Masihkah Pembeli adalah Raja ?
Pembeli adalah raja. Banyak pendapat menyampaikan jargon ini perlu dikoreksi ulang.
Mungkin dalam hal pelayanan, anggapan tersebut masih dianggap benar karena penjual harus memberikan pelayanan terbaik.
Sayangnya, jika Anda sebagai penjual menganggap pembeli adalah raja dan karenanya setiap respon mereka harus sebisa mungkin dituruti, jangan salahkan pasar jika suatu saat bisnis Anda kolaps.
Ini sejumlah alasan bagi para pengelola bisnis untuk selalu waspada terhadap umpan balik pelanggan.
Yang perlu diketahui adalah pelanggan (tidak) selalu benar. Meminta respon langsung dari pembeli, sepertinya logis. Tapi, menurut Direktur Bisnis Strategis Influence at Work, Steve Martin langkah tersebut tidak selamanya benar. Dalam sebuah blog yang ditulisnya, ia menyampaikan sejumlah fakta sebagai berikut.
1. Pelanggan tidak benar-benar tahu apa yang mereka inginkan.
Anda mempresentasikan dengan sangat cantik produk yang dibawa, dan pelanggan merespon dengan mengatakan bagaimana produk yang Anda tawarkan itu bisa membuat mereka bahagia. Koreksi kembali, bisa jadi itu bukan kebutuhan pelanggan yang sebenarnya. Mereka hanya ingin berbasa-basi dengan menunjukkan sedikit keingintahuan terhadap produk yang ditawarkan. Percakapan yang Anda rangkai baru menyentuh kognisi saja.
Dalam blog tersebut Martin menulis,
Meminta seseorang menentukan apa yang akan mempengaruhi mereka di masa depan adalah seperti bertanya 'ceritakan bagaimana Anda akan berperilaku dimasa depan?'
2. Pelanggan sering tidak menyadari pengaruh yang menentukan keputusan pembelian
Dalam sebuah studi yang dilakukan Arizona State University di 2005, muncul termuan menarik dari kasus penumpang kereta bawah tanah New York City yang memberikan uang kepada pengamen jalanan. Penelitian membandingkan dua kondisi: berapa banyak orang yang meyumbang ketika melihat ada yang melempar koin ke topi pengamen, versus berapa banyak yang menyumbang ketika sama sekali tidak melihat ada orang yang melempar koin. Hasilnya delapan banding satu. Anehnya, ketika peneliti menanyakan kenapa mereka menyumbang, para penumpang ini mengaku menyukai musik, atau hanya sekadar kasihan.
Peter Ubel, doktor dan ilmuwan perilaku dari Duck University, berkata "pasar bebas, dimana konsumen punya banyak akses informasi tentang produk apa yang seharusnya mereka beli, bisa jadi tidak sebebas yang kita pikirkan." Kemudian katanya lagi, "Kadang-kadang kita beli produk yang bertentangan dengan kebutuhan kita. Karena perusahaan besar pintar sekali menyenggol domper keluar dari celana."
3. Pelanggan sering memiliki harapan yang tidak realistis
Adam Alter, seorang profesor manajemen dari Stern School of Business di NYU mengatakan tidak mungkin penjual selalu membuang uang mengejar kepuasan pelanggan. Isu product recall berjalan cepat, dan penjual harus mawas diri.
"Kadang-kadang cara terbaik bagi perusahaan adalah berpisah dengan pelanggan. Agaknya ini sulit dan tidak masuk akal. Namun begitu, tentu ini lebih baik dalam mendorong interaksi masa depan dan menyudahi harapan tak realistis pelanggan," katanya.
Tentu saja selalu ada jalan diplomasi apabila produk tak mungkin bisa berikan pelanggan kepuasan 100 persen. Meskipun begitu, dalam kasus-kasus luar biasa, keputusan untuk berpisah adalah jalan terbaik, dari pada pelanggan ngotot ganti rugi. 7
Komentar