Galungan, Moment STT
HARI Raya Galungan, dikenal dengan piodalan jagat atau bumi. Oleh karena itu, Galungan, salah satu hari suci umat Hindu di Bali yang dirayakan secara bersamaan.
Hormati Tradisi
Maka jadi amat pantas, Galungan sebagai hari piodalan jagat untuk menghormati tradisi Hindu Bali, selain jenis-jenis piodalan lain. Setidaknya di Banjar Kehen, Kesiman, Denpasar. Anak muda di banjar ini sampai sekarang masih meneruskan salah satu tradisi warisan yakni mapatung bersama di balai banjar setempat.
“Tujuan kami membantu meringankan warga mendapatkan daging untuk Galungan,” ujar I Wayan Putra Randiarta, Ketua Sekaa Teruna Teruni Eka Murti Yowana, Banjar Kehen, Jumat (21/12). Kata Randiarta, dia dan anggota sekaa teruna yang berjumlah lebih dari 200-an orang, hanya melanjutkan tradisi yang memang sudah berlangsung dengan baik. “Senior-senior kami yang mewariskan,” ujarnya.
Karena itu, hampir dipastikan setiap jelang Galungan, sehari jelang hari Penampahan, sekaa teruna setempat sibuk memotong, kemudian membuat tandingan daging, sesuai kebutuhan. “Warga yang belum punya uang, bisa bayar belakangan. Kami di sekaa yang menalangi dulu,” ungkapnya. Papar Randiarta, upaya meringankan warga ini mengingat banyak keperluan uang untuk Galungan selain kebutuhan daging babi. “Babi yang kami potong juga milik warga,” ungkapnya.
Selama ini tradisi mapatung bersama STT di Banjar Kehen, masih eksis. Untuk setiap Galungan, tidak kurang 250 tanding (sekitar 6 kilogram/tanding) dibuat. Jumlah babi yang dipotong pun lumayan banyak, sekitar 5 - 6 ekor babi. “Selama ini para tetua yang selalu menyertakan kami dalam setiap kegiatan,” ujar Randiarta.
Menurutnya, tradisi seperti ini menyebabkan kalangan anak muda tidak ada canggung untuk ngayah mabanjar. Tidak hanya urusan potong- memotong babi, namun untuk kegiatan lain, seperti membuat penjor Galungan di banjar dan pura, STT di Banjar Kehen, masih bisa mendapatkan bahan-bahan utama tanpa harus membeli. Karena kebetulan, di sekitar Banjar Kehen di tepian Sungai Ayung, bambu masih banyak tumbuh, demikian juga enau dan lainnya. “Jadi masih memungkinkan dicari dan dibuat sendiri,” ujarnya. Namun kalau penjor khusus, misalnya untuk persiapan Ngarebong di Pura Pangrebongan, Kesiman Petilan, diupayakan mendapatkan di tempat lain, termasuk dengan membeli. “Karena ukuran bambu penjornya besar,” tambah Randiarta. *k17
Maka jadi amat pantas, Galungan sebagai hari piodalan jagat untuk menghormati tradisi Hindu Bali, selain jenis-jenis piodalan lain. Setidaknya di Banjar Kehen, Kesiman, Denpasar. Anak muda di banjar ini sampai sekarang masih meneruskan salah satu tradisi warisan yakni mapatung bersama di balai banjar setempat.
“Tujuan kami membantu meringankan warga mendapatkan daging untuk Galungan,” ujar I Wayan Putra Randiarta, Ketua Sekaa Teruna Teruni Eka Murti Yowana, Banjar Kehen, Jumat (21/12). Kata Randiarta, dia dan anggota sekaa teruna yang berjumlah lebih dari 200-an orang, hanya melanjutkan tradisi yang memang sudah berlangsung dengan baik. “Senior-senior kami yang mewariskan,” ujarnya.
Karena itu, hampir dipastikan setiap jelang Galungan, sehari jelang hari Penampahan, sekaa teruna setempat sibuk memotong, kemudian membuat tandingan daging, sesuai kebutuhan. “Warga yang belum punya uang, bisa bayar belakangan. Kami di sekaa yang menalangi dulu,” ungkapnya. Papar Randiarta, upaya meringankan warga ini mengingat banyak keperluan uang untuk Galungan selain kebutuhan daging babi. “Babi yang kami potong juga milik warga,” ungkapnya.
Selama ini tradisi mapatung bersama STT di Banjar Kehen, masih eksis. Untuk setiap Galungan, tidak kurang 250 tanding (sekitar 6 kilogram/tanding) dibuat. Jumlah babi yang dipotong pun lumayan banyak, sekitar 5 - 6 ekor babi. “Selama ini para tetua yang selalu menyertakan kami dalam setiap kegiatan,” ujar Randiarta.
Menurutnya, tradisi seperti ini menyebabkan kalangan anak muda tidak ada canggung untuk ngayah mabanjar. Tidak hanya urusan potong- memotong babi, namun untuk kegiatan lain, seperti membuat penjor Galungan di banjar dan pura, STT di Banjar Kehen, masih bisa mendapatkan bahan-bahan utama tanpa harus membeli. Karena kebetulan, di sekitar Banjar Kehen di tepian Sungai Ayung, bambu masih banyak tumbuh, demikian juga enau dan lainnya. “Jadi masih memungkinkan dicari dan dibuat sendiri,” ujarnya. Namun kalau penjor khusus, misalnya untuk persiapan Ngarebong di Pura Pangrebongan, Kesiman Petilan, diupayakan mendapatkan di tempat lain, termasuk dengan membeli. “Karena ukuran bambu penjornya besar,” tambah Randiarta. *k17
Komentar