Desa Pakraman Bengkala Sahkan Perarem Rabies
Pemilik Anjing Rabies Diancam Denda 1 Ton Beras dan Biaya Ngaben
SINGARAJA, NusaBali
Desa Pakraman Bengkala, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng menjadi desa adat pertama di Bali yang memiliki Perarem Rabies. Berdasarkan aturan adat ter-sebut, krama Desa Pakraman Bengkala yang ketahuan memiliki anjing terjangkit rabies terancan denda 1 ton beras dan biaya upacara ngaben.
Perarem Rabies dengan register 645.8/026/PDPB/BKL/2018 ini disahkan Desa Pakraman Bengkala, 29 Oktober 2018 lalu. Ada 8 poin yang tertuang dalam Pe-rarem Rabies versi Desa Pakraman Bengkala ini. Pertama, seluruh krama Desa Pakraman Bengkala yang memelihara anjing, wajib memberikan tanda kepemilikan dan dilaporkan ke masing-masing dadia dan tempek. Jika ditemukan anjing yang tidak ada penandanya, maka diusulkan segera dieliminasi.
Kedua, krama Desa Pakraman Bengkala yang memelihara anjing harus mengikat atau kandangkan anjingnya, sehingga tidak liar ke jalan dan pekarangan krama la-innya. Ketiga, jika ada anjing liar sampai menggigit warga, maka pemiliknya dike-nakan denda. Rinciannya, denda 1 ton beras jika anjing bersangkutan sampai me-nggigit warga di bagian leher ke atas. Sedangkan jika gigitan dari leher ke bawah, pemilik anjing didenda 500 kilogram beras, lengkap dengan biaya pengobatan dan vaksinasi hingga tuntas.
Berdasarkan Perarem Rabies, ada denda tambahan bagi pemilik anjing rabies, jika warga yang menjadi korban gigitan anjingnya sampai meninggal dunia. Dalam hal ini, pemilik anjing rabies diharuskan membiayai seluruh upacara pangabenan kor-ban hingga tahapan terakhir.
Keempat, jika pemilik anjing tidak melakukan vaksinasi anjingnya minimal seta-hun sekali, maka yang bersangkutan didenda 100 kilogram beras. Denda yang sa-ma juga berlaku bagi pemilik anjing positif rabies yang tidak melaporkan kondisi anjingnya kepada pemerintah desa dan desa pakraman.
Kelima, krama Desa Pakraman Bengkala dilarang membuang anak anjing yang memicu adanya anjing liar di tempat-tempa umum. Jika larangan ini diabaikan, sesuai Perarem Rabies, pemilik anjing didenda 50 kilogram beras per ekor anak anjing yang dibuang.
Poin ini bukan hanya berlaku bagi krama Desa Pakraman Bengkala, namun juga untuk warga dari luar desa. Jika ditemukan ada warga luar desa membuang anak anjing di wawidangan Desa Pakraman Bengkala, mereka akan dikenakan sanksi dua kali lipat, yakni denda 100 kilogram beras per satu ekor anak anjing yang dibuangnya.
“Untuk mengantisipasi hal ini, kami sudah menyebarkan Perarem Rabies yang ka-mi punya kepada 12 desa tetangga di Kecamatan Kubutambahan. Dengan begitu, desa-desa tetangga juga akan mensosialisasikan Perarem Rabies yang kami punya kepada warganya,” ungkap Kelian Sabha Desa Pakraman Bengkala, I Gede Suarta, saat ditemui NusaBali di kediamannya di Desa Bengkala, Kamis (6/12).
Ketujuh, jika ada anjing yang dilepasliarkan dan tidak bisa ditangkap hingga menjadi tak bertuan, maka anjing tersebut akan dieliminasi petugas dinas terkait. Kedelapan, eleminasi anjing liar dan ketentuan lainnya diberlakukan untuk menjamin seluruh warga Desa Bengkala aman dari gigitan anjing.
Menurut Gede Suarta, dibentuknya Perarem Rabies ini bermula dari kekhawatiran masyarakat tentang kasus gigitan anjing di desanya. Hewan ternak sebagian besar masyarakat setempat juga seringkali diganggu anjing liar. Sebelum ada perarem, kata Gede Suarta, populasi anjing liar di Desa Bengkala cukup tinggi, mencapai sekitar 1.400 ekor. Kondisi anjing yang biasa dilepasliarkan pemiliknya itu pun membuat kondisi desa semakin krodit.
“Sebelum ada Perarem Rabies, ketika terjadi kasus gigitan pada ternak dan manu-sia, tidak ada warga yang mengaku sebagai pemilik anjing tersebut. Namun, saat giliran anjingnya dieliminasi, masyarakat marah-marah,” ungkap Gede Suarta saat ditemui NusaBali di kediamannya di Desa Bengkala, Kamis (6/12).
Dari situ, kata Gede Suarta, dibuatlah Perarem Rabies. Perarem ini tidak hanya ditujukan pada anjing, tapi juga hewan ternak sapi dan babi yang rentan untuk tertular rabies jika dilepasliarkan.
Suarta menyebutkan, selain mengganggu hewan ternak, kasus gigitan anjing pada manusia di Desa Bengkala pun sangat memprihatinkan. Sempat beberapa kali terjadi kasus anjing positif rabies menggigit warga. “Kasus terakhir terjadi tahun 2017 ketika anjing positif rabies menggigit 3 orang,” kenang Suarta.
Menurut Suarta, draft Perarem Rabies mulai disusun sejak tahun 2016. Proses pe-nyusunan memakan waktu selama 2 tahun, hingga akhirnya Perarem Rabies Desa Pakraman Bengkala disahkan, 29 Oktber 2018 lalu. Sebelum disahkan, perarem ini lebih dulu disosialisasikan secara maksiman kepada krama Desa Pakraman Bengkala. Walhasil, tak ada satu pun krama setempat yang merasa ‘terpaksa’ menyetujui perarem ini.
Dalam proses penetapan Perarem Rabies, kata Suarta, seluruh elemen masyarakat mendukungnya. Itu sebabnya, Desa Pakraman Bengkala dengan mulus bisa sandang predikat sebagai ‘desa adat pertama di Bali yang telah memiliki Perarem Rabies’.
Dengan diberlakukannya Perarem Rabies Desa Pakraman Bengkala, menurut Suarta, sudah terjadi perubahan signifikan di desanya. Jalan desa yang biasanya penuh dengan lalulalang anjing liar, kini nampak tenang dan nyaman. Populasi anjing di Desa Bengkala juga menuurn drastis. Populasi anjing di Desa Bengkala yang tercatat saat ini hanya berjumlah 482 ekor, dari semula mencapai 1.400 ekor.
Anjing-anjang yang dipelihara warga Desa Bengkala saat ini dipastikan adalah anjing yang sehat dan tidak berbahaya. Kondisi ini sangat menunjang pergerakan Desa Bengkala untuk menjadi ‘desa wisata’. “Kalau desa sudah aman dari rabies, harapan kami nantinya lebih banyak wisatawan yang berkunjung ke Desa Bengkala,” tandas Suarta.
Sementara itu, seorang krama Desa pakraman Bengkala, Made Duanta, 31, mengaku sangat mendukung keberadaan Perarem Rabies ini. Dengan adanya perarem tersebut, dirinya kini tidak lagi terganggu dan pusing mengurusi keamanan ternak ayam dari serangan anjing liar. “Ya, saya sih setuju-setuju saja kalau memang itu untuk kebaikan bersama, biar ada tanggung jawab jika pelihara anjing,” ujer krama Banjar Kajanna, Desa Bengkala ini, Kamis kemarin. *k23
Desa Pakraman Bengkala, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng menjadi desa adat pertama di Bali yang memiliki Perarem Rabies. Berdasarkan aturan adat ter-sebut, krama Desa Pakraman Bengkala yang ketahuan memiliki anjing terjangkit rabies terancan denda 1 ton beras dan biaya upacara ngaben.
Perarem Rabies dengan register 645.8/026/PDPB/BKL/2018 ini disahkan Desa Pakraman Bengkala, 29 Oktober 2018 lalu. Ada 8 poin yang tertuang dalam Pe-rarem Rabies versi Desa Pakraman Bengkala ini. Pertama, seluruh krama Desa Pakraman Bengkala yang memelihara anjing, wajib memberikan tanda kepemilikan dan dilaporkan ke masing-masing dadia dan tempek. Jika ditemukan anjing yang tidak ada penandanya, maka diusulkan segera dieliminasi.
Kedua, krama Desa Pakraman Bengkala yang memelihara anjing harus mengikat atau kandangkan anjingnya, sehingga tidak liar ke jalan dan pekarangan krama la-innya. Ketiga, jika ada anjing liar sampai menggigit warga, maka pemiliknya dike-nakan denda. Rinciannya, denda 1 ton beras jika anjing bersangkutan sampai me-nggigit warga di bagian leher ke atas. Sedangkan jika gigitan dari leher ke bawah, pemilik anjing didenda 500 kilogram beras, lengkap dengan biaya pengobatan dan vaksinasi hingga tuntas.
Berdasarkan Perarem Rabies, ada denda tambahan bagi pemilik anjing rabies, jika warga yang menjadi korban gigitan anjingnya sampai meninggal dunia. Dalam hal ini, pemilik anjing rabies diharuskan membiayai seluruh upacara pangabenan kor-ban hingga tahapan terakhir.
Keempat, jika pemilik anjing tidak melakukan vaksinasi anjingnya minimal seta-hun sekali, maka yang bersangkutan didenda 100 kilogram beras. Denda yang sa-ma juga berlaku bagi pemilik anjing positif rabies yang tidak melaporkan kondisi anjingnya kepada pemerintah desa dan desa pakraman.
Kelima, krama Desa Pakraman Bengkala dilarang membuang anak anjing yang memicu adanya anjing liar di tempat-tempa umum. Jika larangan ini diabaikan, sesuai Perarem Rabies, pemilik anjing didenda 50 kilogram beras per ekor anak anjing yang dibuang.
Poin ini bukan hanya berlaku bagi krama Desa Pakraman Bengkala, namun juga untuk warga dari luar desa. Jika ditemukan ada warga luar desa membuang anak anjing di wawidangan Desa Pakraman Bengkala, mereka akan dikenakan sanksi dua kali lipat, yakni denda 100 kilogram beras per satu ekor anak anjing yang dibuangnya.
“Untuk mengantisipasi hal ini, kami sudah menyebarkan Perarem Rabies yang ka-mi punya kepada 12 desa tetangga di Kecamatan Kubutambahan. Dengan begitu, desa-desa tetangga juga akan mensosialisasikan Perarem Rabies yang kami punya kepada warganya,” ungkap Kelian Sabha Desa Pakraman Bengkala, I Gede Suarta, saat ditemui NusaBali di kediamannya di Desa Bengkala, Kamis (6/12).
Ketujuh, jika ada anjing yang dilepasliarkan dan tidak bisa ditangkap hingga menjadi tak bertuan, maka anjing tersebut akan dieliminasi petugas dinas terkait. Kedelapan, eleminasi anjing liar dan ketentuan lainnya diberlakukan untuk menjamin seluruh warga Desa Bengkala aman dari gigitan anjing.
Menurut Gede Suarta, dibentuknya Perarem Rabies ini bermula dari kekhawatiran masyarakat tentang kasus gigitan anjing di desanya. Hewan ternak sebagian besar masyarakat setempat juga seringkali diganggu anjing liar. Sebelum ada perarem, kata Gede Suarta, populasi anjing liar di Desa Bengkala cukup tinggi, mencapai sekitar 1.400 ekor. Kondisi anjing yang biasa dilepasliarkan pemiliknya itu pun membuat kondisi desa semakin krodit.
“Sebelum ada Perarem Rabies, ketika terjadi kasus gigitan pada ternak dan manu-sia, tidak ada warga yang mengaku sebagai pemilik anjing tersebut. Namun, saat giliran anjingnya dieliminasi, masyarakat marah-marah,” ungkap Gede Suarta saat ditemui NusaBali di kediamannya di Desa Bengkala, Kamis (6/12).
Dari situ, kata Gede Suarta, dibuatlah Perarem Rabies. Perarem ini tidak hanya ditujukan pada anjing, tapi juga hewan ternak sapi dan babi yang rentan untuk tertular rabies jika dilepasliarkan.
Suarta menyebutkan, selain mengganggu hewan ternak, kasus gigitan anjing pada manusia di Desa Bengkala pun sangat memprihatinkan. Sempat beberapa kali terjadi kasus anjing positif rabies menggigit warga. “Kasus terakhir terjadi tahun 2017 ketika anjing positif rabies menggigit 3 orang,” kenang Suarta.
Menurut Suarta, draft Perarem Rabies mulai disusun sejak tahun 2016. Proses pe-nyusunan memakan waktu selama 2 tahun, hingga akhirnya Perarem Rabies Desa Pakraman Bengkala disahkan, 29 Oktber 2018 lalu. Sebelum disahkan, perarem ini lebih dulu disosialisasikan secara maksiman kepada krama Desa Pakraman Bengkala. Walhasil, tak ada satu pun krama setempat yang merasa ‘terpaksa’ menyetujui perarem ini.
Dalam proses penetapan Perarem Rabies, kata Suarta, seluruh elemen masyarakat mendukungnya. Itu sebabnya, Desa Pakraman Bengkala dengan mulus bisa sandang predikat sebagai ‘desa adat pertama di Bali yang telah memiliki Perarem Rabies’.
Dengan diberlakukannya Perarem Rabies Desa Pakraman Bengkala, menurut Suarta, sudah terjadi perubahan signifikan di desanya. Jalan desa yang biasanya penuh dengan lalulalang anjing liar, kini nampak tenang dan nyaman. Populasi anjing di Desa Bengkala juga menuurn drastis. Populasi anjing di Desa Bengkala yang tercatat saat ini hanya berjumlah 482 ekor, dari semula mencapai 1.400 ekor.
Anjing-anjang yang dipelihara warga Desa Bengkala saat ini dipastikan adalah anjing yang sehat dan tidak berbahaya. Kondisi ini sangat menunjang pergerakan Desa Bengkala untuk menjadi ‘desa wisata’. “Kalau desa sudah aman dari rabies, harapan kami nantinya lebih banyak wisatawan yang berkunjung ke Desa Bengkala,” tandas Suarta.
Sementara itu, seorang krama Desa pakraman Bengkala, Made Duanta, 31, mengaku sangat mendukung keberadaan Perarem Rabies ini. Dengan adanya perarem tersebut, dirinya kini tidak lagi terganggu dan pusing mengurusi keamanan ternak ayam dari serangan anjing liar. “Ya, saya sih setuju-setuju saja kalau memang itu untuk kebaikan bersama, biar ada tanggung jawab jika pelihara anjing,” ujer krama Banjar Kajanna, Desa Bengkala ini, Kamis kemarin. *k23
1
Komentar