Pasek: Mekanisme Sengketa Sudah Diatur UU Pemilu
KPU Sebut OSO Tetap Mundur dari Partai
JAKARTA, NusaBali
Partai Hanura merespons pernyataan KPU soal sang Ketua Umum (Ketum), Oesman Sapta Odang (OSO) yang harus mundur dari kepengurusan partai jika ingin masuk di DCT (Daftar Calon Tetap) anggota DPD RI. Hanura menyebut semua mekanisme sengketa sudah diatur dalam UU Pemilu.
"Saya kira itu kan beliau maju untuk pribadi di DPD kan dan UU Pemilu sudah mengatur juga bahwa kalau ada sengketa bagaimana menyelesaikan sudah diatur. Salah satunya lewat PTUN, PTUN sudah memutuskan. Saya kira UU Pemilu kan jadi acuan untuk pelaksanaan ini semua," kata Wakil Ketua Umum (Waketum) DPP Partai Hanura, Gede Pasek Suardika, Selasa (4/12) malam.
Dia kemudian berbicara soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA), dan PTUN yang tidak bertabrakan terkait pencalonan OSO. Pasek menilai yang jadi persoalan adalah waktu pelaksanaan.
"Yang dipahamkan yang berbeda kan soal waktu pelaksanaan. Itu saja, penafsiran soal waktu, karena putusan MK kan tidak boleh berlaku surut. Nah, pemahaman berlaku surut ini yang berbeda antara satu dengan yang lain. Jadi sekarang kan kalau MK itu sifatnya putusan normatif, kalau PTUN kan sifatnya imperatif. Jadi silakan KPU yang ambil keputusan seperti apa, nanti semua akan ada konsekuensinya, termasuk Pak OSO juga pasti akan ada upaya juga," ujarnya dilansir detik.com.
Selain itu, pengacara OSO, Gugum Ridho Putra mengatakan saat ini pihaknya menunggu surat pemberitahuan yang bakal disampaikan KPU. Dia mengatakan pihaknya tetap mengacu pada putusan PTUN yang menurutnya sudah jelas memerintahkan agar OSO dimasukkan ke DCT DPD.
"Kita tetap mengacu pada putusan terakhir. Di PTUN kan sudah jelas diperintahkan supaya dimasukkan ke DCT. Nah, kami akan melihat situasinya seperti apa nanti. Kalau nanti disuruh mundur, kami akan lihat dulu dalam bentuk apa keputusan KPU itu, apakah dalam bentuk peraturan KPU baru, atau DCT baru. Kami masih menunggu," ujar Gugum.
Mengenai pencalonan OSO sebagai caleg DPD RI, KPU berpegang pada putusan MK yang melarang pengurus partai politik menjadi calon DPD/senator. Keputusan MK soal anggota DPD tidak boleh lagi merangkap jabatan dengan menjadi pengurus parpol termaktub dalam putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018. KPU lalu merevisi PKPU Nomor 14 Tahun 2018 menjadi PKPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang pencalonan perseorangan peserta pemilu anggota DPD. PKPU tersebut menghambat langkah OSO sebagai caleg DPD karena posisinya sebagai Ketum Hanura.
OSO lalu mengajukan permohonan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) terhadap PKPU Nomor 26 Tahun 2018. MA lalu memutuskan Pemilu 2019 bisa diikuti calon anggota DPD yang juga pengurus parpol. Selain itu, OSO menggugat KPU ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait pencalonannya sebagai caleg DPD. PTUN memenangkan OSO dan meminta memasukkan nama OSO sebagai calon anggota DPD pada Pemilu 2019. *
Partai Hanura merespons pernyataan KPU soal sang Ketua Umum (Ketum), Oesman Sapta Odang (OSO) yang harus mundur dari kepengurusan partai jika ingin masuk di DCT (Daftar Calon Tetap) anggota DPD RI. Hanura menyebut semua mekanisme sengketa sudah diatur dalam UU Pemilu.
"Saya kira itu kan beliau maju untuk pribadi di DPD kan dan UU Pemilu sudah mengatur juga bahwa kalau ada sengketa bagaimana menyelesaikan sudah diatur. Salah satunya lewat PTUN, PTUN sudah memutuskan. Saya kira UU Pemilu kan jadi acuan untuk pelaksanaan ini semua," kata Wakil Ketua Umum (Waketum) DPP Partai Hanura, Gede Pasek Suardika, Selasa (4/12) malam.
Dia kemudian berbicara soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA), dan PTUN yang tidak bertabrakan terkait pencalonan OSO. Pasek menilai yang jadi persoalan adalah waktu pelaksanaan.
"Yang dipahamkan yang berbeda kan soal waktu pelaksanaan. Itu saja, penafsiran soal waktu, karena putusan MK kan tidak boleh berlaku surut. Nah, pemahaman berlaku surut ini yang berbeda antara satu dengan yang lain. Jadi sekarang kan kalau MK itu sifatnya putusan normatif, kalau PTUN kan sifatnya imperatif. Jadi silakan KPU yang ambil keputusan seperti apa, nanti semua akan ada konsekuensinya, termasuk Pak OSO juga pasti akan ada upaya juga," ujarnya dilansir detik.com.
Selain itu, pengacara OSO, Gugum Ridho Putra mengatakan saat ini pihaknya menunggu surat pemberitahuan yang bakal disampaikan KPU. Dia mengatakan pihaknya tetap mengacu pada putusan PTUN yang menurutnya sudah jelas memerintahkan agar OSO dimasukkan ke DCT DPD.
"Kita tetap mengacu pada putusan terakhir. Di PTUN kan sudah jelas diperintahkan supaya dimasukkan ke DCT. Nah, kami akan melihat situasinya seperti apa nanti. Kalau nanti disuruh mundur, kami akan lihat dulu dalam bentuk apa keputusan KPU itu, apakah dalam bentuk peraturan KPU baru, atau DCT baru. Kami masih menunggu," ujar Gugum.
Mengenai pencalonan OSO sebagai caleg DPD RI, KPU berpegang pada putusan MK yang melarang pengurus partai politik menjadi calon DPD/senator. Keputusan MK soal anggota DPD tidak boleh lagi merangkap jabatan dengan menjadi pengurus parpol termaktub dalam putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018. KPU lalu merevisi PKPU Nomor 14 Tahun 2018 menjadi PKPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang pencalonan perseorangan peserta pemilu anggota DPD. PKPU tersebut menghambat langkah OSO sebagai caleg DPD karena posisinya sebagai Ketum Hanura.
OSO lalu mengajukan permohonan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) terhadap PKPU Nomor 26 Tahun 2018. MA lalu memutuskan Pemilu 2019 bisa diikuti calon anggota DPD yang juga pengurus parpol. Selain itu, OSO menggugat KPU ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait pencalonannya sebagai caleg DPD. PTUN memenangkan OSO dan meminta memasukkan nama OSO sebagai calon anggota DPD pada Pemilu 2019. *
1
Komentar