2018, Seluruh Desa Ditarget Miliki BUMDes
Sebanyak 19 desa di Kabupaten Buleleng, belum memiliki Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
SINGARAJA, NusaBali
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) pun mengultimatum desa yang bersangkutan membentuk BUMDes di tahun 2019. Data menyebut, dari 129 desa yang ada di wilayah Buleleng, tinggal 19 desa yang belum mendirikan BUMDes. Kendala utama adalah perekrutan sumber daya manusia (SDM). Di satu sisi, BUMDes mesti dijalankan oleh pengurus yang memiliki jiwa bisnis untuk melihat peluang usaha, termasuk yang memiliki kemampuan keuangan. Di sisi lain, nafkah bagi mereka belumlah sepadan.
Kepala Dinas PMD Buleleng, I Made Subur mengaku telah mewajibkan seluruh desa memiliki BUMDes tahun 2019. Desa-desa yang belum memiliki BUMDes, diminta segera membuat kajian potensi desa. Aparat desa juga diminta membahas kebutuhan dana sehingga penyertaan modal dapat dilakukan pada pembahasan APBDes 2019. “Tahun depan, wajib semua desa memiliki BUMDes. Kami siap memfasilitasi. Sekarang kami minta mereka melakukan kajian dan identifikasi kebutuhan dana,” tegas Subur, saat dikonfirmasi Kamis (27/12).
Setelah pembentukan BUMDes siap melalui Peraturan Desa (Perdes) tentang BUMDes, ia meminta agar aparat desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) duduk bersama. Selanjutnya dibentuk tim seleksi untuk memilih pengurus BUMDes. Sehingga pengelolaan bisa dilakukan dengan profesional. “Memang ada kendala di SDM diawal karena belum memberikan hasil, tetapi kalau potensi usahanya menjanjikan, kami rasa ini akan mampu menggerakan perekonomian di seluruh desa. Nanti kami lakukan pendampingan dan pelatihan-pelatihan penguatan kapasitas SDM,” katanya.
Subur mengaku pengelolaan BUMDes sempat amburadul karena faktor Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola. Apalagi dulu dana yang digelontorkan lewat program Gerbang Sadu cukup besar, mencapai Rp 1,02 miliar, perdesa. Sementara SDM yang ada tak memiliki kapabilitas mengelola dana yang besar.
“Pengurus BUMDes harus seleksi, jangan main comot. Ini penting. Jangan sampai yang mengelola itu tidak punya jiwa entrepreneurship. Dipilih hanya faktor kedekatan, main comot. Tidak ada lagi seperti itu, makanya harus ada seleksi,” tegasnya.
Sementara untuk desa-desa yang telah memiliki BUMDes, Subur meminta pengurus lebih kreatif. Pengurus diminta mengembangkan lini usaha, sehingga tak bergantung pada unit usaha simpan pinjam maupun pengelolaan air bersih.
“Bisa dilirik sektor kuliner misalnya, pemasaran produk, penjualan bahan bangunan, alat tulis kantor, membuat tour travel atau homestay, kelola sampah juga boleh. Harus lebih kreatif dan dikelola secara berkelanjutan,” tandas Subur. *k19
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) pun mengultimatum desa yang bersangkutan membentuk BUMDes di tahun 2019. Data menyebut, dari 129 desa yang ada di wilayah Buleleng, tinggal 19 desa yang belum mendirikan BUMDes. Kendala utama adalah perekrutan sumber daya manusia (SDM). Di satu sisi, BUMDes mesti dijalankan oleh pengurus yang memiliki jiwa bisnis untuk melihat peluang usaha, termasuk yang memiliki kemampuan keuangan. Di sisi lain, nafkah bagi mereka belumlah sepadan.
Kepala Dinas PMD Buleleng, I Made Subur mengaku telah mewajibkan seluruh desa memiliki BUMDes tahun 2019. Desa-desa yang belum memiliki BUMDes, diminta segera membuat kajian potensi desa. Aparat desa juga diminta membahas kebutuhan dana sehingga penyertaan modal dapat dilakukan pada pembahasan APBDes 2019. “Tahun depan, wajib semua desa memiliki BUMDes. Kami siap memfasilitasi. Sekarang kami minta mereka melakukan kajian dan identifikasi kebutuhan dana,” tegas Subur, saat dikonfirmasi Kamis (27/12).
Setelah pembentukan BUMDes siap melalui Peraturan Desa (Perdes) tentang BUMDes, ia meminta agar aparat desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) duduk bersama. Selanjutnya dibentuk tim seleksi untuk memilih pengurus BUMDes. Sehingga pengelolaan bisa dilakukan dengan profesional. “Memang ada kendala di SDM diawal karena belum memberikan hasil, tetapi kalau potensi usahanya menjanjikan, kami rasa ini akan mampu menggerakan perekonomian di seluruh desa. Nanti kami lakukan pendampingan dan pelatihan-pelatihan penguatan kapasitas SDM,” katanya.
Subur mengaku pengelolaan BUMDes sempat amburadul karena faktor Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola. Apalagi dulu dana yang digelontorkan lewat program Gerbang Sadu cukup besar, mencapai Rp 1,02 miliar, perdesa. Sementara SDM yang ada tak memiliki kapabilitas mengelola dana yang besar.
“Pengurus BUMDes harus seleksi, jangan main comot. Ini penting. Jangan sampai yang mengelola itu tidak punya jiwa entrepreneurship. Dipilih hanya faktor kedekatan, main comot. Tidak ada lagi seperti itu, makanya harus ada seleksi,” tegasnya.
Sementara untuk desa-desa yang telah memiliki BUMDes, Subur meminta pengurus lebih kreatif. Pengurus diminta mengembangkan lini usaha, sehingga tak bergantung pada unit usaha simpan pinjam maupun pengelolaan air bersih.
“Bisa dilirik sektor kuliner misalnya, pemasaran produk, penjualan bahan bangunan, alat tulis kantor, membuat tour travel atau homestay, kelola sampah juga boleh. Harus lebih kreatif dan dikelola secara berkelanjutan,” tandas Subur. *k19
Komentar