Turis Asing Dibidik Rp 150.000 Per Kepala
Pemprov Bali berharap raup Rp 1,3 triliun per tahun dari bea masuk wisatawan asing yang datang ke Pulau Dewata
Koster Ajukan Ranperda Kontribusi Wisatawan dan Ranperda Soal Desa Adat
DENPASAR, NusaBali
Pemprov Bali di bawah Gubernur Wayan Koster memastikan penggalian pendapatan daerah dengan memanfaatkan kunjungan turis ke Pulau Dewata. Nantinya, wisatawan asing yang datang ke Bali akan dikenakan bea masuk Rp 150.000 per kepala, sementara wisatawan domestik kena Rp 25.000 per orang.
Biaya kontribusi bagi wisatawan asing dan domestik ini sudah dibuatkan payung hukum dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda). Rancangan Perda tentang Kontribusi Wisatawan untuk Pelestarian Lingkungan Alam dan Budaya Bali ini sudah disampaikan Gubernur Wayan Koster dalam Sidang Paripurna DPRD Bali di Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar, Rabu (19/12) siang.
Gubernur Koster menyebutkan, Pemprov Bali harus bikin payung hukumnya dulu untuk mengenakan biaya kontribusi wisatawan yang masuk ke Bali. Setelah ada payung hukumnya, barulah bicara soal kapan pelaksanaan. “Kita target pembahasan Ranperda Kontribusi Pariwisata dan Pelestarian Budaya ini kelar dalam waktu 2 bulan,” ujar Koster seusai menyampaikan draft Ranperda Kontribusi Pariwisata dan Pelestarian Budaya, Rabu kemarin.
Koster yang kemarin didampingi Wagub Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) dan Wakil Ketua DPRD Bali Nyoman Sugawa Korry (dari Fraksi Golkar), menegaskan pariwisata Bali harus dikelola dari segala aspek: sisi pelestarian adat dan budaya, keamanan, lingkungan, dan sisi kontribusi. “Untuk kontribusi wisatawan sudah kita punya gambaran 10 dolar AS atau sekitar Rp 150.000 per kepala. Kalau wisatawan domestik, sekitar Rp 25.000 per kepala,” tandas Gubernur yang juga Ketua DPD PDIP Bali.
Menurut Koster, pengenaan kontribusi bagi wisatawan yang datang ini penting untuk tujuan melestarikan alam dan lingkungan Bali, kearifan lokal Bali, memberdayakan desa adat, membangun sarana dan prasarana, sebagai upaya meningkatkan kualitas pelayanan dan penyelenggaraan kepariwisataan Bali. “Nanti pengenaan kontribusi ini akan diatur juga dengan Pergub Bali,” tegas Koster.
Dengan pendapatan dari bea masuk wisataan tersebut, Pemprov Bali berharap bisa meraih Rp 1 triliun sampai Rp 1,3 triliun per tahun, dengan asumsi angka kunjungan wisatawan ke Pulau Dewata mencapai 7 juta orang. Hal ini sempat diungkap Koster, beberapa waktu lalu.
“Saya estimasi dengan kunjungan wisatawan 6-7 juta itu, angkanya kita dapatkan Rp 1 triliun, bahkan lebih. Kita hitung dengan kurs rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp 13.000 ditambah dengan pendapatan dari turis domestik, ya lebih dari Rp 1 triliun,” kata Koster kala itu.
Koster menyebutkan, wisatawan yang berkunjung ke Bali perlu mendapatkan pelayanan yang baik dari sisi keamanan, jaminan keselamatan, dan kenyamanan. Ketika wisatawan tiba di Bandara Internasional Ngurah Rai Tuban, Kecamatan Kuta, Badung, maka pelayanannya sudah harus maksimal. Jalan-jalan di Bali pun akan perbaiki, demikian pula destinasi wisata.
Jadi, wisatawan jelas datang ke Bali pelayanan berkualitas. Biaya untuk itu bisa diambilkan dari pungutan per kepala wisatawan yang datang ke Bali. “Posisi kita adalah meningkatkan pelayanan terhadap wisatawan yang datang. Nah, di sana perlu biaya, perlu kontribusi, untuk menjaga pariwisata budaya kita juga. Semua aspek aktivitas tercover melalui bea masuk ini,” katanya.
Sementara itu, selain Ranperda Kontribusi Pariwisata dan Pelestarian Budaya, dalam Sidang Paripurna DPRD Bali kemarin Koster juga menyampaikan Ranperda tentang Desa Adat. Ranperda Desa Adat ini sudah lebih dulu disosialisasikan ke kabupaten/kota secara langsung oleh Gubernur Koster.
Menurut Koster, Ranperda Desa Adat ini akan mengatur desa adat supaya posisinya makin kuat. Ranperda ini memberikan kejelasan status hukum desa adat, penghormatan atas kedudukan dan peran desa adat. “Nanti tidak ada lagi ada penangkapan prajuru adat dan pacalang oleh aparat penegak hukum,” tegas politisi asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang notabene mantan anggota Komisi X DPR RI tiga kali periodfe ini.
Ranperda Desa Adat ini memiliki fungsi penguatan terhadap parahyangan, pawongan, palemahan, dan penguatan sistem pelaksanaan hukum adat serta penguatan lembaga perekonomian desa adat, berdasarkan nilai-nilai agama, tradisi, budaya, dan kearifan lokal masyarakat Bali. “Perda Desa Adat ini nanti disiapkan juga untuk menangkal pengaruh budaya asing serta suasana yang dapat mendorong peran fungsi desa adat dalam upaya meningkatkan harkat, martabat, serta jatidiri krama adat,” katanya sembari menyebut, Ranperda Desa Adat ditarget sudah kelar Februari 2019 mendatang.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Bali Nyoman Sugawa Korry menegaskan begitu Ranperda diajukan, maka lembaga legislatif akan langsung membentuk Panitia Khusus (Pansus). “Kita sepakat untuk selesaikan Ranperda ini secepatnya. Mungkin awal tahun 2019 nanti sudah selesai,” tandas Sugawa Korry.
Politisi Golkar asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng ini menegaskan pembentukan Pansus DPRD Bali sudah dijadwalkan. “Ya, kalau ditarget 2 bulan, kita tentu siap selesaikan 2 bulan. Kita bentuk Pansus secapatnya,” papar Sugawa Korry yang juga Sekretaris DPD I Golkar Bali. *nat
Komentar