan Yenny Wahid pun ikut berbagi dalam Festival.
UWRF mengemas 70 Main Program berupa panel diskusi yang digelar di tiga venue utama yaitu Indus Restaurant, Taman Baca, dan NEKA Museum. Untuk program lain seperti acara spesial, lokakarya, pemutaran film, peluncuran buku, pemeran seni, pertunjukkan musik, Festival telah melibatkan lebih dari 40 lokasi lain seperti restoran, kafe, hotel, sekolah, dan museum di Ubud dan sekitarnya.
Peserta UWRF 2018
Tahun ini, Festival berhasil mendatangkan sekitar 25.000 pengunjung dari dalam dan luar negeri. Menurut data yang dihimpun oleh tim UWRF, Festival juga ikut berkontribusi senilai lebih dari Rp11,5 miliar, yang dikeluarkan oleh para pengunjung festival selama enam hari untuk biaya akomodasi di banyak penginapan, transportasi, restoran, spa, souvenir, museum, galeri, dan acara budaya di Ubud dan sekitarnya. Dari data tersebut juga tercatat sekitar 95% pengunjung yang hadir dalam UWRF 2018 menyampaikan bahwa mereka akan datang kembali untuk Festival tahun depan.
Bukan hanya fokus dalam pelaksanaan program dan mendukung pariwisata Ubud dan sekitarnya, UWRF 2018 juga selalu berusaha merangkul komunitas-komunitas sastra dan penggerak pendidikan di kota-kota lainnya melalui satellite events yang pada tahun ini digelar di Bandung, Surabaya, Palangkaraya, Ternate, dan Ambon. Tak hanya itu, dalam menanggapi bencana yang terjadi di Lombok, Palu, dan Donggala, tim UWRF juga telah menggelar penggalangan dana dari penjualan tiket dan kotak donasi saat Closing Night UWRF18. Total donasi dari para pengunjung Festival senilai Rp25.450.000,- kemudian disalurkan melalui Emergency Response Program dari Yayasan IDEP.
Mengusung tema ‘Jagadhita’ atau ‘The World We Create’, UWRF 2018 memberikan ruang bagi para pencinta sastra maupun penggemar seni untuk bebas berekspresi dan saling berkolaborasi. Selama penyelanggaraan Festival, diskusi mendalam seputar sastra, seni, jurnalisme, feminisme, keberagaman, kebebasan beragama, pelestarian adat dan budaya, masalah lingkungan hidup, politik, hingga hak asasi manusia, dibahas secara mendalam oleh lebih dari 180 pembicara dari 30 negara.
Tiga venue utama UWRF pun selalu ramai dipenuhi para peserta Festival yang ingin mendengar kisah-kisah luar biasa yang disajikan. Sebagai contoh, dalam sesi Sink It! yang menghadirkan Susi Pudjiastuti, para peserta Festival yang tidak mendapat tempat untuk duduk bersedia untuk berdiri sepanjang acara demi mendengarkan inspirasi yang dibagikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia ini. Selain itu, masih banyak sesi panel diskusi menarik lainnya, seperti Mediating Islam, Twenty Years Later, hingga Climate Campaigner. Ada pula sesi Off Limits, di mana para penulis muda Indonesia yang selama ini bergelut dengan topik-topik yang dianggap tabu di Indonesia berbagi kisah perjuangan dan harapan mereka. “Dukungan bisa dilakukan dalam banyak cara dan bentuk, tetapi diam saja bukanlah sebuah dukungan,” ujar penulis novel pemenang penghargaan Norman Erikson Pasaribu.
UWRF 2018
Norman sendiri adalah salah satu dari 12 penulis Indonesia yang terpilih untuk mewakili Indonesia dalam London Book Fair 2019. Nama dua belas penulis ini telah diumumkan secara resmi dalam jamuan makan malam spesial di sela penyelengaraan UWRF. Sebelas nama lainnya termasuk Agustinus Wibowo, Dee Lestari, Leila S. Chudori, Laksmi Pamuntjak, dan Intan Paramadhita pun pernah berbagi inspirasinya dalam UWRF.
“Memperluas kesempatan bagi para penulis Indonesia, mempromosikan budaya Indonesia, dan mendukung para penulis lokal agar lebih dikenal masyarakat, selalu menjadi misi kami,” ujar Founder & Director UWRF Janet DeNeefe pada perayaan ulang tahun ke-15 Festival di Casa Luna.
“Dengan Indonesia sebagai negara fokus di London Book Fair tahun depan, masa depan sastra Indonesia di mata dunia telihat semakin cerah,” lanjut Janet DeNeefe. “Kami merasa bangga telah mendukung ratusan penulis dan cendekiawan Indonesia selama 15 tahun ini. Kami pun sangat bersemangat dengan apa saja yang sekiranya bisa kami raih dalam 15 tahun ke depan. Sampai jumpa kembali dalam festival tahun ke-16 kami pada 23-27 Oktober 2019”.*
Komentar