Polisi Tetapkan 2 Tersangka
I Ketut Ngenteg sendiri merupakan eks Sekertaris DPC PDIP Klungkung periode 1999-2004 silam. Ngenteg juga sempat ditahan karena kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos).
Korupsi Hibah Pembangunan Pura Paibon di Desa Gunaksa
SEMARAPURA, NusaBali
Jelang tutup tahun, Unit Tipikor Sat Reskrim Polres Klungkung akhirnya menetapkan 2 orang tersangka kasus dugaan korupsi hibah APBD Provinsi Bali tahun 2014. Hibah senilai Rp 70 juta ini rencananya digunakan untuk merehab Pura Paibon Wangi Tutuan di Banjar Nyamping, di Banjar Nyampinag, Desa Gunaksa, Kecamatan Dawan, Klungkung. Namun sampai saat ini tidak ada pengerjaan sama sekali.
Adapun kedua tersangka yang ditetapkan penyidik Sat Reskrim Polres Klungkung yaitu Ketua Panitia Pembangunan Pura, I Nyoman Simpul, yang berprofesi sebagai PNS (staf) di Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Klungkung dan Ketut Ngenteg, warga Desa Nyalian, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung, yang turut terlibat memfasilitasi dan membuat laporan pertanggungjawaban fiktif.
I Ketut Ngenteg sendiri merupakan eks Sekertaris DPC PDIP Klungkung periode 1999-2004 silam. Ngenteg juga sempat ditahan karena kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) pembangunan Pura Tamansari di Banjar Kaleran, Desa Bungbungan, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung, karena menyunat bansos sebesar Rp 61,5 juta dari total bansos yang diberikan Pemprov Bali melalui APBD Perubahan 2014 sebesar Rp 90 juta. “Keduanya (Simpul dan Ngenteg) ditetapkan sebagai tersangka sejak 5 Desember 2018,” ujar Kasat Reskrim Polres Klungkung AKP Mirza Gunawan, saat merilis kasus ini Senin (17/12) siang.
Namun kedua tersangka belum ditahan, penyidik akan segera memanggil keduanya untuk diperiksa sebagai tersangka. Untuk penahannya akan melihat perkembangan setelah pemeriksaan. Kedua tersangka dijerat dengan pasal 2 dan atau pasal 9 UU RI No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomer 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi, dengan ancaman minimal 4 tahun penjara dan maksimal penjara seumur hidup.
Dijelaskan, penyelidikan kasus ini bermula Senin, 18 Desember 2017 sekitar pukul 09.00 Wita, di Banjar Nyamping, Desa Gunaksa, pengempon pura I Nyoman Sarna, mendengar bahwa Pura Paibon Wangi Tutuan di Banjar Nyamping, yang berada dala satu pekarangan dengan Nyoman Simpul. Dimohonkan bantuan dalam bentuk dana hibah ke Provinsi Bali pada 30 April 2014. Di mana Simpul menjadi ketua panitia pembangunan, dalam dokumen berbentuk proposal.
Dalam nama-nama proposal yang tercantum Wayan Sarna didudukan sebagai sebagai Sekretaris Panitia, sedangkan sedangkan istri Simpul, Ni Wayan Karsani dijadikan bendahara. “Sepengetahuan pelapor (Wayan Sarna) sama sekali tidak mengetahui dirinya dimasukkan dalam proposal tersebut,” ujarnya. Karena sebelum namanya dicantumkan, Simpul tidak ada menyampaikan kepada Sarna.
Akhirnya proposal itu disetujui oleh Pemprov Bali sebesar Rp 70 juta. Kemudian 3 Desember 2014 bantuan tersebut ditarik oleh Simpul semuanya. “Sampai sekarang sama sekali tidak ada kegiatan pembangunan berupa tembok panyengker dan palinggih-palinggih yang rusak sesuai dengan permohonan itu,” katanya.
Malah Ketut Ngenteg membuat laporan pertanggungjawaban bantuan dana hibah itu, dengan menggunakan foto obyek tempat sembayang miliknya bernama Pura Panti Pande Tusan, di Desa Nyalian, Kecamatan Banjarangkan, serta menyetorkan ke Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Bali. Dengan adanya perisitwa tersebut Wayan Sarna merasa keberatan namanya dicantumkan di dalam dokumen proposal dan juga adanya laporan pertanggungjabwan fiktif. “Sehingga peristiwa ini dilaporkan ke pihak berwajib,” katanya.
Kasus dugaan korupsi ini diperkuat dengan temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) adanya total loss atau kerugian total, di mana dana itu tidak digunakan untuk pembangunan pura melainkan untuk kepentingan pribadi. Sebelumnya, Pura Dadia yang dimohonkan dana hibah ini sebenarnya sudah diperbaiki menggunakan iuran dari krama pangempon pura.
Namun oleh tersangka kembali dibuatkan proposal dengan dana yang dimohonkan sebesar Rp 150 juta yang disetujui Rp 70 juta. Penyelidikan ini mulai bergulir atas laporan dari masyarakat 2017, karena pembangunan itu tidak ada alias fiktif. Sementara Simpul ketika dicari ke kantornya Senin kemarin untuk konfirmasi tidak ngantor kebetulan lagi cuti. *wan
SEMARAPURA, NusaBali
Jelang tutup tahun, Unit Tipikor Sat Reskrim Polres Klungkung akhirnya menetapkan 2 orang tersangka kasus dugaan korupsi hibah APBD Provinsi Bali tahun 2014. Hibah senilai Rp 70 juta ini rencananya digunakan untuk merehab Pura Paibon Wangi Tutuan di Banjar Nyamping, di Banjar Nyampinag, Desa Gunaksa, Kecamatan Dawan, Klungkung. Namun sampai saat ini tidak ada pengerjaan sama sekali.
Adapun kedua tersangka yang ditetapkan penyidik Sat Reskrim Polres Klungkung yaitu Ketua Panitia Pembangunan Pura, I Nyoman Simpul, yang berprofesi sebagai PNS (staf) di Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Klungkung dan Ketut Ngenteg, warga Desa Nyalian, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung, yang turut terlibat memfasilitasi dan membuat laporan pertanggungjawaban fiktif.
I Ketut Ngenteg sendiri merupakan eks Sekertaris DPC PDIP Klungkung periode 1999-2004 silam. Ngenteg juga sempat ditahan karena kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) pembangunan Pura Tamansari di Banjar Kaleran, Desa Bungbungan, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung, karena menyunat bansos sebesar Rp 61,5 juta dari total bansos yang diberikan Pemprov Bali melalui APBD Perubahan 2014 sebesar Rp 90 juta. “Keduanya (Simpul dan Ngenteg) ditetapkan sebagai tersangka sejak 5 Desember 2018,” ujar Kasat Reskrim Polres Klungkung AKP Mirza Gunawan, saat merilis kasus ini Senin (17/12) siang.
Namun kedua tersangka belum ditahan, penyidik akan segera memanggil keduanya untuk diperiksa sebagai tersangka. Untuk penahannya akan melihat perkembangan setelah pemeriksaan. Kedua tersangka dijerat dengan pasal 2 dan atau pasal 9 UU RI No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomer 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi, dengan ancaman minimal 4 tahun penjara dan maksimal penjara seumur hidup.
Dijelaskan, penyelidikan kasus ini bermula Senin, 18 Desember 2017 sekitar pukul 09.00 Wita, di Banjar Nyamping, Desa Gunaksa, pengempon pura I Nyoman Sarna, mendengar bahwa Pura Paibon Wangi Tutuan di Banjar Nyamping, yang berada dala satu pekarangan dengan Nyoman Simpul. Dimohonkan bantuan dalam bentuk dana hibah ke Provinsi Bali pada 30 April 2014. Di mana Simpul menjadi ketua panitia pembangunan, dalam dokumen berbentuk proposal.
Dalam nama-nama proposal yang tercantum Wayan Sarna didudukan sebagai sebagai Sekretaris Panitia, sedangkan sedangkan istri Simpul, Ni Wayan Karsani dijadikan bendahara. “Sepengetahuan pelapor (Wayan Sarna) sama sekali tidak mengetahui dirinya dimasukkan dalam proposal tersebut,” ujarnya. Karena sebelum namanya dicantumkan, Simpul tidak ada menyampaikan kepada Sarna.
Akhirnya proposal itu disetujui oleh Pemprov Bali sebesar Rp 70 juta. Kemudian 3 Desember 2014 bantuan tersebut ditarik oleh Simpul semuanya. “Sampai sekarang sama sekali tidak ada kegiatan pembangunan berupa tembok panyengker dan palinggih-palinggih yang rusak sesuai dengan permohonan itu,” katanya.
Malah Ketut Ngenteg membuat laporan pertanggungjawaban bantuan dana hibah itu, dengan menggunakan foto obyek tempat sembayang miliknya bernama Pura Panti Pande Tusan, di Desa Nyalian, Kecamatan Banjarangkan, serta menyetorkan ke Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Bali. Dengan adanya perisitwa tersebut Wayan Sarna merasa keberatan namanya dicantumkan di dalam dokumen proposal dan juga adanya laporan pertanggungjabwan fiktif. “Sehingga peristiwa ini dilaporkan ke pihak berwajib,” katanya.
Kasus dugaan korupsi ini diperkuat dengan temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) adanya total loss atau kerugian total, di mana dana itu tidak digunakan untuk pembangunan pura melainkan untuk kepentingan pribadi. Sebelumnya, Pura Dadia yang dimohonkan dana hibah ini sebenarnya sudah diperbaiki menggunakan iuran dari krama pangempon pura.
Namun oleh tersangka kembali dibuatkan proposal dengan dana yang dimohonkan sebesar Rp 150 juta yang disetujui Rp 70 juta. Penyelidikan ini mulai bergulir atas laporan dari masyarakat 2017, karena pembangunan itu tidak ada alias fiktif. Sementara Simpul ketika dicari ke kantornya Senin kemarin untuk konfirmasi tidak ngantor kebetulan lagi cuti. *wan
1
Komentar