Keluarga Bantah Minta Layanan VIP
Lagi, Korban Tsunami Ditagih Rp 17 Juta
CILEGON, NusaBali
Korban tsunami asal Kota Cilegon, Banten, ditagih Rp 17 juta setelah dirawat di sebuah RS. Tagihan itu membingungkan korban karena dia mengira perawatan itu ditanggung pemerintah.
Plt Wali Kota Cilegon, Edi Ariadi, mengaku belum mengetahui perihal kasus tagihan terhadap korban tsunami tersebut. Edi tak mau berkomentar banyak lantaran tak tahu permasalahannya.
"Kata siapa? Nanti saya kroscek dulu ke PMI ya, saya cek tanya dulu," kata Edi kepada wartawan, Jumat (4/1).
Direktur Komersial RSKM Suriadi Arief mengatakan penanganan bagi korban bencana berada di kelas III. Jika ingin mendapatkan pelayanan lebih, pihak rumah sakit mengenakan tambahan biaya untuk perawatan. RS Krakatau Medika (RSKM) menyebut korban tsunami minta pelayanan VIP sehingga ditagih Rp 17 juta.
"Penanganan bencana kan kelas tiga, sejak awal pasien itu minta di VIP, dari awal sudah dijelaskan jika coverage-nya segini. Kalau misalkan naik kelas, ada nilainya dong, ada biaya dong," ujarnya saat dimintai konfirmasi, Sabtu (5/1).
Namun korban tsunami membantah keluarganya mendapat pelayanan VIP, melainkan hanya kelas II. Sulastri, orang tua korban tsunami atas nama Navis Humam (8), yang dirawat di RSKM, mengatakan anaknya dirawat di ruang Melati 14 di RSKM. Ruangan itu merupakan kelas II, bukan VIP.
"Ya kalau itu, siapa yang ngomong saya minta di VIP itu, terus kenyataannya di ruang Melati 14, bukan di VIP, banyak saksinya orang-orang yang istilahnya besuk di situ kan selalu penuh ya, kelas Melati 14 itu selalu penuh nggak ada istilahnya kosong. Kosong istilahnya gini abis zuhur abis asar pasti ada, jadi orang-orang yang jenguk itu fokusnya malah ke anak saya 'ini kenapa', katanya gitu," kata Sulastri di kediamannya, Minggu (6/1) dilansir detik. "Demi Allah saya dari awal (dirawat) dari kuitansinya kan ada kelas II," tegasnya.
Sang ibu membantah pernyataan pihak rumah sakit sudah memberi tahu bahwa korban tsunami mendapat pelayanan kelas III. Ia bahkan bersumpah menyatakan bahwa tidak pernah mendapat pelayanan VIP.
"Nggak ada pemberitahuan begitu (kelas III), bablas aja. Pas mau tindakan operasi pun dimintai deposit lagi, pokoknya kuitansi itu ada di polres kemaren itu udah dikumpulin," lanjutnya.
Sejak awal ditangani rumah sakit, kata Sulastri, tidak ada pemberitahuan soal korban tsunami ditangani di kelas III. Bahkan ia bersama keluarganya mengurusi administrasi untuk perawatan anaknya yang menjadi korban tsunami. *
Plt Wali Kota Cilegon, Edi Ariadi, mengaku belum mengetahui perihal kasus tagihan terhadap korban tsunami tersebut. Edi tak mau berkomentar banyak lantaran tak tahu permasalahannya.
"Kata siapa? Nanti saya kroscek dulu ke PMI ya, saya cek tanya dulu," kata Edi kepada wartawan, Jumat (4/1).
Direktur Komersial RSKM Suriadi Arief mengatakan penanganan bagi korban bencana berada di kelas III. Jika ingin mendapatkan pelayanan lebih, pihak rumah sakit mengenakan tambahan biaya untuk perawatan. RS Krakatau Medika (RSKM) menyebut korban tsunami minta pelayanan VIP sehingga ditagih Rp 17 juta.
"Penanganan bencana kan kelas tiga, sejak awal pasien itu minta di VIP, dari awal sudah dijelaskan jika coverage-nya segini. Kalau misalkan naik kelas, ada nilainya dong, ada biaya dong," ujarnya saat dimintai konfirmasi, Sabtu (5/1).
Namun korban tsunami membantah keluarganya mendapat pelayanan VIP, melainkan hanya kelas II. Sulastri, orang tua korban tsunami atas nama Navis Humam (8), yang dirawat di RSKM, mengatakan anaknya dirawat di ruang Melati 14 di RSKM. Ruangan itu merupakan kelas II, bukan VIP.
"Ya kalau itu, siapa yang ngomong saya minta di VIP itu, terus kenyataannya di ruang Melati 14, bukan di VIP, banyak saksinya orang-orang yang istilahnya besuk di situ kan selalu penuh ya, kelas Melati 14 itu selalu penuh nggak ada istilahnya kosong. Kosong istilahnya gini abis zuhur abis asar pasti ada, jadi orang-orang yang jenguk itu fokusnya malah ke anak saya 'ini kenapa', katanya gitu," kata Sulastri di kediamannya, Minggu (6/1) dilansir detik. "Demi Allah saya dari awal (dirawat) dari kuitansinya kan ada kelas II," tegasnya.
Sang ibu membantah pernyataan pihak rumah sakit sudah memberi tahu bahwa korban tsunami mendapat pelayanan kelas III. Ia bahkan bersumpah menyatakan bahwa tidak pernah mendapat pelayanan VIP.
"Nggak ada pemberitahuan begitu (kelas III), bablas aja. Pas mau tindakan operasi pun dimintai deposit lagi, pokoknya kuitansi itu ada di polres kemaren itu udah dikumpulin," lanjutnya.
Sejak awal ditangani rumah sakit, kata Sulastri, tidak ada pemberitahuan soal korban tsunami ditangani di kelas III. Bahkan ia bersama keluarganya mengurusi administrasi untuk perawatan anaknya yang menjadi korban tsunami. *
Komentar