Peninggalan Ekspedisi Tiongkok Ditemukan di Bondalem
Artefak di bawah laut mencirikan pola hias yang disebut arelot peralatan dari Tiongkok pada tahun 150-200 sebelum Masehi.
SINGARAJA, NusaBali
Sejumlah artefak berupa kepingan gerabah kuno ditemukan di Buleleng. Sebanyak enam keping gerabah itu ditemukan di bawah laut wilayah Desa Bondalem, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, oleh warga setempat saat acara diving pagelaran Buleleng Bali Dive Festival (BBDF). Diduga pecahan gerabah itu berasal dari tahun 150-200 sebelum masehi.
Warga desa setempat kemudian melaporkan temuannya kepada Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng dan Balai Arkeologi Denpasar pada Kamis (13/12) lalu. Dari temuan masyarakat, kepingan gerabah itu ditemukan pada kedalaman tak lebih dari 2-5 meter dan 20 meter dari garis pantai. Namun kondisi pecahan gerabah itu ditemukan sudah menyatu dengan karang.
Laporan masyarakat itu kemudian ditindak lanjuti oleh Dinas Kebudayaan yang diwakili Kasi Cagar Budaya, Kadek Widiastra dan staf teknis staf teknis pengamanan dn penyelamatan Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) Bali, mendatangi lokasi temuan pada Rabu (19/12) kemarin.
Staf BPCB, Wayan Gede Yadnya Tenaya, mengatakan dari temuan pecahan gerabah dalam satu area lingkaran tak lebih dari 5 meter itu tak memungkinkan untuk diangkat. Dikhawatirkan kondisi gerabah itu akan hancur jika tak diberlakukan dengan teknik dan sistem khusus. Namun dari kajiannya, Yadnya pun mengaku sempat ragu dengan temuan itu apakah benar adalah benda kuno atau tidak. Sebab di sekitar lokasi merupakan muara dari sungai Bondalem, dan di sekitarnya juga merupakan tempat pembakaran mayat (setra).
“Awalnya memang sempat ragu, karena di sekitarnya ada muara sungai dan juga tempat pembakaran mayat. Apakah ini bukan sisa dari upacara,” ungkap Yadnya.
Namun keraguannya pun terbantahkan saat melakukan pengamatan lebih jelas. Sejumlah pecahan gerabah itu ditemukan memiliki pola hias yang agak berbeda pada gerabah umumnya. Pola hias yang disebut arelot mencirikan jenis peralatan dari Tiongkok. Sehingga kuat dugaan pecahan gerabah yang diduga artefak itu berasal dari masa ekspedisi perdagangan dan pelayaran di tahun 150-200 sebelum Masehi.
“Ini kemungkinannya besar, karena saat itu pesisir Buleleng ini sangat strategis dan menjadi jalur persilangan perdagangan di Indoneisia. Banyak juga pedaganga dari luar negeri yang datang untuk mencari hasil bumi di pedalaman Bali, melalui pesisir Pantai Bali Utara. Untuk memastikan hal tersebut, BPCB pun kembali akan menunggu hasil penelitian pasti dari Balai Arkeologi Denpasar.
Namun secara tupoksinya BPCB Bali selaku pelestari, mengatakan segera akan melakukan pengkajian kawasan penyelamatan dan pemanfaatan ruang. Termasuk menentukan zonasi. Sehingga kedepannya kawasan temuan bersejarah di Bondalem ini dapat dimanfaatkan oleh desa setempat, apakah untuk wisata diving atau dalam bentuk pengelolaan yang lainnya.
Sementara itu Kepala Balai Arkeologi Denpasar, Gusti Made Suarbawa, dikonfirmasi terpisah membenarkan bahwa pihaknya sempat menerima surat untuk penelitian. Hanya saja laporan itu belum sempat ditindak lanjuti karen akepadatan jadwal yang dimiliki menangani wilayah Bali, NTB dan NTT. “Kami belum sempat kesana, masih menunggu dijadwalkan dulu. Kalau penelitian dibawha laut juga perlu persiapan lebih,” kata dia.
Namun Suarbawa tak memungkiri jika di laut Desa Bondalem ditemukan situs dan benda bersejarah seperti gerabah. Ia pun menjelaskan kawasan Pacung, Bondalem, Julah, Tejakula dari dahulu dicurigai ada indikasi sangat kuat terkait peradaban manusia. Bahkan di beberapa tempat di pinggir laut Bali Utara bagian Timur itu, juga indikasi temuan bersejarahnya sangat banyak. Jika memang memiliki pola hias arolet, maka temuan itu cenderung sama dengan temuan gerabah hasil eskavasi darat di Desa Julah, Kecamatan Tejakula, beberapa tahun yang lalu yang berasal dari tahun 150-200 sebelum Masehi.
“Indikasinya sangat kuat, kalau surut sering ditemukan gerabah, rangka, yang memberi petunjuk Pantai Utara Bali memang terkenal dengan peradaban itu sering muncul karena abrasi lautnya sangat keras,” kata Suarbawa.
Dari temuan itu ia pun tak menampik jika benda-benda bersejarah itu salah satunya berasal dari zaman perdagangan. Pada masa itu laut Jawa, laut Bali dan ke arah Timur merupakan jalur pelayaran Internasional pada zamannya.
Pelaut dari luar negeri sering kali singgah dan mendarat tak hanya mengambil air tawar, tetapi juga memburu rempah dan sejumlah komoditi pedalaman seperti kapas, kemiri kapulaga, yang kemudian ditukar dengan benda berharga miliknya. Ia pun mengaku akan menindaklanjuti temuan masyarakat itu dan segera menyusunnya dalam daftar penelitian selanjutnya. *k23
Sejumlah artefak berupa kepingan gerabah kuno ditemukan di Buleleng. Sebanyak enam keping gerabah itu ditemukan di bawah laut wilayah Desa Bondalem, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, oleh warga setempat saat acara diving pagelaran Buleleng Bali Dive Festival (BBDF). Diduga pecahan gerabah itu berasal dari tahun 150-200 sebelum masehi.
Warga desa setempat kemudian melaporkan temuannya kepada Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng dan Balai Arkeologi Denpasar pada Kamis (13/12) lalu. Dari temuan masyarakat, kepingan gerabah itu ditemukan pada kedalaman tak lebih dari 2-5 meter dan 20 meter dari garis pantai. Namun kondisi pecahan gerabah itu ditemukan sudah menyatu dengan karang.
Laporan masyarakat itu kemudian ditindak lanjuti oleh Dinas Kebudayaan yang diwakili Kasi Cagar Budaya, Kadek Widiastra dan staf teknis staf teknis pengamanan dn penyelamatan Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) Bali, mendatangi lokasi temuan pada Rabu (19/12) kemarin.
Staf BPCB, Wayan Gede Yadnya Tenaya, mengatakan dari temuan pecahan gerabah dalam satu area lingkaran tak lebih dari 5 meter itu tak memungkinkan untuk diangkat. Dikhawatirkan kondisi gerabah itu akan hancur jika tak diberlakukan dengan teknik dan sistem khusus. Namun dari kajiannya, Yadnya pun mengaku sempat ragu dengan temuan itu apakah benar adalah benda kuno atau tidak. Sebab di sekitar lokasi merupakan muara dari sungai Bondalem, dan di sekitarnya juga merupakan tempat pembakaran mayat (setra).
“Awalnya memang sempat ragu, karena di sekitarnya ada muara sungai dan juga tempat pembakaran mayat. Apakah ini bukan sisa dari upacara,” ungkap Yadnya.
Namun keraguannya pun terbantahkan saat melakukan pengamatan lebih jelas. Sejumlah pecahan gerabah itu ditemukan memiliki pola hias yang agak berbeda pada gerabah umumnya. Pola hias yang disebut arelot mencirikan jenis peralatan dari Tiongkok. Sehingga kuat dugaan pecahan gerabah yang diduga artefak itu berasal dari masa ekspedisi perdagangan dan pelayaran di tahun 150-200 sebelum Masehi.
“Ini kemungkinannya besar, karena saat itu pesisir Buleleng ini sangat strategis dan menjadi jalur persilangan perdagangan di Indoneisia. Banyak juga pedaganga dari luar negeri yang datang untuk mencari hasil bumi di pedalaman Bali, melalui pesisir Pantai Bali Utara. Untuk memastikan hal tersebut, BPCB pun kembali akan menunggu hasil penelitian pasti dari Balai Arkeologi Denpasar.
Namun secara tupoksinya BPCB Bali selaku pelestari, mengatakan segera akan melakukan pengkajian kawasan penyelamatan dan pemanfaatan ruang. Termasuk menentukan zonasi. Sehingga kedepannya kawasan temuan bersejarah di Bondalem ini dapat dimanfaatkan oleh desa setempat, apakah untuk wisata diving atau dalam bentuk pengelolaan yang lainnya.
Sementara itu Kepala Balai Arkeologi Denpasar, Gusti Made Suarbawa, dikonfirmasi terpisah membenarkan bahwa pihaknya sempat menerima surat untuk penelitian. Hanya saja laporan itu belum sempat ditindak lanjuti karen akepadatan jadwal yang dimiliki menangani wilayah Bali, NTB dan NTT. “Kami belum sempat kesana, masih menunggu dijadwalkan dulu. Kalau penelitian dibawha laut juga perlu persiapan lebih,” kata dia.
Namun Suarbawa tak memungkiri jika di laut Desa Bondalem ditemukan situs dan benda bersejarah seperti gerabah. Ia pun menjelaskan kawasan Pacung, Bondalem, Julah, Tejakula dari dahulu dicurigai ada indikasi sangat kuat terkait peradaban manusia. Bahkan di beberapa tempat di pinggir laut Bali Utara bagian Timur itu, juga indikasi temuan bersejarahnya sangat banyak. Jika memang memiliki pola hias arolet, maka temuan itu cenderung sama dengan temuan gerabah hasil eskavasi darat di Desa Julah, Kecamatan Tejakula, beberapa tahun yang lalu yang berasal dari tahun 150-200 sebelum Masehi.
“Indikasinya sangat kuat, kalau surut sering ditemukan gerabah, rangka, yang memberi petunjuk Pantai Utara Bali memang terkenal dengan peradaban itu sering muncul karena abrasi lautnya sangat keras,” kata Suarbawa.
Dari temuan itu ia pun tak menampik jika benda-benda bersejarah itu salah satunya berasal dari zaman perdagangan. Pada masa itu laut Jawa, laut Bali dan ke arah Timur merupakan jalur pelayaran Internasional pada zamannya.
Pelaut dari luar negeri sering kali singgah dan mendarat tak hanya mengambil air tawar, tetapi juga memburu rempah dan sejumlah komoditi pedalaman seperti kapas, kemiri kapulaga, yang kemudian ditukar dengan benda berharga miliknya. Ia pun mengaku akan menindaklanjuti temuan masyarakat itu dan segera menyusunnya dalam daftar penelitian selanjutnya. *k23
1
Komentar