17 Lapak di Pantai Mertasari Dibongkar
Meski sudah dibongkar, namun hingga kini rencana relokasi pedagang belum ada kepastian lokasinya.
DENPASAR, NusaBali
Sempat diberikan toleransi sampai batas waktu 31 Desember 2018 oleh Pemprov Bali, akhirnya sebanyak 17 lapak milik pedagang yang menamakan diri ‘Paguyuban Nedauh Mercure’ di Pantai Mertasari, Desa Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan dibongkar Tim Satpol PP Provinsi Bali, Rabu (2/1) sekitar pukul 10.00 Wita.
Tidak ada protes dan perlawanan dari pedagang atau pemilik lapak yang berdiri di atas lahan aset Pemprov Bali seluas 50 are tersebut. Ketika rombongan Satpol PP datang, pedagang hanya bisa menyaksikan saja. Perwakilan pedagang, I Nyoman Gede Ary Wirawan sempat diajak bicara oleh Kabid Trantib Dewa Nyoman Ray Darmadi. Ary Wirawan pun tidak memasalahkan karena sudah ada surat pernyataan sebelumnya bahwa pedagang akan mengosongkan lapak mereka. Namun dia mempertanyakan di kawasan yang terletak di sebelah lokasi penggusuran, masih ada bangunan yang menempati lahan pemerintah. "Ya memang ini keputusan untuk investor, dan kami sudah berjanji dengan Bapak Gubernur. Tapi, berilah kami kesempatan untuk berjualan di pinggir trotoar sembari mencari tempat lain," ujarnya seraya mengatakan, kalau niatnya untuk membersihkan pantai, diharapkan agar membersihkan semuanya, jangan setengah-setengah.
Pembongkaran lapak pedagang di Pantai Mertasari, kemarin, dipimpin Plt Kasatpol PP Provinsi Bali yang juga Asisten III Setda Provinsi Bali I Wayan Suarjana. Pembongkaran melibatkan 25 orang petugas Satpol PP Provinsi Bali menggunakan alat berat eksavator. Pembongkaran disaksikan Satpol PP Kota Denpasar, Koramil Densel, Polsek Densel. Selain itu hadir Bagus Candra (perwakilan PT Sanur Hastra Mitra), Ida Bagus Sindu (perwakilan pedamping lahan).
Plt Kasatpol PP Suarjana didampingi Kabid Trantib Satpol PP Bali Dewa Nyoman Ray Darmadi, dan Kabid Aset Pemprov Bali I Ketut Nayaka disela-sela pembongkaran 17 lapak tersebut mengatakan, pihak Satpol PP melaksanakan keputusan dan instruksi Gubernur Bali. “Proses sebelumnya sudah melalui SP (Surat Peringatan) I, SP II dan SP III. Bahkan pedagang sempat meminta penundaan dan meminta tempo sampai 31 Desember 2018,” ujar mantan Kadispenda Bali ini.
Suarjana mengatakan, Pemprov Bali juga sudah memberikan toleransi waktu kepada para pedagang di Pantai Mertasari selama sehari untuk mengosongkan barang-barang. “Seharusnya 31 Desember toleransi waktunya. Tetapi kita kasi waktu sehari. Hari ini (kemarin,red) langsung kita bongkar. Hari ini astungkara aman-aman kondusif berjalan sesuai dengan prosedur dan mekanisme,” ujar birokrat asal Dusun Kutabali, Desa Tajen, Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan ini.
Suarjana pun mempertegas pembongkaran juga sesuai dengan Perda Nomor 7 Tahun 2009 tentang pengelolaan aset daerah, sehingga Satpol PP Provinsi Bali sendiri sudah tidak mungkin memberikan toleransi lagi. Apalagi masing-masing pedagang sudah membuat pernyataan.
Sementara itu, salah satu pedagang, Ida Ayu Ketut Sarini mengaku, dirinya mulai berbenah dan merapikan barang sejak empat hari yang lalu. "Jangankan ganti rugi, solusi pun tak ada," ucap pedangang yang sudah belasan tahun mengais rezeki di tempat ini dengan nada pasrah. Saat ditanya terkait tawaran relokasi di kawasan Padanggalak, perempuan ini mengaku bahwa di kawasan itu kondisinya sangat sepi. "Saya sudah ke sana dan melihat keadaan. Sangat sepi, tidak ada orang yang lewat," ujarnya seraya berharap ada ganti rugi dari Pemprov Bali sebagai modal untuk mencari tempat lain.
Seperti diketahui, lahan berupa aset milik Pemprov Bali seluas 50 are ini kini statusnya disewa pihak ketiga yakni PT Sanur Hastra Mitra selama 25 tahun. Lahan ini direncanakan oleh pihak investor PT Sanur Hastamitra dijadikan kawasan wisata layaknya beachwalk.
Perjanjian awal No.593.6/1463/Per tertanggal 27-Januari-1995 addendum I tgl 28-10-2010, Nomor: 593.1/6483/PAAset. Addendum II Nomor 593.1/661/PPA.Aset tanggal 25-2-2016, dengan masa berlaku 25 Januari 2020. “Perjanjian ini diperbaiki setiap lima tahun sekali. Kontraknya kan selama 25 tahun,” tambah Kabid Trantib Dewa Darmadi. *nat
Tidak ada protes dan perlawanan dari pedagang atau pemilik lapak yang berdiri di atas lahan aset Pemprov Bali seluas 50 are tersebut. Ketika rombongan Satpol PP datang, pedagang hanya bisa menyaksikan saja. Perwakilan pedagang, I Nyoman Gede Ary Wirawan sempat diajak bicara oleh Kabid Trantib Dewa Nyoman Ray Darmadi. Ary Wirawan pun tidak memasalahkan karena sudah ada surat pernyataan sebelumnya bahwa pedagang akan mengosongkan lapak mereka. Namun dia mempertanyakan di kawasan yang terletak di sebelah lokasi penggusuran, masih ada bangunan yang menempati lahan pemerintah. "Ya memang ini keputusan untuk investor, dan kami sudah berjanji dengan Bapak Gubernur. Tapi, berilah kami kesempatan untuk berjualan di pinggir trotoar sembari mencari tempat lain," ujarnya seraya mengatakan, kalau niatnya untuk membersihkan pantai, diharapkan agar membersihkan semuanya, jangan setengah-setengah.
Pembongkaran lapak pedagang di Pantai Mertasari, kemarin, dipimpin Plt Kasatpol PP Provinsi Bali yang juga Asisten III Setda Provinsi Bali I Wayan Suarjana. Pembongkaran melibatkan 25 orang petugas Satpol PP Provinsi Bali menggunakan alat berat eksavator. Pembongkaran disaksikan Satpol PP Kota Denpasar, Koramil Densel, Polsek Densel. Selain itu hadir Bagus Candra (perwakilan PT Sanur Hastra Mitra), Ida Bagus Sindu (perwakilan pedamping lahan).
Plt Kasatpol PP Suarjana didampingi Kabid Trantib Satpol PP Bali Dewa Nyoman Ray Darmadi, dan Kabid Aset Pemprov Bali I Ketut Nayaka disela-sela pembongkaran 17 lapak tersebut mengatakan, pihak Satpol PP melaksanakan keputusan dan instruksi Gubernur Bali. “Proses sebelumnya sudah melalui SP (Surat Peringatan) I, SP II dan SP III. Bahkan pedagang sempat meminta penundaan dan meminta tempo sampai 31 Desember 2018,” ujar mantan Kadispenda Bali ini.
Suarjana mengatakan, Pemprov Bali juga sudah memberikan toleransi waktu kepada para pedagang di Pantai Mertasari selama sehari untuk mengosongkan barang-barang. “Seharusnya 31 Desember toleransi waktunya. Tetapi kita kasi waktu sehari. Hari ini (kemarin,red) langsung kita bongkar. Hari ini astungkara aman-aman kondusif berjalan sesuai dengan prosedur dan mekanisme,” ujar birokrat asal Dusun Kutabali, Desa Tajen, Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan ini.
Suarjana pun mempertegas pembongkaran juga sesuai dengan Perda Nomor 7 Tahun 2009 tentang pengelolaan aset daerah, sehingga Satpol PP Provinsi Bali sendiri sudah tidak mungkin memberikan toleransi lagi. Apalagi masing-masing pedagang sudah membuat pernyataan.
Sementara itu, salah satu pedagang, Ida Ayu Ketut Sarini mengaku, dirinya mulai berbenah dan merapikan barang sejak empat hari yang lalu. "Jangankan ganti rugi, solusi pun tak ada," ucap pedangang yang sudah belasan tahun mengais rezeki di tempat ini dengan nada pasrah. Saat ditanya terkait tawaran relokasi di kawasan Padanggalak, perempuan ini mengaku bahwa di kawasan itu kondisinya sangat sepi. "Saya sudah ke sana dan melihat keadaan. Sangat sepi, tidak ada orang yang lewat," ujarnya seraya berharap ada ganti rugi dari Pemprov Bali sebagai modal untuk mencari tempat lain.
Seperti diketahui, lahan berupa aset milik Pemprov Bali seluas 50 are ini kini statusnya disewa pihak ketiga yakni PT Sanur Hastra Mitra selama 25 tahun. Lahan ini direncanakan oleh pihak investor PT Sanur Hastamitra dijadikan kawasan wisata layaknya beachwalk.
Perjanjian awal No.593.6/1463/Per tertanggal 27-Januari-1995 addendum I tgl 28-10-2010, Nomor: 593.1/6483/PAAset. Addendum II Nomor 593.1/661/PPA.Aset tanggal 25-2-2016, dengan masa berlaku 25 Januari 2020. “Perjanjian ini diperbaiki setiap lima tahun sekali. Kontraknya kan selama 25 tahun,” tambah Kabid Trantib Dewa Darmadi. *nat
Komentar