Satpol PP-HPI Sepakat Sikat Guide Liar
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Bali dan DPD Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali sepakat untuk sikat praktek guide (pramuwisata) ilegal.
Pekerjakan Guide Ilegal, Travel Agent Diperkarakan
DENPASAR, NusaBali
Biro perjalanan wisata (travel agent) yang ketahuan mempekerjakan pramuwisata ilegal juga bakal diseret ke ranah hukum. Kesepakatan ini diambil dalam pertemuan Satpol PP Provinsi Bali dan jajaran HPI Bali di Kantor Satpol PP Provinsi Bali, Niti Mandala Denpasar, Senin (26/11). Dalam pertemuan tersebut, Ketua HPI Bali I Nyoman Nuarta hadir bersama Sekretaris HPI Bali I Komang Puji, Humas HPI Bali I Wayan Suarma, dan para Ketua Divisi Bahasa HPI Bali. Sedangkan Kepala Sapol PP Provinsi Bali, I Made Sukadana, hadir bersama jajarannya.
Dalam pertemuan kemarin, sejumlah persoalan yang berkaitan kepariwisataan diungkap, terutama menyangkut kepramuwisataan, biro perjalanan wisata (BPW), hingga teknis penegakan hukum (Perda) terhadap guide ilegal. Satpol PP dan HPI Bali sepakat dilakukan penegakan hukum terhadap praktek tidak fair bisnis pandu memandu wisatawan dan perilaku BPW (travel agent) yang mengabaikan guide resmi.
Satpol PP dan HPI Bali pun mengapresiasi putusan PN Gianyar, yang menjatuhkan denda kisaran Rp 25 hingga Rp 30 juta kepada guide ilegal yang sebelumnya diciduk Satpol PP di objek wisata Pura Puseh Desa Pakraman Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar. “Putusan PN Gianyar tersebut kita harapkan bisa menjadi yurisprudensi untuk penanganan dan proses hukum kasus guide ilegal di daerah lainnya yang mungkin terjadi,” ujar Ketua HPI Bali, Nyoman Nuarta.
Nyoman Nuarta yakin vonis denda Rp 25 juta hingga Rp 30 juta terhadap pemandu wisata ilegal tersebut dapat memberikan efek jera. “Ini yang kita tunggu dari dulu. Karena sebelumnya, vonis yang dijatuhkan terhadap guide ilegal terbilang ringan, denda hanya Rp 250.000, Rp 500.000, atau Rp 1 juta,” sebut Nuarta.
Menurut Nuarta, HPI mendukung penegakan hukum atau law enforcement terhadap praktek tidak benar dalam bisnis pariwisata Bali, khususnya dalam hal kepemanduan. “Bukan hanya Perda Nomor 5 Tahun 2016 yang ditegakkan, namun Perda Nomor 1 Tahun 2010 tentang Biro Perjalanan Wisata juga harus ditegakkan,” tegas Nuarta.
Sementara itu, Kepala Satpol PP Provinsi Bali, Made Sukadana, menyatakan pertemuan dengan jajaran HPI Bali kemarin merupakan kelanjutan dari pertemuan-pertemuan yang telah dilakukan sebelumnya. “Kita berupaya menertibkan pramuwisata yang ada. Karena maju dan tidaknya pariwisata juga tergantung pramuwisata,” tandas Sukadana.
Menurut Sukadana, masalah inilah yang dikoordinasikan dengan HPI Bali. Jika pramuwisata legal, tentunya mereka punya lisensi dan mngantongi Kartu Tanda Pengenal Pramuwisata (KTPP) yang diterbitkan Dinas Pariwisata. Pramuwisata legal pasti tercatat di HPI. “Nah, guide yang tak punya KTPP kita proses hukum,” papar Sukadana.
Sukadana menegaskan, nantinya akan ditelusuri travel aget yang mempekerjakan guide ilegal. Karena sesuai aturan, BPW harusnya menggunakan pramuwisata resmi. “Kita akan proses lanjut, termasuk kelengkapan perizinannya (travel agent, Red),” jelas Sukadana.
Jika travel agent atau BPW melakukan pelanggaran, menurut Sukadana, mereka akan diberi teguran I, II, dan III, sampai dengan usulan pencabutan izin kepada instansi yang menerbitkan izinnya. “Langkah itu yang kita lakukan,” katanya.
Satpol PP Provinsi Bali sendiri sebelumnya sempat amankan 6 pramuwisata ilegal yang tertangkap basah beroperasi di objek wisata Pura Puseh Desa Pakraman Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar, 13 November 2018 lalu. Keenam guide ilegal yang semuanya dari luar Bali, masing-masing Santo, A Than, Sunardi, Masdijadi, M Rudi, dan Jindy Chua. Mereka hampir semuanya berasal dari Kota Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau.
Menurut Plt Kabid Penegakan Perundang-undangan Daerah Satpol PP Provinsi Bali, I Ketut Putru SH, pramuwisata ilegal khusus wisatawan Tiongkok ini diketahui belajar bahasa Mandarin melalui TV Singapura yang diakses dari Tanjung Pinang. Mereka dianggap ilegal karena saat disidak, tidak mampu menunjukkan identitas Kartu Tanda Pengenal Pramuwisata (TKPP).
Mereka sudah disidangkan di PN Gianyar, Rabu (21/11) lalu, dan semuanya diganjar hukuman denda cukup besar, kisaran Rp 25 juta hingga Rp 30 juta. “Ini untuk kali pertama di Bali ada hukuman denda sebesar itu. Biasanya, denda ringan hanya sekitar Rp 1 juta,” jelas Ketut Putru. Dari 6 terdakwa pramuwisata ilegal itu, salah satunya langsung bayar denda usai sidang di PN Gianyar, sehingga yang bersangkutan ti-dak sampau ditahan. Sedangkan 3 terdakwa langsung dieksekusi (ditahan) ke Rutan Kelas II B Gianyar, karena tidak bayar denda. *k17
DENPASAR, NusaBali
Biro perjalanan wisata (travel agent) yang ketahuan mempekerjakan pramuwisata ilegal juga bakal diseret ke ranah hukum. Kesepakatan ini diambil dalam pertemuan Satpol PP Provinsi Bali dan jajaran HPI Bali di Kantor Satpol PP Provinsi Bali, Niti Mandala Denpasar, Senin (26/11). Dalam pertemuan tersebut, Ketua HPI Bali I Nyoman Nuarta hadir bersama Sekretaris HPI Bali I Komang Puji, Humas HPI Bali I Wayan Suarma, dan para Ketua Divisi Bahasa HPI Bali. Sedangkan Kepala Sapol PP Provinsi Bali, I Made Sukadana, hadir bersama jajarannya.
Dalam pertemuan kemarin, sejumlah persoalan yang berkaitan kepariwisataan diungkap, terutama menyangkut kepramuwisataan, biro perjalanan wisata (BPW), hingga teknis penegakan hukum (Perda) terhadap guide ilegal. Satpol PP dan HPI Bali sepakat dilakukan penegakan hukum terhadap praktek tidak fair bisnis pandu memandu wisatawan dan perilaku BPW (travel agent) yang mengabaikan guide resmi.
Satpol PP dan HPI Bali pun mengapresiasi putusan PN Gianyar, yang menjatuhkan denda kisaran Rp 25 hingga Rp 30 juta kepada guide ilegal yang sebelumnya diciduk Satpol PP di objek wisata Pura Puseh Desa Pakraman Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar. “Putusan PN Gianyar tersebut kita harapkan bisa menjadi yurisprudensi untuk penanganan dan proses hukum kasus guide ilegal di daerah lainnya yang mungkin terjadi,” ujar Ketua HPI Bali, Nyoman Nuarta.
Nyoman Nuarta yakin vonis denda Rp 25 juta hingga Rp 30 juta terhadap pemandu wisata ilegal tersebut dapat memberikan efek jera. “Ini yang kita tunggu dari dulu. Karena sebelumnya, vonis yang dijatuhkan terhadap guide ilegal terbilang ringan, denda hanya Rp 250.000, Rp 500.000, atau Rp 1 juta,” sebut Nuarta.
Menurut Nuarta, HPI mendukung penegakan hukum atau law enforcement terhadap praktek tidak benar dalam bisnis pariwisata Bali, khususnya dalam hal kepemanduan. “Bukan hanya Perda Nomor 5 Tahun 2016 yang ditegakkan, namun Perda Nomor 1 Tahun 2010 tentang Biro Perjalanan Wisata juga harus ditegakkan,” tegas Nuarta.
Sementara itu, Kepala Satpol PP Provinsi Bali, Made Sukadana, menyatakan pertemuan dengan jajaran HPI Bali kemarin merupakan kelanjutan dari pertemuan-pertemuan yang telah dilakukan sebelumnya. “Kita berupaya menertibkan pramuwisata yang ada. Karena maju dan tidaknya pariwisata juga tergantung pramuwisata,” tandas Sukadana.
Menurut Sukadana, masalah inilah yang dikoordinasikan dengan HPI Bali. Jika pramuwisata legal, tentunya mereka punya lisensi dan mngantongi Kartu Tanda Pengenal Pramuwisata (KTPP) yang diterbitkan Dinas Pariwisata. Pramuwisata legal pasti tercatat di HPI. “Nah, guide yang tak punya KTPP kita proses hukum,” papar Sukadana.
Sukadana menegaskan, nantinya akan ditelusuri travel aget yang mempekerjakan guide ilegal. Karena sesuai aturan, BPW harusnya menggunakan pramuwisata resmi. “Kita akan proses lanjut, termasuk kelengkapan perizinannya (travel agent, Red),” jelas Sukadana.
Jika travel agent atau BPW melakukan pelanggaran, menurut Sukadana, mereka akan diberi teguran I, II, dan III, sampai dengan usulan pencabutan izin kepada instansi yang menerbitkan izinnya. “Langkah itu yang kita lakukan,” katanya.
Satpol PP Provinsi Bali sendiri sebelumnya sempat amankan 6 pramuwisata ilegal yang tertangkap basah beroperasi di objek wisata Pura Puseh Desa Pakraman Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar, 13 November 2018 lalu. Keenam guide ilegal yang semuanya dari luar Bali, masing-masing Santo, A Than, Sunardi, Masdijadi, M Rudi, dan Jindy Chua. Mereka hampir semuanya berasal dari Kota Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau.
Menurut Plt Kabid Penegakan Perundang-undangan Daerah Satpol PP Provinsi Bali, I Ketut Putru SH, pramuwisata ilegal khusus wisatawan Tiongkok ini diketahui belajar bahasa Mandarin melalui TV Singapura yang diakses dari Tanjung Pinang. Mereka dianggap ilegal karena saat disidak, tidak mampu menunjukkan identitas Kartu Tanda Pengenal Pramuwisata (TKPP).
Mereka sudah disidangkan di PN Gianyar, Rabu (21/11) lalu, dan semuanya diganjar hukuman denda cukup besar, kisaran Rp 25 juta hingga Rp 30 juta. “Ini untuk kali pertama di Bali ada hukuman denda sebesar itu. Biasanya, denda ringan hanya sekitar Rp 1 juta,” jelas Ketut Putru. Dari 6 terdakwa pramuwisata ilegal itu, salah satunya langsung bayar denda usai sidang di PN Gianyar, sehingga yang bersangkutan ti-dak sampau ditahan. Sedangkan 3 terdakwa langsung dieksekusi (ditahan) ke Rutan Kelas II B Gianyar, karena tidak bayar denda. *k17
Komentar