Warga Bubarkan Persembahyangan di Pengeragoan
Pemilik usaha penyosohan kopi, I Wayan Arka dicurigai memeluk aliran sesat karena menyembah patung rangda.
NEGARA, NusaBali
Krama Banjar Pengeragoan Dauh Tukad, Desa Pengeragoan, Kecamatan Pekutatan, Jembrana membubarkan persembahyangan di usaha penyosohan biki kopi Koperasi Serba Usaha (KSU) Mitra Usadha Bali di banjar setempat pada Saniscara Pon Matal, Sabtu (23/4) malam. Warga menyangka pemilik usaha penyosohan kopi, I Wayan Arka, 65, merupakan penganut aliran sesat. Pembubaran aktivitas persembahyangan nyaris diwarnai bentrokan warga dengan anggota KSU Mitra Usadha Bali.
Pembubaran aktivitas persembahyangan di usaha penyosohan kopi milik I Wayan Arka dipimpin Kelian Banjar Adat Pengeragoan Dauh Tukad I Nyoman Nabayasa dan Kelian Dinas I Ketut Mustika, sekitar pukul 19.00 Wita. Awalnya krama melihat puluhan orang yang berkumpul di KSU Mitra Usadha Bali sejak pukul 18.00 Wita. Warga mencurigai aktivitas persembahyangan di usaha penyosohan kopi KSU Mitra Usadha Bali itu merupakan aliran sesat. Kecurigaan tersebut berdasar ritual upacara yang beda. Termasuk menyembah patung Rangda.
Ratusan krama yang mendatangi usaha penyosohan kopi itu pun langsung beraksi ingin membubarkan aktivitas persembahyangan. Sekitar 80 umat yang sedang sembahyang pun melakukan perlawanan. Adu mulut tak terelakkan. Beruntung anggota Polres Jembrana segera tiba di TKP sehingga bentrok fisik dapat dihindari. Warga yang ingin menghancurkan bangunan di tempat usaha itu balik ke rumah masing-masing setelah para anggota KSU Mitra Usadha Bali yang mengaku berasal dari kabupaten/kota se-Bali itu membubarkan diri. Meski massa dan umat telah pergi, polisi masih berjaga-jaga di lokasi.
Terkait salah paham antara krama Banjar Pengeragoan Dauh Tukad dengan KSU Mitra Usadha ini akhirnya dimediasi di Kantor Camat Pekutatan, Minggu (24/4). Mediasi itu sempat dihadiri Kapolres Jembrana AKBP Djoni Widodo, Dandim 1617/Jembrana Letkol Inf Sansan Iskandar, Kepala Kantor Kesbangpol I Gusti Ngurah Dharma Putra, Camat Pekutatan I Ketut Eko Susila, Ketua PHDI Kabupaten Jembrana I Komang Arsana, dan Kepala Kantor Kementerian Agama I Gusti Komang Sumberjana.
Hasilnya, dengan pertimbangan kondusitifitas wilayah, Wayan Arka menandatangani sejumlah kesepakatan. Di antaranya tidak melakukan aktivitas lain, selain penjemuran kopi. Dalam melaksanakan piodalan akan menyesuaikan dengan dresta yang berlaku di desa pakraman setempat. Ditemui usai mediasi Arka menilai kejadian semalam karena miss komunikasi. Kecurigaan krama mengenai dirinya mengusung aliran tertentu atau sekte tidaklah benar.
Arka yang berasal dari Banjar Pasatan, Desa Ketewel, Kecamatan Sukawati, Gianyar mengaku sebagai penekun usadha (pengobatan tradisional Bali). “Tidak ada ritual tertentu, hanya menghaturkan banten dan berdoa memohon kesembuhan,” ujarnya. Dalam mengobati pasien, ia memberikan boreh (lulur) dan minyak racikan. Sementara anak I Wayan Arka, I Nyoman Sweta, 38, yang juga pengurus KSU Mitra Usadha Bali mengatakan ritual yang digelar saat malam minggu hanya persembahyangan bersama dalam rangka piodalan di koperasi. Puluhan warga yang mengikuti persembahyangan adalah anggota koperasi.
Dalam persembhayangan itu, sempat diwarnai kerauhan (kesurupan) yang mengundang kecurigaan krama setempat. Padahal menurutnya, kerauhan yang terjadi itu merupakan pasien yang belum sembuh. Sweta mengatakan, terkait patung Rangda yang pernah ada di lokasi dan dipermasalahkan krama, juga tidak ada kaitan dengan aliran tertentu. Menurutnya, semua anggota koperasi memiliki kepercayaan dan pandangan yang sama. Mengenai akvtivitas yang dinilai terlalu tertutup, Sweta mengaku sebaliknya. Dibuktikan, dengan tidak memasang pagar sehingga semua orang bisa melihat aktivitas di dalam.
Ketua PHDI Kabupaten Jembrana, I Komang Arsana, menyebut terjadinya gesekan antara kelompok I Wayan Arka dengan krama setempat itu hanyalah kesalahpahaman semata. Seperti adanya upacara yang tidak biasa, sehingga menimbulkan salah persepsi dari sudut Desa Kala Patra dan dresta desa pakraman setempat. “Sudah ada mediasi, semuanya jadi paham,” katanya.
Sedangkan Bendesa Pakraman Pengeragoan Dangin Tukad, I Nyoman Sukadana, memastikan segera menyampaikan hasil mediasi tersebut. Sesuai kesepakatan tersebut, pihaknya akan terus melakukan pemantauan aktivitas di lokasi. Ketika kesepakatan dilanggar, pihaknya tidak akan mau bertanggungjawab. “Makanya, malam ini juga kami mau sosialisasikan hasil kesepakatan lewat paruman pamucuk. Intinya, kami tidak ingin ada masalah di sini,” tandasnya. 7 ode
1
Komentar