Ranperda Desa Adat Bakal Dibahas Waktu yang Panjang
Ranperda tentang Desa Adat yang sudah mulai diusulkan drafnya kepada Legislatif diprediksi akan lama dibahas di DPRD Bali.
Bendesa Minta Desa Adat Tetap Otonom
DENPASAR, NusaBali
Sebab wakil rakyat Bali ini memberikan signal agar lahirnya Perda Desa Adat ini lebih matang, karena menjadi rujukan bagi perda-perda lain ketika sudah disahkan menjadi perda.
Wakil Ketua DPRD Bali I Nyoman Sugawa Korry di Denpasar, Senin (7/1), mengapresiasi Ranperda Desa Adat yang merupakan inisiatif Eksekutif bisa cepat diusulkan ke DPRD Bali. Namun karena sangat strategis sifatnya dan berfungsi sebagai rujukan payung hukum perda lainnya baik di propinsi dan kabupaten/kota, pembahasannya ini mesti dilakukan lebih konprehensif. “Harus dibahas lebih matang dan komprehensif,” kata politisi Partai Golkar asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng ini.
Menurut Sugawa Korry, pansus dan Pemprov Bali perlu melibatkan stakeholder dan lembaga lebih tinggi untuk melakukan konsultasi-konsultasi kepada lembaga di atasnya. “Dengan melibatkan lembaga terkait, konsultasi kepada lembaga berwenang yang lebih tinggi, disamping dengan stakeholder di Bali, maka Perda Desa Adat ini akan menjadi produk hukum yang berkualitas. Misalnya nanti melibatkan PHDI, MUDP Kabupaten/Kota dan dikonsultasikan ke lembaga lebih tinggi,” ujarnya.
Diungkapkannya, saat ini masih ada pendapat-pendapat berbeda tentang judul/nama penggunaan Desa Adat atau Desa Pakraman. Dimana salah satunya akan digunakan judul Desa Adat pada pasal 1. Kemudian kedudukan Desa Adat atau Desa Pakraman yang diatur dalam pasal 5, dikaitkan dengan kewenangan tingkat provinsi, termasuk dalam hal kewenangan alokasi anggaran bersumber dari APBD.
Kemudian masalah lembaga keuangan desa atau Labda Pacingkreman Desa (LPD) yang diatur dalam pasal 60 dan 65, yang terkait dengan keberadaan UU Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dimana LPD adalah lembaga otoritas perekonomian adat Bali. “Jadi karena perda ini strategis pembahasannya nanti lebih dimuarakan kepada kepentingan jangka panjang dan kepentingan yang lebih besar untuk kelangsungan pelestarian adat dan budaya Bali,” ujar Sekretaris DPD I Golkar Bali ini.
Sementara itu, sebelum pembahasan Ranperda Desa Adat ini mulai muncul aspirasi supaya Desa Adat nanti tetap otonom berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Tidak sampai diatur atau berada di bawah Bupati/Walikota/Gubernur. Hal itu diungkapkan Bendesa Adat Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan I Wayan Disel Astawa, Senin (7/1) kemarin.
Menurut Disel Astawa, pihaknya melihat Desa Adat cenderung selama ini terintervensi baik secara langsung maupun tidak langsung ketika ada peraturan-peraturan bupati/walikota/gubernur. “Padahal Desa Adat itu adalah lembaga otonom yang telah diatur oleh UU Dasar 1945. Kita berharap Desa Adat ini otonom berdasarkan Pancasila, UU Dasar 1945 dan NKRI,” ujar mantan anggota DPRD Bali ini.
Soal keberadaan LPD, menurut Disel Astawa memang ada salah satu pasal dalam Perda Desa Adat menyebutkan LPD sebagai sumber perekonomian desa adat. Namun ketika akan diubah dan disahkan menjadi Labda Pecingkreman Desa, maka tidak ada subjek hukumnya. Dampaknya Desa Adat tidak boleh lagi menerima bantuan LPD. “Karena LPD sudah amor (hilang). Maka harus dipikirkan matang- matang dengan kajian mendalam tentang kaitan keberadaan LPD dan Desa Adat ini,” ujar Disel Astawa.
Sebelumnya draf Ranperda Desa Adat sudah diusulkan Gubernur Bali Wayan Koster, Rabu (19/12) lalu. Draf Ranperda Desa Adat ini nantinya akan dibahas oleh DPRD Bali dengan membentuk pansus. Gubernur Koster pun menegaskan telah sosialisasikan draf Ranperda Desa Adat ini. Gubernur Koster secara tegas menyatakan akan membentuk OPD (Organisasi Perangka Daerah) untuk menangani Desa Adat. “Tidak seperti sekarang masih berada di bawah Dinas Kebudayaan. Nanti ketika sudah ada Perda Desa Adat nanti khusus berada dibawah OPD baru yang akan dibentuk nanti,” tegasnya. *nat
Komentar