Bulcofest, Saat Kopi Buleleng Bidik Pasar Ekspor
Sejumlah produksi kopi robusta di Kabupaten Buleleng diparadekan dalam Buleleng Coffee Festival (Bulcofest) yang dilaksanakan Dinas Pertanian menggandeng Junior Chamber International (JCI) Buleleng.
SINGARAJA, NusaBali
Pameran produksi coffee yang dilaksanakan di Lapangan Sekumpul, Desa Sekumpul, Sawan, Buleleng pada 1-2 Desember ini merupakan upaya mengangkat produksi kopi di Buleleng untuk dapat menyasar pasar ekspor.
Kepala Dinas Pertanian Buleleng, Nyoman Genep, ditemui di sela-sela pembukaan, Sabtu (1/12) pagi mengatakan festival kopi yang pertama kalinya digelar ini menghadirkan sejumlah produksi kopi robusta dari berbagai daerah penghasil kopi di Buleleng. Seperti kopi robusta hasil pertanian warga Desa Sekumpul, Galungan, Lemukih di Kecamatan Sawan, Desa Banyuatis di Kecamatan Banjar dan Desa Pucak Sari Kecamatan Busungbiu.
Dari hasil perkebunan kopi, kelompok masyarakat dan Kelompok Wanita Tani (KWT) menghadirkan sejumlah olahan kopi, mulai dari yang baru disanggrai, berupa beras kopi hingga serbuk kopi siap minum. “Dalam kegiatan ini kami ingin mengangkat produksi kopi di Buleleng yang selama ini belum maksimal, padahal potensinya sangat besar,” ungkap Genep. Sejauh ini menurut catatan di Dinas Pertanian Buleleng, luas lahan kopi varietas robusta di Buleleng mencapai 10.650 hektare, sedangkan varietas arabika sebanyak 2.500 hektare tersebar hampir di seluruh kecamatan di Buleleng.
Hanya saja sejauh ini keberadaan tanaman kopi di Buleleng belum digarap serius oleh para petani. Sehingga mereka seringkali mengalami penurunan harga yang sangat drastis saat musim panen raya. “Belum maksimal soal penanganan pasca panen yang belum dilakukan petani kami di Buleleng. Padahal nilai tambah kopi itu akan laku terjual lebih mahal saat sudah menjadi olahan,” imbuh mantan Kadis Lingkungan Hidup ini. Jika petani atau KWT mampu melakukan pengolahan, maka selisih harga jual yang didapatkan sangat tinggi. Misalnya saja kopi robusta juka dijual kering setelah dijemur hanya laku tak lebih dari belasan ribu per kilogram, tetapi jika sudah diolah hingga menjadi serbuk siap seduh satu kilonya bisa terjual Rp 26 ribu.
Sementara itu, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana, yang hadir langsung membuka Bulcofest mengatakan sangat mendukung petani yang ingin membudidayakan tanaman kopi. “Nanti mungkin ibu-ibu PKK bisa membuat olahan makanan dengan bahan dasar kopi misalnya jajanan tradisional dan roti dengan rasa kopi,” ungkapnya. Bupati yang akrab disapa PAS ini juga mengaku akan terus berusaha untuk mempromosikan kopi Buleleng. Menurutnya, Kabupaten Buleleng memiliki keunggulan kopi yang tidak dimiliki daerah lain. *k23
Pameran produksi coffee yang dilaksanakan di Lapangan Sekumpul, Desa Sekumpul, Sawan, Buleleng pada 1-2 Desember ini merupakan upaya mengangkat produksi kopi di Buleleng untuk dapat menyasar pasar ekspor.
Kepala Dinas Pertanian Buleleng, Nyoman Genep, ditemui di sela-sela pembukaan, Sabtu (1/12) pagi mengatakan festival kopi yang pertama kalinya digelar ini menghadirkan sejumlah produksi kopi robusta dari berbagai daerah penghasil kopi di Buleleng. Seperti kopi robusta hasil pertanian warga Desa Sekumpul, Galungan, Lemukih di Kecamatan Sawan, Desa Banyuatis di Kecamatan Banjar dan Desa Pucak Sari Kecamatan Busungbiu.
Dari hasil perkebunan kopi, kelompok masyarakat dan Kelompok Wanita Tani (KWT) menghadirkan sejumlah olahan kopi, mulai dari yang baru disanggrai, berupa beras kopi hingga serbuk kopi siap minum. “Dalam kegiatan ini kami ingin mengangkat produksi kopi di Buleleng yang selama ini belum maksimal, padahal potensinya sangat besar,” ungkap Genep. Sejauh ini menurut catatan di Dinas Pertanian Buleleng, luas lahan kopi varietas robusta di Buleleng mencapai 10.650 hektare, sedangkan varietas arabika sebanyak 2.500 hektare tersebar hampir di seluruh kecamatan di Buleleng.
Hanya saja sejauh ini keberadaan tanaman kopi di Buleleng belum digarap serius oleh para petani. Sehingga mereka seringkali mengalami penurunan harga yang sangat drastis saat musim panen raya. “Belum maksimal soal penanganan pasca panen yang belum dilakukan petani kami di Buleleng. Padahal nilai tambah kopi itu akan laku terjual lebih mahal saat sudah menjadi olahan,” imbuh mantan Kadis Lingkungan Hidup ini. Jika petani atau KWT mampu melakukan pengolahan, maka selisih harga jual yang didapatkan sangat tinggi. Misalnya saja kopi robusta juka dijual kering setelah dijemur hanya laku tak lebih dari belasan ribu per kilogram, tetapi jika sudah diolah hingga menjadi serbuk siap seduh satu kilonya bisa terjual Rp 26 ribu.
Sementara itu, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana, yang hadir langsung membuka Bulcofest mengatakan sangat mendukung petani yang ingin membudidayakan tanaman kopi. “Nanti mungkin ibu-ibu PKK bisa membuat olahan makanan dengan bahan dasar kopi misalnya jajanan tradisional dan roti dengan rasa kopi,” ungkapnya. Bupati yang akrab disapa PAS ini juga mengaku akan terus berusaha untuk mempromosikan kopi Buleleng. Menurutnya, Kabupaten Buleleng memiliki keunggulan kopi yang tidak dimiliki daerah lain. *k23
1
Komentar