Maut Mengintai dari Bangkai Anjing Rabies
Bangkai anjing rabies yang sudah dieksekusi warga di Banjar Dinas Bangah, Desa Panji, membuat gelenggeleng kepala.
SINGARAJA, NusaBali
Betapa tidak, bangkai anjing perenggut nyawa itu malah menjadi olahan warung RW (warung penjual olahan daging anjing).
Meski virus rabies dapat mati dengan suhu 70 derajat saat diolah, namun potensi penularan yang lebih dikhawatirkan adalah pada orang yang mengolah daging anjing itu. “Kalau penularan lewat daging yang dikonsumsi sih tidak, karena kalau diolah dengan baik dengan suhu 70 derajat virusnya mati. Hanya yang lebih berpotensi tertular adalah yang mengolah daging anjing itu, apalagi ada luka terbuka yang dapat dikontaminasi oleh virus melalui liur anjing,” jelas Kabid Peternakan dan Kesehatan Hewan, drh I Wayan Susila.
Susila pun menjelaskan jika sifat virus rabies pada anjing terkonsentrasi pada liur yang ditularkan dan mengkontaminasi luka terbuka. Virus akan sangat mudah masuk saat orang yang memiliki luka terbuka bersentuhan langsung dengan anjing positif rabies. Selain itu virus rabies yanga da pada anjing sangat rentan mengkontaminasi daerah-daerah sensitive, seperti mata, bibir dan kemaluan. Tanpa adanya luka terbuka pun daerah itu dapat terkontaminasi virus saat kena jipratan liur anjing rabies.
Dengan kondisi tersebut, Dinas Pertanian yang selama ini sudah berkoar-koar melakukan sosialisasi dan vaksinasi massal meminta masyarakat untuk tetap waspada terhadap gigitan anjing. Ia pun meminta masyarakat cepat melaporkan kasus gigitan sekecil apapun kepada Puskesmas Pembantu yang ada di masing-masing desa, untuk segera mendapatkan penanganan dan pengawasan.
Pihaknya juga menegaskan kepada masyarakat untuk tidak mengkonsumsi daging anjing. Selain dilarang dari segi agama, anjing juga bukan termasuk hewan ternak. Hal itu pun disebut Susila tergantung dalam undang-undang pangan yang menyatakan anjing bukan merupakan produk pangan. “Kami dari pemerintah dengan tegas tidak menganjurkan masyarakat mengkonsumsi daging anjing, karena selain secara agama dilarang, anjing juga bukan hewan ternak, kami berharap masyarakat bisa pahami itu,” tegas Susila.
Sementara itu tim lintas instansi saat ini hanya bisa melakukan pengawasan dan pembinaan kepada pedagang RW, untuk mengalihkan usaha mereka. Hal tersebut menyusul tak ada peraturan yang dapat mengikat dan sanksi tertulis yang dengan tegas melarang mengolah dan mengkonsumsi daging anjing. Hingga saat ini terpantau oleh Dinas Pertanian, populasi anjing liar di Buleleng sudah mencapai 101 ribu ekor di tahun 2018.*k23
Betapa tidak, bangkai anjing perenggut nyawa itu malah menjadi olahan warung RW (warung penjual olahan daging anjing).
Meski virus rabies dapat mati dengan suhu 70 derajat saat diolah, namun potensi penularan yang lebih dikhawatirkan adalah pada orang yang mengolah daging anjing itu. “Kalau penularan lewat daging yang dikonsumsi sih tidak, karena kalau diolah dengan baik dengan suhu 70 derajat virusnya mati. Hanya yang lebih berpotensi tertular adalah yang mengolah daging anjing itu, apalagi ada luka terbuka yang dapat dikontaminasi oleh virus melalui liur anjing,” jelas Kabid Peternakan dan Kesehatan Hewan, drh I Wayan Susila.
Susila pun menjelaskan jika sifat virus rabies pada anjing terkonsentrasi pada liur yang ditularkan dan mengkontaminasi luka terbuka. Virus akan sangat mudah masuk saat orang yang memiliki luka terbuka bersentuhan langsung dengan anjing positif rabies. Selain itu virus rabies yanga da pada anjing sangat rentan mengkontaminasi daerah-daerah sensitive, seperti mata, bibir dan kemaluan. Tanpa adanya luka terbuka pun daerah itu dapat terkontaminasi virus saat kena jipratan liur anjing rabies.
Dengan kondisi tersebut, Dinas Pertanian yang selama ini sudah berkoar-koar melakukan sosialisasi dan vaksinasi massal meminta masyarakat untuk tetap waspada terhadap gigitan anjing. Ia pun meminta masyarakat cepat melaporkan kasus gigitan sekecil apapun kepada Puskesmas Pembantu yang ada di masing-masing desa, untuk segera mendapatkan penanganan dan pengawasan.
Pihaknya juga menegaskan kepada masyarakat untuk tidak mengkonsumsi daging anjing. Selain dilarang dari segi agama, anjing juga bukan termasuk hewan ternak. Hal itu pun disebut Susila tergantung dalam undang-undang pangan yang menyatakan anjing bukan merupakan produk pangan. “Kami dari pemerintah dengan tegas tidak menganjurkan masyarakat mengkonsumsi daging anjing, karena selain secara agama dilarang, anjing juga bukan hewan ternak, kami berharap masyarakat bisa pahami itu,” tegas Susila.
Sementara itu tim lintas instansi saat ini hanya bisa melakukan pengawasan dan pembinaan kepada pedagang RW, untuk mengalihkan usaha mereka. Hal tersebut menyusul tak ada peraturan yang dapat mengikat dan sanksi tertulis yang dengan tegas melarang mengolah dan mengkonsumsi daging anjing. Hingga saat ini terpantau oleh Dinas Pertanian, populasi anjing liar di Buleleng sudah mencapai 101 ribu ekor di tahun 2018.*k23
Komentar