Saksi Satpol PP Ketakutan
Hakim berulang kali menanyakan ketegasan saksi I Made Budiarta (PNS Satpol PP), apakah ditendang atau hanya disentuh, namun Budiarta selalu berbelit-belit.
Ismaya Bantah Lakukan Pengancaman
DENPASAR, NusaBali
Sebanyak 13 saksi dihadirkan dalam sidang pentolan Ormas (Organisasi Kemasyarakatan) yang juga calon DPD RI Dapil Bali, I Ketut Putra Ismaya Jaya, 40, yang menjadi terdakwa dugaan penganiayaan dan pengancaman terhadap anggota Satpol PP Provinsi Bali, Kamis (29/11) pukul 14.00 Wita. Dalam sidang, saksi Satpol PP yang dihadirkan mengaku ketakutan dengan aksi pengancaman yang dilakukan Ismaya cs.
Selain Ismaya, dua anak buahnya yang menjadi terdakwa yaitu I Ketut Sutama, 51, dan I Gusti Ngurah Endrajaya alias Gung Wah, 28, juga menjalani sidang. Sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Made Lovi Pusnawan menghadirkan 13 saksi. Diantaranya, I Nyoman Sujana dan I Made Dodi (Polisi), I Dewa Nyoman Rai Darmadi (Kabid Trantib), I Made Budiarta (PNS Satpol PP), Surajo (PNS Satpol PP), I Nyoman Kariyana, AA Made Warsika, Gede Jayadi, I Wayan Nuasta, I Nyoman Sudana, IB Gede Suartana, I Made Dwipayana, I Made Sukadana (anggota Satpol PP).
Saksi pertama yang diperiksa yaitu I Made Budiarta yang merupakan Komandan Kompi Satpol PP Provinsi Bali. Dalam keterangannya, Budiarta terkesan berbelit-belit terutama saat ditanya terkait dugaan penendangan yang dilakukan salah satu terdakwa. Meski dalam BAP di kepolisian ia mengaku ditendang salah satu terdakwa, namun dalam persidangan ia justru mengaku hanya disentuh.
Majelis hakim Bambang Ekaputra berulang kali menanyakan ketegasan saksi apakah ditendang atau hanya disentuh, namun Budiarta selalu berbelit-belit. Ia malah mengaku dalam tekanan penyidik saat penyidikan. “Yang saya terangkan ke penyidik, waktu itu saya sedang telpon Kabid. Lalu tiba-tiba kaki saya disentuh dan saya tidak tahu siapa yang menyentuh kaki saya saat itu karena sedang konsen nelpon Kabid,” bebernya. “Penyidik juga bilang waktu itu kalau kaki saya disentuh kaki orang lain sama saja dengan ditendang. Penyidik juga bilang pelakunya sudah ngaku nendang. Makanya di BAP saya bilang ditendang,” imbuhnya. Saat ditanya apakah dirinya merasa takut saat itu, Budiarta mengiyakannya. “Ya saya takut,” ujarnya.
Majelis hakim juga sempat mengancam Budiarta dengan ancaman pasal memberikan keterangan palsu dalam sidang karena keterangannya yang berbelit-belit. “Boleh saja anda berkilah. Tapi dalam undang-undang ada ancaman pasal untuk saksi yang memberikan keterangan palsu dengan acaman hukuman 7 tahun,” ujar hakim Bambang Ekaputra.
Berbeda dengan saksi pertama, saksi kedua yang dihadirkan yaitu I Gede Jayadi yang merupakan anggota Satpol PP Provinsi Bali ini lebih terbuka. Ia mengungkap awalnya terjadi penuruna baliho di Jalan Cok Agung Tresna, Denpasar. Saat itu datang dua relawan Keris (Ketut Ismaya) dan menanyakan penurunan baliho tersebut. “Tapi saya tidak tahu apa yang dibicarakan karena saat itu yang bicara Pak Budiarta,” jelasnya.
Setelah penurunan, saksi Gede Cahyadi sempat patroli sebelum diperintahkan balik ke kantor. Tiba di kantor, ia sudah melihat kerumunan orang yang merupakan anak buah Ismaya. Saat keluar dari mobil, ia mengaku didatangi anak buah Ismaya yang merupakan terdakwa III dalam kasus ini yaitu Gung Wah. “Dia langsung buka jaket dan bilang wanen-wanen Satpol PP nurunin baliho,” ujar Gede Cahyadi.
Tidak hanya itu, ia juga mengungkap adanya ancaman dari Ismaya kepada pimpinannya, Kabid Trantib, I Dewa Nyoman Rai Darmadi. Saat itu ia mendengar Ismaya mengatakan ci bani mati cang bani mati. “Waktu itu Pak Ismaya dan Kabid ngobrol sambil duduk di bawah pohon. Lalu saya cuci tangan dekat sana dan dengar Pak Ismaya mengatakan ancaman tersebut,” jelasnya. Saat ditanya majelis hakim perasaan Cahyadi usai mendengar ancaman-ancaman tersebut, ia mengaku trauma dan takut. “Saya trauma dan takut,” ujarnya.
Sementara itu, Ismaya yang mendapat giliran menanggapi keterangan saksi-saksi tersebut langsung membantah. Ia mengatakan tidak pernah melakukan pengancaman apalagi seperti yang disebutkan saksi. Ismaya mengaku hanya mengatakan ‘Cang nak Bali. Cang Bani mati nindihin gumi Bali’. “Jadi mungkin saksi hanya mendengar sepenggal kata yang diucapkan terdakwa Ismaya dan tidak mendengarnya secara menyeluruh karena waktu itu saksi hanya mendengar sepintas saat cuci tangan,” tambah kuasa hukum Ismaya yang diwakili Agus Samijaya dkk. Sidang sendiri masih berlangsung hingga pukul 19.00 Wita untuk mendengarkan keterangan 11 saksi lainnya. *rez
DENPASAR, NusaBali
Sebanyak 13 saksi dihadirkan dalam sidang pentolan Ormas (Organisasi Kemasyarakatan) yang juga calon DPD RI Dapil Bali, I Ketut Putra Ismaya Jaya, 40, yang menjadi terdakwa dugaan penganiayaan dan pengancaman terhadap anggota Satpol PP Provinsi Bali, Kamis (29/11) pukul 14.00 Wita. Dalam sidang, saksi Satpol PP yang dihadirkan mengaku ketakutan dengan aksi pengancaman yang dilakukan Ismaya cs.
Selain Ismaya, dua anak buahnya yang menjadi terdakwa yaitu I Ketut Sutama, 51, dan I Gusti Ngurah Endrajaya alias Gung Wah, 28, juga menjalani sidang. Sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Made Lovi Pusnawan menghadirkan 13 saksi. Diantaranya, I Nyoman Sujana dan I Made Dodi (Polisi), I Dewa Nyoman Rai Darmadi (Kabid Trantib), I Made Budiarta (PNS Satpol PP), Surajo (PNS Satpol PP), I Nyoman Kariyana, AA Made Warsika, Gede Jayadi, I Wayan Nuasta, I Nyoman Sudana, IB Gede Suartana, I Made Dwipayana, I Made Sukadana (anggota Satpol PP).
Saksi pertama yang diperiksa yaitu I Made Budiarta yang merupakan Komandan Kompi Satpol PP Provinsi Bali. Dalam keterangannya, Budiarta terkesan berbelit-belit terutama saat ditanya terkait dugaan penendangan yang dilakukan salah satu terdakwa. Meski dalam BAP di kepolisian ia mengaku ditendang salah satu terdakwa, namun dalam persidangan ia justru mengaku hanya disentuh.
Majelis hakim Bambang Ekaputra berulang kali menanyakan ketegasan saksi apakah ditendang atau hanya disentuh, namun Budiarta selalu berbelit-belit. Ia malah mengaku dalam tekanan penyidik saat penyidikan. “Yang saya terangkan ke penyidik, waktu itu saya sedang telpon Kabid. Lalu tiba-tiba kaki saya disentuh dan saya tidak tahu siapa yang menyentuh kaki saya saat itu karena sedang konsen nelpon Kabid,” bebernya. “Penyidik juga bilang waktu itu kalau kaki saya disentuh kaki orang lain sama saja dengan ditendang. Penyidik juga bilang pelakunya sudah ngaku nendang. Makanya di BAP saya bilang ditendang,” imbuhnya. Saat ditanya apakah dirinya merasa takut saat itu, Budiarta mengiyakannya. “Ya saya takut,” ujarnya.
Majelis hakim juga sempat mengancam Budiarta dengan ancaman pasal memberikan keterangan palsu dalam sidang karena keterangannya yang berbelit-belit. “Boleh saja anda berkilah. Tapi dalam undang-undang ada ancaman pasal untuk saksi yang memberikan keterangan palsu dengan acaman hukuman 7 tahun,” ujar hakim Bambang Ekaputra.
Berbeda dengan saksi pertama, saksi kedua yang dihadirkan yaitu I Gede Jayadi yang merupakan anggota Satpol PP Provinsi Bali ini lebih terbuka. Ia mengungkap awalnya terjadi penuruna baliho di Jalan Cok Agung Tresna, Denpasar. Saat itu datang dua relawan Keris (Ketut Ismaya) dan menanyakan penurunan baliho tersebut. “Tapi saya tidak tahu apa yang dibicarakan karena saat itu yang bicara Pak Budiarta,” jelasnya.
Setelah penurunan, saksi Gede Cahyadi sempat patroli sebelum diperintahkan balik ke kantor. Tiba di kantor, ia sudah melihat kerumunan orang yang merupakan anak buah Ismaya. Saat keluar dari mobil, ia mengaku didatangi anak buah Ismaya yang merupakan terdakwa III dalam kasus ini yaitu Gung Wah. “Dia langsung buka jaket dan bilang wanen-wanen Satpol PP nurunin baliho,” ujar Gede Cahyadi.
Tidak hanya itu, ia juga mengungkap adanya ancaman dari Ismaya kepada pimpinannya, Kabid Trantib, I Dewa Nyoman Rai Darmadi. Saat itu ia mendengar Ismaya mengatakan ci bani mati cang bani mati. “Waktu itu Pak Ismaya dan Kabid ngobrol sambil duduk di bawah pohon. Lalu saya cuci tangan dekat sana dan dengar Pak Ismaya mengatakan ancaman tersebut,” jelasnya. Saat ditanya majelis hakim perasaan Cahyadi usai mendengar ancaman-ancaman tersebut, ia mengaku trauma dan takut. “Saya trauma dan takut,” ujarnya.
Sementara itu, Ismaya yang mendapat giliran menanggapi keterangan saksi-saksi tersebut langsung membantah. Ia mengatakan tidak pernah melakukan pengancaman apalagi seperti yang disebutkan saksi. Ismaya mengaku hanya mengatakan ‘Cang nak Bali. Cang Bani mati nindihin gumi Bali’. “Jadi mungkin saksi hanya mendengar sepenggal kata yang diucapkan terdakwa Ismaya dan tidak mendengarnya secara menyeluruh karena waktu itu saksi hanya mendengar sepintas saat cuci tangan,” tambah kuasa hukum Ismaya yang diwakili Agus Samijaya dkk. Sidang sendiri masih berlangsung hingga pukul 19.00 Wita untuk mendengarkan keterangan 11 saksi lainnya. *rez
1
Komentar