Dishub Rancang Bus Sekolah Tiketnya Sampah
Tiap pelajar di Denpasar yang akan naik bus sekolah nantinya wajib ‘membayar’ dengan lima botol plastik bekas.
DENPASAR, NusaBali
Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Denpasar merancang sistem tiket berupa sampah botol plastik bagi pelajar yang naik bus sekolah. Botol plastik bekas yang dibawa tiap-tiap pelajar itu akan dikumpulkan melalui bank sampah yang ada masing-masing di sekolah.
Kepala Unit Pelayanan Teknis Transportasi Darat Dinas Perhubungan Kota Denpasar I Dewa Ketut Adi Pradnyana saat dikonfirmasi, Minggu (2/12), mengungkapkan, untuk merealisasikan gagasan tersebut Dishub bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (Dinas LHK) Denpasar. Tujuannya untuk memberikan pembelajaran tentang menjaga kebersihan lingkungan. Setiap pelajar yang naik bus sekolah, wajib membawa lima (5) botol plastik bekas. Sekali naik, ‘membayar’ dengan lima botol plastik bekas. Botol-botol tersebut diserahkan di bank sampah yang ada di tiap-tiap sekolah. Dan bank sampah yang nantinya mengelola sampah tersebut. Botol-botol yang terkumpul itu dianggap sebagai tabungan pelajar bersangkutan. Setiap bulan, sampah botol plastik tersebut akan ditimbang. Dari situ akan diketahui jumlah nominal tabungan. Diperkirakan nominal antara Rp 3.000 – Rp 5.000.
Menurut Dewa Adi, saat ini pihaknya masih mempelajari proses tersebut. Bahkan Dishub Denpasar belajar ke Pemkot Surabaya yang sudah menerapkan lebih dulu, yakni naik bus membayar tiket dengan sampah botol plastik.
“Kami masih mengkaji semuanya. Kami juga sudah belajar bagaimana sistemnya. Kalau di Surabaya, pemerintah sebagai pelaku usaha. Namun di Denpasar nantinya kami akan hidupkan bank sampah yang nantinya pelaku usahanya bank sampah tersebut. Jadi pemerintah tidak ada campur tangan lagi,” ucap Dewa Adi.
Dewa Adi mengungkapkan, pihaknya saat ini masih terus menggodok agar semua sistem bisa diterapkan dengan baik, terutama kesiapan bank sampah dan petugasnya.
“Kami masih menyiapkan teknis dan sistemnya. Jadi kami terus mengkaji agar nantinya jika sudah sempurna bisa juga memiliki Perwali (peraturan walikota, Red) untuk landasan hukum sistem tiket dibayar sampah ini. Bahkan kami juga harus sosialisasi kepada orangtua murid untuk kesiapannya,” imbuh Dewa Adi.
Dia berharap, dengan adanya Perwali mengenai pelarangan penggunaan tas plastik, pihaknya juga bisa menerapkan hal yang sama dengan bus sekolah. Sehingga penerapan ini bisa sejalan dengan peraturan pemerintah Denpasar. “Kami berharap pada bulan Januari 2019 bisa diterapkan. Biar bisa berjalan dan dibuatkan Perwali karena sejalan dengan peraturan pemerintah yang baru tentang penggunaan tas plastik,” tandasnya. *mi
Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Denpasar merancang sistem tiket berupa sampah botol plastik bagi pelajar yang naik bus sekolah. Botol plastik bekas yang dibawa tiap-tiap pelajar itu akan dikumpulkan melalui bank sampah yang ada masing-masing di sekolah.
Kepala Unit Pelayanan Teknis Transportasi Darat Dinas Perhubungan Kota Denpasar I Dewa Ketut Adi Pradnyana saat dikonfirmasi, Minggu (2/12), mengungkapkan, untuk merealisasikan gagasan tersebut Dishub bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (Dinas LHK) Denpasar. Tujuannya untuk memberikan pembelajaran tentang menjaga kebersihan lingkungan. Setiap pelajar yang naik bus sekolah, wajib membawa lima (5) botol plastik bekas. Sekali naik, ‘membayar’ dengan lima botol plastik bekas. Botol-botol tersebut diserahkan di bank sampah yang ada di tiap-tiap sekolah. Dan bank sampah yang nantinya mengelola sampah tersebut. Botol-botol yang terkumpul itu dianggap sebagai tabungan pelajar bersangkutan. Setiap bulan, sampah botol plastik tersebut akan ditimbang. Dari situ akan diketahui jumlah nominal tabungan. Diperkirakan nominal antara Rp 3.000 – Rp 5.000.
Menurut Dewa Adi, saat ini pihaknya masih mempelajari proses tersebut. Bahkan Dishub Denpasar belajar ke Pemkot Surabaya yang sudah menerapkan lebih dulu, yakni naik bus membayar tiket dengan sampah botol plastik.
“Kami masih mengkaji semuanya. Kami juga sudah belajar bagaimana sistemnya. Kalau di Surabaya, pemerintah sebagai pelaku usaha. Namun di Denpasar nantinya kami akan hidupkan bank sampah yang nantinya pelaku usahanya bank sampah tersebut. Jadi pemerintah tidak ada campur tangan lagi,” ucap Dewa Adi.
Dewa Adi mengungkapkan, pihaknya saat ini masih terus menggodok agar semua sistem bisa diterapkan dengan baik, terutama kesiapan bank sampah dan petugasnya.
“Kami masih menyiapkan teknis dan sistemnya. Jadi kami terus mengkaji agar nantinya jika sudah sempurna bisa juga memiliki Perwali (peraturan walikota, Red) untuk landasan hukum sistem tiket dibayar sampah ini. Bahkan kami juga harus sosialisasi kepada orangtua murid untuk kesiapannya,” imbuh Dewa Adi.
Dia berharap, dengan adanya Perwali mengenai pelarangan penggunaan tas plastik, pihaknya juga bisa menerapkan hal yang sama dengan bus sekolah. Sehingga penerapan ini bisa sejalan dengan peraturan pemerintah Denpasar. “Kami berharap pada bulan Januari 2019 bisa diterapkan. Biar bisa berjalan dan dibuatkan Perwali karena sejalan dengan peraturan pemerintah yang baru tentang penggunaan tas plastik,” tandasnya. *mi
Komentar