'Pejuang Udara Salam Satu Jalur' Tewas Lakalantas
Salah satu Tim Medsos Gubernur Bali Wayan Koster, I Ketut Sumayasa, 38, warga Banjar Sema Desa Pering Kecamatan Blahbatuh meregang nyawa dalam kecelakaan lalu lintas di Bypass IB Mantra simpang Saba, Kamis (6/12) dini hari sekitar pukul 04.30 Wita.
GIANYAR, NusaBali
Belum jelas kronologis lakalantas yang merenggut nyawa korban yang akrab disapa Ketut Pahee ini. Pihak keluarga menduga, korban sedang kelelahan. Sebab selain bekerja di kantor Gubernur setiap Senin hingga Jumat, korban setiap malam hingga dini hari juga jualan nasi jinggo di kawasan Panjer, Denpasar Selatan.
Menurut ayah korban, I Nyoman Sukama ditemui di rumah duka, anak ke-8 nya ini sudah berjualan nasi jinggo sejak 10 tahun terakhir. Korban biasa berangkat dari rumah ke Denpasar pukul 20.00 Wita dengan mengendarai sepeda motor. Sementara nasi jinggo dibuat oleh istri korban, Ni Luh Ratih di rumahnya Banjar Sema. Biasanya, korban berjualan hingga larut malam. Baru pulang subuh sekitar pukul 04.00 Wita atau pukul 05.00 Wita. "Nah, tumben tadi pagi dia belum pulang seperti biasa. Kita di rumah sudah khawatir, istrinya nelpon berkali-kali tapi tidak diangkat. Lalu ada telepon balik, ternyata dari polisi," ungkap Sukama.
Ketika itu, pihak keluarga dikabari bahwa korban mengalami lakalantas. Barulah setelah tiba di Rumah Sakit Sanjiwani Gianyar, keluarga mengetahui bahwa korban telah tiada. "Keluarga kaget, semua kaget tidak menyangka akan seperti ini. Dia orang baik, baik sekali sama keluarga dan sama siapa saja," kenangnya. Hingga Kamis kemarin, jenazah almarhum masih dititipkan di RS Sanjiwani Gianyar. Jumat (7/12) hari ini rencananya dipulangkan sekitar pukul 09.00 Wita untuk dimandikan. "Biar sempat di rumah sehari, Sabtu ini upacara penguburannya," jelasnya.
Mengenai kesehariannya, korban memang biasa ngajag (pulang pergi) Gianyar-Denpasar. "Dulu sempat ngekos di Denpasar sama istri dan anaknya. Tapi cucu tyang sering dapat gangguan, jadi diputuskan ngajag," jelasnya. Sebelum bekerja di kantor Gubernur, korban biasa istirahat sepulang jualan hingga sore hari. Lalu dilanjutkan dengan fitnes. "Sore-sore pasti fitnes, olahraga biar tubuhnya tetap sehat," jelas Sukama didampingi keluarganya yang lain.
Nah, sejak 4 bulan terakhir inilah waktu istirahatnya berkurang. Sebab, 8 jam di pagi hingga siang hari ia harus ngantor. Korban Ketut Sumayasa sejak 4 bulan terakhir tergabung dalam Tim Medsos Gubernur Bali Wayan Koster ini. "Jadi pagi dia cuma sempat istirahat 2 jam. Habis itu siap-siap lagi ngantor ke Denpasar. Pulang sore, siap-siap lagi jualan nasi jinggo ke Denpasar. Terus begitu setiap Senin sampai Jumat. Cuma Sabtu dan Minggu agak santai, tapi sering juga dia ikut kegiatan kampanye," ungkapnya. Meski demikian, Nyoman Sukama sudah mengikhlaskan kepergian anaknya itu. Dan menjaga anak semata wayang korban, I Gede Sumardiana yang masih duduk di bangku SMP kelas II. Kabar meninggalnya korban cukup cepat menyebar di media sosial. Bahkan karangan bunga dari Gubernur Bali sudah tampak terpajang di rumah duka. Selain itu, Bupati Gianyar Agus Mahayastra, DPRD gianyar, serta DPRD provinsi Bali Nyoman Parta kabarnya sempat melayat ke rumah duka dan kamar jenazah RS sanjiwani Gianyar. Anak dan istri korban tidak ditemui di rumah duka, keduanya bolak balik kamar jenazah untuk memberi punjungan.
Untuk mengetahui kejadian tersebut secara niskala, pihak keluarga sudah meluasin. "Katanya dia melik, ada banten yang kurang. Padahal setiap otonan selalu buat banten, mebayuh juga sering. Dan dia termasuk rajin sembahyang dan tirta yatra," ungkapnya heran. Dari percakapan niskala itu, korban mengaku nabrak. "Ragane ane nabrak motor. Mepalu, tangkahne sesek. (Katanya dia yang nabrak lalu terjadi benturan hingga dadanya sesak tidak bisa bernafas)," imbuh ibu korban Ni Wayan Topok didampingi anggota keluarga lain, Ni Komang Juniati. Sang ibu pun sejatinya mengalami firasat sebelum anaknya meninggal dunia. "Tyang tanya listrik e sudah diisi pulsa?, lalu dia menoleh agak berbeda. Katanya meme tenang saja, listrik e tusing lakar mati. Jeg jejeh sajan meme yen listrik e mati," kenangnya. Bagi Wayan Topok, anaknya ini termasuk anak yang rajin bekerja. Segala jenis usaha dilakoni demi bisa menikmati hidup. "Selain jual nasi, dia juga jual pulsa, bensin. Yang penting halal, pasti dia berusaha," kenangnya. Mengenai luka-luka yang dialami, menurut Juniati tidak terlalu terlihat. "Cuma tangan kanan robek, rahang terlepas dan luka kecil di kepala. Mungkin ada luka dalam, darah segar terua keluar dari hidung," ujarnya. *nvi
Belum jelas kronologis lakalantas yang merenggut nyawa korban yang akrab disapa Ketut Pahee ini. Pihak keluarga menduga, korban sedang kelelahan. Sebab selain bekerja di kantor Gubernur setiap Senin hingga Jumat, korban setiap malam hingga dini hari juga jualan nasi jinggo di kawasan Panjer, Denpasar Selatan.
Menurut ayah korban, I Nyoman Sukama ditemui di rumah duka, anak ke-8 nya ini sudah berjualan nasi jinggo sejak 10 tahun terakhir. Korban biasa berangkat dari rumah ke Denpasar pukul 20.00 Wita dengan mengendarai sepeda motor. Sementara nasi jinggo dibuat oleh istri korban, Ni Luh Ratih di rumahnya Banjar Sema. Biasanya, korban berjualan hingga larut malam. Baru pulang subuh sekitar pukul 04.00 Wita atau pukul 05.00 Wita. "Nah, tumben tadi pagi dia belum pulang seperti biasa. Kita di rumah sudah khawatir, istrinya nelpon berkali-kali tapi tidak diangkat. Lalu ada telepon balik, ternyata dari polisi," ungkap Sukama.
Ketika itu, pihak keluarga dikabari bahwa korban mengalami lakalantas. Barulah setelah tiba di Rumah Sakit Sanjiwani Gianyar, keluarga mengetahui bahwa korban telah tiada. "Keluarga kaget, semua kaget tidak menyangka akan seperti ini. Dia orang baik, baik sekali sama keluarga dan sama siapa saja," kenangnya. Hingga Kamis kemarin, jenazah almarhum masih dititipkan di RS Sanjiwani Gianyar. Jumat (7/12) hari ini rencananya dipulangkan sekitar pukul 09.00 Wita untuk dimandikan. "Biar sempat di rumah sehari, Sabtu ini upacara penguburannya," jelasnya.
Mengenai kesehariannya, korban memang biasa ngajag (pulang pergi) Gianyar-Denpasar. "Dulu sempat ngekos di Denpasar sama istri dan anaknya. Tapi cucu tyang sering dapat gangguan, jadi diputuskan ngajag," jelasnya. Sebelum bekerja di kantor Gubernur, korban biasa istirahat sepulang jualan hingga sore hari. Lalu dilanjutkan dengan fitnes. "Sore-sore pasti fitnes, olahraga biar tubuhnya tetap sehat," jelas Sukama didampingi keluarganya yang lain.
Nah, sejak 4 bulan terakhir inilah waktu istirahatnya berkurang. Sebab, 8 jam di pagi hingga siang hari ia harus ngantor. Korban Ketut Sumayasa sejak 4 bulan terakhir tergabung dalam Tim Medsos Gubernur Bali Wayan Koster ini. "Jadi pagi dia cuma sempat istirahat 2 jam. Habis itu siap-siap lagi ngantor ke Denpasar. Pulang sore, siap-siap lagi jualan nasi jinggo ke Denpasar. Terus begitu setiap Senin sampai Jumat. Cuma Sabtu dan Minggu agak santai, tapi sering juga dia ikut kegiatan kampanye," ungkapnya. Meski demikian, Nyoman Sukama sudah mengikhlaskan kepergian anaknya itu. Dan menjaga anak semata wayang korban, I Gede Sumardiana yang masih duduk di bangku SMP kelas II. Kabar meninggalnya korban cukup cepat menyebar di media sosial. Bahkan karangan bunga dari Gubernur Bali sudah tampak terpajang di rumah duka. Selain itu, Bupati Gianyar Agus Mahayastra, DPRD gianyar, serta DPRD provinsi Bali Nyoman Parta kabarnya sempat melayat ke rumah duka dan kamar jenazah RS sanjiwani Gianyar. Anak dan istri korban tidak ditemui di rumah duka, keduanya bolak balik kamar jenazah untuk memberi punjungan.
Untuk mengetahui kejadian tersebut secara niskala, pihak keluarga sudah meluasin. "Katanya dia melik, ada banten yang kurang. Padahal setiap otonan selalu buat banten, mebayuh juga sering. Dan dia termasuk rajin sembahyang dan tirta yatra," ungkapnya heran. Dari percakapan niskala itu, korban mengaku nabrak. "Ragane ane nabrak motor. Mepalu, tangkahne sesek. (Katanya dia yang nabrak lalu terjadi benturan hingga dadanya sesak tidak bisa bernafas)," imbuh ibu korban Ni Wayan Topok didampingi anggota keluarga lain, Ni Komang Juniati. Sang ibu pun sejatinya mengalami firasat sebelum anaknya meninggal dunia. "Tyang tanya listrik e sudah diisi pulsa?, lalu dia menoleh agak berbeda. Katanya meme tenang saja, listrik e tusing lakar mati. Jeg jejeh sajan meme yen listrik e mati," kenangnya. Bagi Wayan Topok, anaknya ini termasuk anak yang rajin bekerja. Segala jenis usaha dilakoni demi bisa menikmati hidup. "Selain jual nasi, dia juga jual pulsa, bensin. Yang penting halal, pasti dia berusaha," kenangnya. Mengenai luka-luka yang dialami, menurut Juniati tidak terlalu terlihat. "Cuma tangan kanan robek, rahang terlepas dan luka kecil di kepala. Mungkin ada luka dalam, darah segar terua keluar dari hidung," ujarnya. *nvi
1
Komentar