Mahasiswa Dwijendra Pun Diliburkan
BEM Universitas Dwijendra berharap konflik internal yayasan diselesaikan dengan baik, tanpa korbankan mahasiswa
Buntut Konflik Internal Yayasan Dwijendra
DENPASAR, NusaBali
Inilah buntut konflik internal Yayasan Pendidikan Dwijendra Denpasar. Mahasiswa Universitas Dwijendra dari semua fakultas terpaksa diliburkan selama sepekan, mulai 27 November hingga 2 Desember 2018. Selama itu pula, mahasiswa dilarang datang ke kampus yang berlokasi di Jalan Kamboja Denpasar ini.
Kebijakan libur sepekan bagi mahasiswa ini dikeluarkan Rektor Universitas Dwijendra, Dr Putu Dyatmikawati SH MHum, melalui surat keputusan bernomor UD/1505/II/L/XI/2018 tertanggal 27 November 2018. Putusan ini juga ditulis dalam panduk berukuran 5 meter x 3 meter, yang dibentangkan di pintu gerbang Universitas Dwijendra. Kebijakan ini keluar berselang sehari pasca demo mahassiwa, Senin (26/11) sore, gara-gara pintu gerbang kampus ditutup oleh pengurus yayasan yang lama.
Sesuai yang tertera di spanduk, seluruh mahasiswa diliburkan dengan alasan situasi kampus sedang tidak kondusif karena adanya permasalahan hukum antara pengurus yayasan dan pembina yayasan, yang saat ini masih dalam proses peradilan di PN Denpasar. Jika tidak diliburkan, mahasiswa dikhawatirkan ikut dilibatkan atau melibatkan diri dalam permasalahan hukum yang sedang bergulir.
Pantauan di lapangan, sejumlah mahasiswa Universitas Dwijendra yang hendak mengikuti perkuliahan, Selasa (27/11) tampak bergerombol di depan kampus. Mereka telanjur datang ke kampus yang berada di sisi timur laut Pasar Kreneng tersebut, namun dilarang masuk. Pengamaman di pintu gerbang Universitas Dwijendra ditingkatkan, di mana sejumlah petugas satpam terlihat menyeleksi ketat setiap orang yang hendak masuk. Sejumlah dosen juga tidak diizinkan masuk ke area kampus.
Untuk menghindari segala kemungkinan, pasukan kepolisian dari Polsek Denpasar Timur dengan di-back up Polresta Denpasar tampak berjaga-jaga di lokasi. Penjagaan yang dilakukan mulai Selasa sore pukul16.00 Wita dipimpin langsung Kapolsek Denpasar Timur, AKP I Nyoman Karang Adiputra. Karena tidak ada aktivitas mahasiswa yang mencolok, termasuk aksi demo susulan, petugas kepolisian akhirnya tinggalkan lokasi, tadi malam pukul 19.00 Wita.
"Kita sebatas mengantisipasi akan hal-hal yang tidak diinginkan. Pengamanan memang dilakukan kekuatan penuh. Kita belajar dari kejadian kemarin sore (demo mahasiswa, Senin, Red). Ya, sejauh ini sih tidak ada yang menonjol,” jelas Kapolsek AKP Karang Adiputra di lokasi kemarin sore.
Sedangkan Rektor Universitas Dwijendra, Dr Putu Dyatmikawati SH MHum, mengatakan pihaknya inisiatif bikin kebijakan meliburkan mahasiswa selama sepekan, agar bisa cooling down. “Kemarin (Senin, Red) kan ada sedikit keributan di kampus. Kami berinisiatif agar semua bisa cooling down, karena itu kan cuma emosi sesaat. Jangan sampai ada pihak-pihak yang menunggangi mahasiswa,” jelas Putu Dyatmikawati saaat dikonfirmasi NusaBali, tadi malam.
Menurut Dyatmikawati, selain untuk meredam situasi, perkuliahan juga sengaja diliburkan seminggu, karena ada ruangan yang dipakai anak-anak SD, SMP, dan SMA yang sedang ulangan umum. “Otomatis juga kami liburkan mahasiswa, supaya anak-anak tidak terganggu. Ruangan di Dwijendra juga terbatas,” beber Dyatmikawati.
Dia menambahkan, ditiadakannya perkuliahan sebetulnya tidak ada sangkut pautnya dengan proses pengadilan yang sedang berjalan. Libur selama seminggu tersebut diharapkan juga sebagai bahan perenungan bagi semua civitas akademika Universitas Dwijendra, agar suasana jadi lebih kondusif dan ke depan tidak terulang kejadian serupa. “Untuk jadwal kuliah mahasiswa tidak ada masalah. Ini juga baru selesai ujian tengah semester. Jadi, masih ada waktu untuk mengejar materi kuliah. Yang paling penting saat ini, semua harus cooling down dulu,” katanya.
Sementara itu, Ketua Yayasan Dwijendra yang baru, I Ketut Wirawan, mengaku sangat menyayangkan aksi penutupan pintu gerbang kampus oleh pengurus yayasan yang lama. Menurut Wirawan, aksi seperti ini erugikan mahasiswa dan mencoreng Yayasan Dwijendra. Wirawan mengatakan, Ketua Yayasan yang lama, Made Sumitra Candra Jaya, masih memposisikan diri sebagai Ketua Yayasan. Padahal, yang bersangkutan sudah tidak lagi memiliki legal standing sebagai ketua yayasan. "Masa kepengurusan Made Sumitra Jaya Candra sudah berakhir 20 September 2018 lalu. Namun, dia tetap tidak mau keluar dari yayasan dan masih meposisikan diri sebagai Ketua Yayasan. Makanya dia mengambil tindakan-tindakan yang merugikan mahasiswa,” sesal Wirawan, Selasa kemarin.
“Kalau memang mau menyelesaikan masalah, ya mari kita duduk bersama mencari solusi. Bukan menutup gerbang dan meliburkan mahasiswa serta melarang dosen masuk kampus," lanjut Wirawan
Sebagai Ketua Yayasan yang baru, Wirawan mengaku sudah mengambil beberapa langkah hukum. Di antaranya, memblokir rekening milik yayasan di dua bank. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan penyalahgunaan anggaran oleh pengurus yayasan yang lama dan memudahkan melakukan audit keuangan.
Selain itu, Wirawan juga sudah melakukan somasi terhadap pengurus yayasan yang lama. Selanjutnya, akan disusul dengan somasi kedua dan ketiga. "Jika tidak direspons, kami akan melakukan eksekusi pengurus yang lama, tentunya dengan di-back up kepolisian. Karena kami adalah kepngurusan Yayasan Dwijendra yang sah," tegas Wirawan yang notabene mantan Rektor Universitas Dwijendra.
Pada bagian lain, Wirawan membantah tudingan korupsi Rp 1 miliar yang dilakukan Pembina Yayasan yang baru, Ketut Karlota dan Nyoman Satia Negara. Menurut Wirawan, kasus tersebut sudah pernah dilaporkan ke polisi. Hasilnya, penyidik dalam SP2HP terakhir menyatakan tidak menemukan tindak pidana dalam perkara ini dan menyebutnya sebagai pinjam meminjam.
"Karena memang uang yayasan tersebut dipinjam dan dengan sepengetahuan Ketua Yayasan yang lama. Bahkan, saat ini sudah dilakukan pembayaran oleh Ketut Karlota dan Nyoman Satia Negara, namun ditolak dengan berbagai alasan," beber Wirawan.
Di sisi lain, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Dwijendra, Adrianus Ahas, mengatakan kebijakan diliburkannya mahasiswa selama sekepan oleh Rektor ini telah diteruskan kepada seluruh Ketua BEM Fakultas. "Tadi (kemarin) saya diberitahu per telepon oleh Rektor soal kebijakan meliburkan mahasiswa. Kemudian, saya meneruskanya kepada rekan-rekan Ketua BEM Fakultas. Selanjut-nya, Ketua BEM Fakultas meneruskan informasi ke setiap mahasiswa," papar Adrianus, tadi malam.
Adrianus berharap konflik internal yayasan ini diselesaikan dengan baik, tanpa mengorbankan mahasiswa. Setelah persoalan nanti selesai, pihak universitas juga harus mempertangungjawabkannya kepada mahasiswa. "Mahasiswa tidak mau ikut campur dalam persoalan yang terjadi. Apalagi, kalau mahasiswa sampai jadi korban. Jika persoalan selesai, kita akan minta klarifikasi," katanya. *dar,ind
DENPASAR, NusaBali
Inilah buntut konflik internal Yayasan Pendidikan Dwijendra Denpasar. Mahasiswa Universitas Dwijendra dari semua fakultas terpaksa diliburkan selama sepekan, mulai 27 November hingga 2 Desember 2018. Selama itu pula, mahasiswa dilarang datang ke kampus yang berlokasi di Jalan Kamboja Denpasar ini.
Kebijakan libur sepekan bagi mahasiswa ini dikeluarkan Rektor Universitas Dwijendra, Dr Putu Dyatmikawati SH MHum, melalui surat keputusan bernomor UD/1505/II/L/XI/2018 tertanggal 27 November 2018. Putusan ini juga ditulis dalam panduk berukuran 5 meter x 3 meter, yang dibentangkan di pintu gerbang Universitas Dwijendra. Kebijakan ini keluar berselang sehari pasca demo mahassiwa, Senin (26/11) sore, gara-gara pintu gerbang kampus ditutup oleh pengurus yayasan yang lama.
Sesuai yang tertera di spanduk, seluruh mahasiswa diliburkan dengan alasan situasi kampus sedang tidak kondusif karena adanya permasalahan hukum antara pengurus yayasan dan pembina yayasan, yang saat ini masih dalam proses peradilan di PN Denpasar. Jika tidak diliburkan, mahasiswa dikhawatirkan ikut dilibatkan atau melibatkan diri dalam permasalahan hukum yang sedang bergulir.
Pantauan di lapangan, sejumlah mahasiswa Universitas Dwijendra yang hendak mengikuti perkuliahan, Selasa (27/11) tampak bergerombol di depan kampus. Mereka telanjur datang ke kampus yang berada di sisi timur laut Pasar Kreneng tersebut, namun dilarang masuk. Pengamaman di pintu gerbang Universitas Dwijendra ditingkatkan, di mana sejumlah petugas satpam terlihat menyeleksi ketat setiap orang yang hendak masuk. Sejumlah dosen juga tidak diizinkan masuk ke area kampus.
Untuk menghindari segala kemungkinan, pasukan kepolisian dari Polsek Denpasar Timur dengan di-back up Polresta Denpasar tampak berjaga-jaga di lokasi. Penjagaan yang dilakukan mulai Selasa sore pukul16.00 Wita dipimpin langsung Kapolsek Denpasar Timur, AKP I Nyoman Karang Adiputra. Karena tidak ada aktivitas mahasiswa yang mencolok, termasuk aksi demo susulan, petugas kepolisian akhirnya tinggalkan lokasi, tadi malam pukul 19.00 Wita.
"Kita sebatas mengantisipasi akan hal-hal yang tidak diinginkan. Pengamanan memang dilakukan kekuatan penuh. Kita belajar dari kejadian kemarin sore (demo mahasiswa, Senin, Red). Ya, sejauh ini sih tidak ada yang menonjol,” jelas Kapolsek AKP Karang Adiputra di lokasi kemarin sore.
Sedangkan Rektor Universitas Dwijendra, Dr Putu Dyatmikawati SH MHum, mengatakan pihaknya inisiatif bikin kebijakan meliburkan mahasiswa selama sepekan, agar bisa cooling down. “Kemarin (Senin, Red) kan ada sedikit keributan di kampus. Kami berinisiatif agar semua bisa cooling down, karena itu kan cuma emosi sesaat. Jangan sampai ada pihak-pihak yang menunggangi mahasiswa,” jelas Putu Dyatmikawati saaat dikonfirmasi NusaBali, tadi malam.
Menurut Dyatmikawati, selain untuk meredam situasi, perkuliahan juga sengaja diliburkan seminggu, karena ada ruangan yang dipakai anak-anak SD, SMP, dan SMA yang sedang ulangan umum. “Otomatis juga kami liburkan mahasiswa, supaya anak-anak tidak terganggu. Ruangan di Dwijendra juga terbatas,” beber Dyatmikawati.
Dia menambahkan, ditiadakannya perkuliahan sebetulnya tidak ada sangkut pautnya dengan proses pengadilan yang sedang berjalan. Libur selama seminggu tersebut diharapkan juga sebagai bahan perenungan bagi semua civitas akademika Universitas Dwijendra, agar suasana jadi lebih kondusif dan ke depan tidak terulang kejadian serupa. “Untuk jadwal kuliah mahasiswa tidak ada masalah. Ini juga baru selesai ujian tengah semester. Jadi, masih ada waktu untuk mengejar materi kuliah. Yang paling penting saat ini, semua harus cooling down dulu,” katanya.
Sementara itu, Ketua Yayasan Dwijendra yang baru, I Ketut Wirawan, mengaku sangat menyayangkan aksi penutupan pintu gerbang kampus oleh pengurus yayasan yang lama. Menurut Wirawan, aksi seperti ini erugikan mahasiswa dan mencoreng Yayasan Dwijendra. Wirawan mengatakan, Ketua Yayasan yang lama, Made Sumitra Candra Jaya, masih memposisikan diri sebagai Ketua Yayasan. Padahal, yang bersangkutan sudah tidak lagi memiliki legal standing sebagai ketua yayasan. "Masa kepengurusan Made Sumitra Jaya Candra sudah berakhir 20 September 2018 lalu. Namun, dia tetap tidak mau keluar dari yayasan dan masih meposisikan diri sebagai Ketua Yayasan. Makanya dia mengambil tindakan-tindakan yang merugikan mahasiswa,” sesal Wirawan, Selasa kemarin.
“Kalau memang mau menyelesaikan masalah, ya mari kita duduk bersama mencari solusi. Bukan menutup gerbang dan meliburkan mahasiswa serta melarang dosen masuk kampus," lanjut Wirawan
Sebagai Ketua Yayasan yang baru, Wirawan mengaku sudah mengambil beberapa langkah hukum. Di antaranya, memblokir rekening milik yayasan di dua bank. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan penyalahgunaan anggaran oleh pengurus yayasan yang lama dan memudahkan melakukan audit keuangan.
Selain itu, Wirawan juga sudah melakukan somasi terhadap pengurus yayasan yang lama. Selanjutnya, akan disusul dengan somasi kedua dan ketiga. "Jika tidak direspons, kami akan melakukan eksekusi pengurus yang lama, tentunya dengan di-back up kepolisian. Karena kami adalah kepngurusan Yayasan Dwijendra yang sah," tegas Wirawan yang notabene mantan Rektor Universitas Dwijendra.
Pada bagian lain, Wirawan membantah tudingan korupsi Rp 1 miliar yang dilakukan Pembina Yayasan yang baru, Ketut Karlota dan Nyoman Satia Negara. Menurut Wirawan, kasus tersebut sudah pernah dilaporkan ke polisi. Hasilnya, penyidik dalam SP2HP terakhir menyatakan tidak menemukan tindak pidana dalam perkara ini dan menyebutnya sebagai pinjam meminjam.
"Karena memang uang yayasan tersebut dipinjam dan dengan sepengetahuan Ketua Yayasan yang lama. Bahkan, saat ini sudah dilakukan pembayaran oleh Ketut Karlota dan Nyoman Satia Negara, namun ditolak dengan berbagai alasan," beber Wirawan.
Di sisi lain, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Dwijendra, Adrianus Ahas, mengatakan kebijakan diliburkannya mahasiswa selama sekepan oleh Rektor ini telah diteruskan kepada seluruh Ketua BEM Fakultas. "Tadi (kemarin) saya diberitahu per telepon oleh Rektor soal kebijakan meliburkan mahasiswa. Kemudian, saya meneruskanya kepada rekan-rekan Ketua BEM Fakultas. Selanjut-nya, Ketua BEM Fakultas meneruskan informasi ke setiap mahasiswa," papar Adrianus, tadi malam.
Adrianus berharap konflik internal yayasan ini diselesaikan dengan baik, tanpa mengorbankan mahasiswa. Setelah persoalan nanti selesai, pihak universitas juga harus mempertangungjawabkannya kepada mahasiswa. "Mahasiswa tidak mau ikut campur dalam persoalan yang terjadi. Apalagi, kalau mahasiswa sampai jadi korban. Jika persoalan selesai, kita akan minta klarifikasi," katanya. *dar,ind
1
Komentar