Hingga April 2018, Terjadi 31 Perkawinan Usia Dini
Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bangli mencatat 31 perkawinan usia dini hingga April 2018.
BANGLI, NusaBali
Salah satu penyebab tingginya perkawinan usia dini karena pengaruh konten pornografi. Menekan jumlah perkawinan usia dini, Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) gencar melakukan advokasi kepada tokoh masyarakat dan remaja serta penyuluhan ke sekolah-sekolah.
Kasi Penyuluhan dan Pendayagunaan Petugas Lapangan Keluarga Berencana Bangli, I Wayan Darsa, mengatakan sesuai UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan, batas usia menikah perempuan yakni 16 tahun dan pria 19 tahun. Namun masih ada yang melangsungkan perkawainan di bawah umur. Dari hasil pencatatan PPL KB, data per bulan April 2018 terjadi 31 perkawinan di bawah umur. Di Kecamatan Susut 9 perkawinan, Kecamatan Bangli 11 perkawinan, Kecamatan Tembuku 6 perkawinan, dan Kecamatan Kintamani 5 perkawinan.
Darsa mengatakan, perubahan data jumlah perkawinan di bawah umur bisa saja meningkat hingga bulan Desember 2018. Sementara data tahun 2017, perkawinan di bawah umur untuk Kecamatan Susut 13 perkawinan, Bangli 12 perkawinan, Tembuku 12 perkawinan, dan Kintamani 19 perkawinan. Darsa menyampaikan banyak penyebab terjadinya perkawinan di bawah umur, di antaranya semakin bebasnya informasi media, seperti halnya konten pornografi. “Perkawinan di usia dini akibat kecelakan, perempuan sudah hamil, maka dari itu harus dilangsungkan perkawinan,” ungkap Darsa, Selasa (27/11).
Dikatakan, perkawinan usia dini rentan terjadinya perceraian karena tingkat kedewasaan pasangan masih labil sehingga dalam menjalani rumah tangga sering terjadi percekcokan. “Ketika ada masalah kondisi pasangan ini masih labil, tidak mampu mengendalikan emosi, kerap kali penyelesaian masalah secara emosional,” jelasnya. Upaya menekan angka perkawinan di bawah umur, PPL KB rutin melakukan advokasi kepada tokoh masyarakat, keluarga serta komunikasi informasi dan edukasi kepada kader masyarakat dan remaja. “Kami akan terus turun melakukan pembinaan. Harapannya tentu kasus perkawinan di usia dini ditekan,” imbuhnya. Pembinaan juga dilakukan di sekolah-sekolah dan penyuluhan melibatkan pusat informasi dan konseling remaja (PIK-R) di sekolah bersangkutan. *es
Salah satu penyebab tingginya perkawinan usia dini karena pengaruh konten pornografi. Menekan jumlah perkawinan usia dini, Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) gencar melakukan advokasi kepada tokoh masyarakat dan remaja serta penyuluhan ke sekolah-sekolah.
Kasi Penyuluhan dan Pendayagunaan Petugas Lapangan Keluarga Berencana Bangli, I Wayan Darsa, mengatakan sesuai UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan, batas usia menikah perempuan yakni 16 tahun dan pria 19 tahun. Namun masih ada yang melangsungkan perkawainan di bawah umur. Dari hasil pencatatan PPL KB, data per bulan April 2018 terjadi 31 perkawinan di bawah umur. Di Kecamatan Susut 9 perkawinan, Kecamatan Bangli 11 perkawinan, Kecamatan Tembuku 6 perkawinan, dan Kecamatan Kintamani 5 perkawinan.
Darsa mengatakan, perubahan data jumlah perkawinan di bawah umur bisa saja meningkat hingga bulan Desember 2018. Sementara data tahun 2017, perkawinan di bawah umur untuk Kecamatan Susut 13 perkawinan, Bangli 12 perkawinan, Tembuku 12 perkawinan, dan Kintamani 19 perkawinan. Darsa menyampaikan banyak penyebab terjadinya perkawinan di bawah umur, di antaranya semakin bebasnya informasi media, seperti halnya konten pornografi. “Perkawinan di usia dini akibat kecelakan, perempuan sudah hamil, maka dari itu harus dilangsungkan perkawinan,” ungkap Darsa, Selasa (27/11).
Dikatakan, perkawinan usia dini rentan terjadinya perceraian karena tingkat kedewasaan pasangan masih labil sehingga dalam menjalani rumah tangga sering terjadi percekcokan. “Ketika ada masalah kondisi pasangan ini masih labil, tidak mampu mengendalikan emosi, kerap kali penyelesaian masalah secara emosional,” jelasnya. Upaya menekan angka perkawinan di bawah umur, PPL KB rutin melakukan advokasi kepada tokoh masyarakat, keluarga serta komunikasi informasi dan edukasi kepada kader masyarakat dan remaja. “Kami akan terus turun melakukan pembinaan. Harapannya tentu kasus perkawinan di usia dini ditekan,” imbuhnya. Pembinaan juga dilakukan di sekolah-sekolah dan penyuluhan melibatkan pusat informasi dan konseling remaja (PIK-R) di sekolah bersangkutan. *es
Komentar