Gubernur Koster, Mpu Kuturan Zaman Now
Pura Samuan Tiga, Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, adalah salah satu pura yang sangat khas di Bali.
GIANYAR, NusaBali
Dalam sejarahnya, sekitar abad X masehi, di pura ini Mpu Kuturan menyatukan Bali karena pergolakan banyak sekte. Olah Mpu Mpu Kuturan, multi sekte dengan pelbagai keyakinan dan ajaran itu disatukan menjadi Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa), berpayung desa adat.
Maka nama Mpu Kuturan tak pernah lenyap di benak krama Bali, terlebih prajuru adat dan pemerintah di Bali. Nilai penyatuan multi sekte oleh Mpu Kuturan itu pula menjadikan Gubernur Bali, Wayan Koster, sangat mengistimewakan pura ini menjadi lokasi paruman yang membahas hal-hal penting tentang keberadaan desa adat di Bali.
Antara lain, Paruman Agung Krama Bali pada Buda Umanis Julungwangi, Rabu (12/12), digelar di Wantilan Pura Samuan Tiga. Paruman ini khusus untuk menjaring aspirasi terkait Ranperda tentang Desa Adat. Ketua PHDI Provinsi Bali, Prof Dr IGN Sudiana, salah seorang penanggap materi Ranperda, punya pandangan agak khusus tentang penyelenggaraan paruman tersebut.
Setelah mendengar paparan Gubernur Bali, Wayan Koster, terkait materi Ranperda tentang Desa Adat, dirinya mengaku sulit untuk dikoreksi, apalagi dikritisi. Karena isi Ranperda ini selain sangat lengkap, juga ‘sudah ketemu’, dalam arti sesuai kebutuhan krama Bali.
Tokoh agama Hindu yang akademisi ini mengatakan, menyimak isinya yang lengkap dan tepat itu, Perda tentang Desa Adat ini bisa dipakai krama Bali sekayang-kayang (dalam tempo sangat lama). “Jika dulu penyatuan sekte-sekte dan mewujudkan desa pakraman dilakukan Mpu Kuturan zaman kuno, maka Pak Gubernur (Wayan Koster, Red) adalah Mpu Kuturan zaman now. Karena ini buatan Pak Gubernur kini,” jelasnya.
Prof Sudiana juga berkeyakinan, jika Perda tentang desa Adat ini berjalan, maka akan berbuah sura dira jayaningrat, lebur dening pangastuti, yang artinya setiap kebencian, kemarahan, keras hati akan luluh oleh kelembutan, bijaksana, dan sabar. Kemarin sebelum paruman dimulai, Gubernur Koster beserta para undangan terlebih dahulu gelar persembahyangan di Pura Samuan Tiga.
Dilansir dari berbagai sumber, Pura Samuan Tiga diyakini merupakan awal dari terbentuknya Pura Khayangan Tiga di Bali. Bahkan, dipercayai juga sebagai awal adanya desa pakraman. Samuan berarti pertemuan, sedangkan tiga adalah bilangan. Di mana tiga itu merupakan hasil dari keputusan saat rapat yang terjadi pada zaman Kerajaan Udayana ketika abad X Masehi silam.
Sebelum dijadikan Pura Samuan Tiga, nama pura tersebut adalah Pura Gunung Goak karena letaknya di pegunungan atau dataran tinggi. Karena kawasan gunung dinilai merupakan tempat yang suci, maka dicetuskanlah di sana sebagai tempat pasamuan. *lsa
Dalam sejarahnya, sekitar abad X masehi, di pura ini Mpu Kuturan menyatukan Bali karena pergolakan banyak sekte. Olah Mpu Mpu Kuturan, multi sekte dengan pelbagai keyakinan dan ajaran itu disatukan menjadi Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa), berpayung desa adat.
Maka nama Mpu Kuturan tak pernah lenyap di benak krama Bali, terlebih prajuru adat dan pemerintah di Bali. Nilai penyatuan multi sekte oleh Mpu Kuturan itu pula menjadikan Gubernur Bali, Wayan Koster, sangat mengistimewakan pura ini menjadi lokasi paruman yang membahas hal-hal penting tentang keberadaan desa adat di Bali.
Antara lain, Paruman Agung Krama Bali pada Buda Umanis Julungwangi, Rabu (12/12), digelar di Wantilan Pura Samuan Tiga. Paruman ini khusus untuk menjaring aspirasi terkait Ranperda tentang Desa Adat. Ketua PHDI Provinsi Bali, Prof Dr IGN Sudiana, salah seorang penanggap materi Ranperda, punya pandangan agak khusus tentang penyelenggaraan paruman tersebut.
Setelah mendengar paparan Gubernur Bali, Wayan Koster, terkait materi Ranperda tentang Desa Adat, dirinya mengaku sulit untuk dikoreksi, apalagi dikritisi. Karena isi Ranperda ini selain sangat lengkap, juga ‘sudah ketemu’, dalam arti sesuai kebutuhan krama Bali.
Tokoh agama Hindu yang akademisi ini mengatakan, menyimak isinya yang lengkap dan tepat itu, Perda tentang Desa Adat ini bisa dipakai krama Bali sekayang-kayang (dalam tempo sangat lama). “Jika dulu penyatuan sekte-sekte dan mewujudkan desa pakraman dilakukan Mpu Kuturan zaman kuno, maka Pak Gubernur (Wayan Koster, Red) adalah Mpu Kuturan zaman now. Karena ini buatan Pak Gubernur kini,” jelasnya.
Prof Sudiana juga berkeyakinan, jika Perda tentang desa Adat ini berjalan, maka akan berbuah sura dira jayaningrat, lebur dening pangastuti, yang artinya setiap kebencian, kemarahan, keras hati akan luluh oleh kelembutan, bijaksana, dan sabar. Kemarin sebelum paruman dimulai, Gubernur Koster beserta para undangan terlebih dahulu gelar persembahyangan di Pura Samuan Tiga.
Dilansir dari berbagai sumber, Pura Samuan Tiga diyakini merupakan awal dari terbentuknya Pura Khayangan Tiga di Bali. Bahkan, dipercayai juga sebagai awal adanya desa pakraman. Samuan berarti pertemuan, sedangkan tiga adalah bilangan. Di mana tiga itu merupakan hasil dari keputusan saat rapat yang terjadi pada zaman Kerajaan Udayana ketika abad X Masehi silam.
Sebelum dijadikan Pura Samuan Tiga, nama pura tersebut adalah Pura Gunung Goak karena letaknya di pegunungan atau dataran tinggi. Karena kawasan gunung dinilai merupakan tempat yang suci, maka dicetuskanlah di sana sebagai tempat pasamuan. *lsa
1
Komentar