NPL Naik, Kinerja BPR di Bali Turun
Perbarindo tepis kredit macet, namun lambat bayar
DENPASAR, NusaBali
Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (BPR)/Perbarindo Bali akan melakukan upaya dan pendekatan kepada debitur yang mengalami keterlambatan pengembalian kredit. Upaya itu dilakukan menyusul meningkatnya ratio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) BPR dari 7,82 persen menjadi 9,24 persen, di atas NPL BPR Nasional sebesar 7,16 persen.
Hal itu terungkap dalam Evaluasi Kinerja BPR se Bali 2018 dan Outlook Ekonomi 2018 di Trans Hotel, Seminyak Kuta, Selasa (4/12). Ketua Perbarindo Bali I Ketut Wiratjana menyatakan kenaikan NPL tersebut secara umum karena faktor melesunya perekonomian. Kondisi tersebut, menyebabkan banyak pengusaha mengalami keterlambatan mengembalikan kredit. “Jadi itu bukan kredit macet. Hanya kelambatan membayar,” tepis Wiratjana.
Selain itu peningkatan NPL juga merupakan imbas dari merosotnya sektor properti.”Itu masih ada sisanya,” ujarnya. Namun juga diakui kenaikan NPL, karena pengaruh faktor-faktor lain. Terkait hal itu, BPR kata Wiratjana akan melakukan upaya dan langkah-langkah penyelesaian agar debitur bisa kembali melakukan pengembalian kredit secara lancar.
“Kita akan persuasif agar nasabah bisa membayarkan kreditnya,” ujar Wiratjana. Hal itu akan dilakukan secara pelan-pelan. BPR, menurut Wiratjana menghindari upaya keras, seperti penyitaan jaminan untuk penyelesaian kredit bermasalah.
Di pihak lain,Wiratjana mengakui peningkatan NPL menjadikan BPR semakin berhati-hati dalam mengeluarkan kredit. Sebelumnya sikap hati-hati sudah dilakukan dalam penyaluran kredit.
Sebelumnya dari evaluasi yang dilakukan OJK, kinerja BPR di Bali masih cukup baik, namun mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Penurunan tersebut terjadi pada komponen-komponen pertumbuhan.
Diantaranya aset, dana pihak ketiga (DPK), penyaluran kredit. Untuk aset sebesar Rp 15 triliun, dengan tingkat pertumbuhan sebesar 8,27 persen, menurun dibanding tahun 2017 yang pertumbuhannya sebesar 8,97 persen.
Kemudian dana pihak ketika (DPK) tercatat Rp 10,44 triliun, dengan tingkat pertumbuhan 13,03 persen, lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 16,31 persen. Penyaluran kredit Rp 10,12 triliun dengan peningkatan 6,66 persen, juga lebih rendah dari tahun lalu sebesar 8,73 persen.
Di sisi lain pertumbuhan DPK lebih tinggi dibandingkan penyaluran kredit. Hal ini mengakibatkan fungsi intermediasi BPR terus menurun. Ujungnya menyebabkan LDR BPR pada September 2018 menurun hanya 71,65 persen.
Sedang LDR pada September 2017 sebesar 72,99 persen.Sementara NPL mengalami peningkatan dari 7,82 persen menjadi 9,24 persen lebih tinggi dari NPL BPR Nasional sebesar 7,16 persen.
”Data NPL ini mencerminkan masih tingginya risiko kredit BPR, yang merupakan permasalahan utama yang dihadapi BPR saat ini dan di tahun mendatang,” warning Ketua OJK Kantor Regional 8 Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Hizbullah.
Dia meminta BPR dan nasabahnya menyelesaikan persoalan NPL ini. Misalnya dengan memperpanjang jangka waktu pengembalian, penurunan bunga atau pengurangan denda. Untuk diketahui di Bali ada 136 BPR. Jumlah BPR di Bali terbanyak dari Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur yang masing-masing dengan 32 BPR dan 12 BPR. *K17
Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (BPR)/Perbarindo Bali akan melakukan upaya dan pendekatan kepada debitur yang mengalami keterlambatan pengembalian kredit. Upaya itu dilakukan menyusul meningkatnya ratio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) BPR dari 7,82 persen menjadi 9,24 persen, di atas NPL BPR Nasional sebesar 7,16 persen.
Hal itu terungkap dalam Evaluasi Kinerja BPR se Bali 2018 dan Outlook Ekonomi 2018 di Trans Hotel, Seminyak Kuta, Selasa (4/12). Ketua Perbarindo Bali I Ketut Wiratjana menyatakan kenaikan NPL tersebut secara umum karena faktor melesunya perekonomian. Kondisi tersebut, menyebabkan banyak pengusaha mengalami keterlambatan mengembalikan kredit. “Jadi itu bukan kredit macet. Hanya kelambatan membayar,” tepis Wiratjana.
Selain itu peningkatan NPL juga merupakan imbas dari merosotnya sektor properti.”Itu masih ada sisanya,” ujarnya. Namun juga diakui kenaikan NPL, karena pengaruh faktor-faktor lain. Terkait hal itu, BPR kata Wiratjana akan melakukan upaya dan langkah-langkah penyelesaian agar debitur bisa kembali melakukan pengembalian kredit secara lancar.
“Kita akan persuasif agar nasabah bisa membayarkan kreditnya,” ujar Wiratjana. Hal itu akan dilakukan secara pelan-pelan. BPR, menurut Wiratjana menghindari upaya keras, seperti penyitaan jaminan untuk penyelesaian kredit bermasalah.
Di pihak lain,Wiratjana mengakui peningkatan NPL menjadikan BPR semakin berhati-hati dalam mengeluarkan kredit. Sebelumnya sikap hati-hati sudah dilakukan dalam penyaluran kredit.
Sebelumnya dari evaluasi yang dilakukan OJK, kinerja BPR di Bali masih cukup baik, namun mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Penurunan tersebut terjadi pada komponen-komponen pertumbuhan.
Diantaranya aset, dana pihak ketiga (DPK), penyaluran kredit. Untuk aset sebesar Rp 15 triliun, dengan tingkat pertumbuhan sebesar 8,27 persen, menurun dibanding tahun 2017 yang pertumbuhannya sebesar 8,97 persen.
Kemudian dana pihak ketika (DPK) tercatat Rp 10,44 triliun, dengan tingkat pertumbuhan 13,03 persen, lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 16,31 persen. Penyaluran kredit Rp 10,12 triliun dengan peningkatan 6,66 persen, juga lebih rendah dari tahun lalu sebesar 8,73 persen.
Di sisi lain pertumbuhan DPK lebih tinggi dibandingkan penyaluran kredit. Hal ini mengakibatkan fungsi intermediasi BPR terus menurun. Ujungnya menyebabkan LDR BPR pada September 2018 menurun hanya 71,65 persen.
Sedang LDR pada September 2017 sebesar 72,99 persen.Sementara NPL mengalami peningkatan dari 7,82 persen menjadi 9,24 persen lebih tinggi dari NPL BPR Nasional sebesar 7,16 persen.
”Data NPL ini mencerminkan masih tingginya risiko kredit BPR, yang merupakan permasalahan utama yang dihadapi BPR saat ini dan di tahun mendatang,” warning Ketua OJK Kantor Regional 8 Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Hizbullah.
Dia meminta BPR dan nasabahnya menyelesaikan persoalan NPL ini. Misalnya dengan memperpanjang jangka waktu pengembalian, penurunan bunga atau pengurangan denda. Untuk diketahui di Bali ada 136 BPR. Jumlah BPR di Bali terbanyak dari Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur yang masing-masing dengan 32 BPR dan 12 BPR. *K17
Komentar