Investor Dilarang Masuk Objek Wisata Dukuh
Kebun salak di Banjar Dukuh, Desa Sibetan, Kecamatan Bebandem, Karangasem dan sekitarnya diusulkan masuk program GIAHS (Globally Important Agricultural Heritage System) sebagai warisan budaya dunia.
AMLAPURA, NusaBali
Syaratnya aktivitas agro kebun salak tetap lestari. Demi mewujudkannya diberlakukan larangan bagi investor menguasai lahan untuk membangun hotel, villa, restoran, dan fasilitas pariwisata lainnya.
Pesan disampaikan oleh Dr Pamuji Lestari MSc, Asisten Deputi Pemberdayaan Desa pada Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Kawasan Komenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Pesan itu disampaikan kepada Sekretaris Bapelibangda (Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Daerah) Karangasem, I Nyoman Siki Ngurah, saat audiensi di Kantor Komenko PMK, Selasa (27/11).
Siki Ngurah mengatakan, Dr Pamuji Lestaru menegaskan keberhasilan usulan kebun salak jadi warisan budaya dunia ke FAO (Food Agriculture Organization) Roma tergantung keseriusan masyarakat di Desa Sibetan. Proposal yang telah diajukan mesti diperbaiki agar menuangkan rencana aksi masyarakat melakukan pengamanan lahan biar tidak terjadi alih fungsi lahan. Komenko PMK khawatir terjadi alih fungsi lahan, dari budidaya menjadi bangunan. Solusinya agar mengoptimalkan potensi desa wisata dan mengoptimalkan hunian tradisional milik masyarakat yang telah ada.
Di samping berlaku larangan tegas dari pihak desa setempat menolak investor masuk menguasai lahan. “Tujuan melestarikan budidaya kebun salak agar tidak terkontaminasi investor. Jika investor menguasai lahan, bisa dibangun hotel, restoran, vila, atau fasilitas lainnya, eksesnya budidaya kebun salak jadi punah,” kata Suki Ngurah. Keseriusan mempertahankan lahan pertanian itulah nantinya dituangkan dalam perbaikan proposal, target tuntas Minggu III Desember 2018.
Komenko PMK juga mengingatkan agar mampu melakukan alih generasi sebagai petani kebun salak. Caranya dengan memberdayakan siswa SD yang ada di sekitar agar mencintai budidaya salak. “Saran dari Komenko agar menyelipkan di kurikulum tentang budidaya kebun salak, ada pendidikan ekstrakurikuler berkebun salak, di samping pentingnya transfer teknologi pertanian,” kata Siki Ngurah. Sedangkan pariwisata yang telah dikembangkan berbasis kerakyatan. Sebanyak 30 rumah penduduk telah diberdayakan, tinggal melakukan penataan dan perbaikan kamar kecil agar standar untuk wisatawan.
Terpisah, Kelian Banjar Adat Dukuh, I Nengah Karsa, mengapresiasi terobosan pemerintah untuk mempertahankan kebun salak. “Ada larangan di banjar adat, tidak menjual lahan kepada investor. Tujuannya agar budidaya salak lestari,” kata Nengah Karsa. Ditambahkan, 14 varietas salak dilestarikan keberadaannya sesuai SK Menteri Pertanian No 584/Kpts/TP.240/7/1994, per 23 Juli 1994 yakni salak putih, nangka, gondok, gula pasir, embadan, nenas, maong, getih, nyuh, bekung, pade, sepet, cengkeh, dan injin. *k16
Syaratnya aktivitas agro kebun salak tetap lestari. Demi mewujudkannya diberlakukan larangan bagi investor menguasai lahan untuk membangun hotel, villa, restoran, dan fasilitas pariwisata lainnya.
Pesan disampaikan oleh Dr Pamuji Lestari MSc, Asisten Deputi Pemberdayaan Desa pada Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Kawasan Komenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Pesan itu disampaikan kepada Sekretaris Bapelibangda (Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Daerah) Karangasem, I Nyoman Siki Ngurah, saat audiensi di Kantor Komenko PMK, Selasa (27/11).
Siki Ngurah mengatakan, Dr Pamuji Lestaru menegaskan keberhasilan usulan kebun salak jadi warisan budaya dunia ke FAO (Food Agriculture Organization) Roma tergantung keseriusan masyarakat di Desa Sibetan. Proposal yang telah diajukan mesti diperbaiki agar menuangkan rencana aksi masyarakat melakukan pengamanan lahan biar tidak terjadi alih fungsi lahan. Komenko PMK khawatir terjadi alih fungsi lahan, dari budidaya menjadi bangunan. Solusinya agar mengoptimalkan potensi desa wisata dan mengoptimalkan hunian tradisional milik masyarakat yang telah ada.
Di samping berlaku larangan tegas dari pihak desa setempat menolak investor masuk menguasai lahan. “Tujuan melestarikan budidaya kebun salak agar tidak terkontaminasi investor. Jika investor menguasai lahan, bisa dibangun hotel, restoran, vila, atau fasilitas lainnya, eksesnya budidaya kebun salak jadi punah,” kata Suki Ngurah. Keseriusan mempertahankan lahan pertanian itulah nantinya dituangkan dalam perbaikan proposal, target tuntas Minggu III Desember 2018.
Komenko PMK juga mengingatkan agar mampu melakukan alih generasi sebagai petani kebun salak. Caranya dengan memberdayakan siswa SD yang ada di sekitar agar mencintai budidaya salak. “Saran dari Komenko agar menyelipkan di kurikulum tentang budidaya kebun salak, ada pendidikan ekstrakurikuler berkebun salak, di samping pentingnya transfer teknologi pertanian,” kata Siki Ngurah. Sedangkan pariwisata yang telah dikembangkan berbasis kerakyatan. Sebanyak 30 rumah penduduk telah diberdayakan, tinggal melakukan penataan dan perbaikan kamar kecil agar standar untuk wisatawan.
Terpisah, Kelian Banjar Adat Dukuh, I Nengah Karsa, mengapresiasi terobosan pemerintah untuk mempertahankan kebun salak. “Ada larangan di banjar adat, tidak menjual lahan kepada investor. Tujuannya agar budidaya salak lestari,” kata Nengah Karsa. Ditambahkan, 14 varietas salak dilestarikan keberadaannya sesuai SK Menteri Pertanian No 584/Kpts/TP.240/7/1994, per 23 Juli 1994 yakni salak putih, nangka, gondok, gula pasir, embadan, nenas, maong, getih, nyuh, bekung, pade, sepet, cengkeh, dan injin. *k16
1
Komentar