Mahasiswa Payung, Mahasiswa Puyung
Berteduh atau Menari – Catatan Pendek
Penulis : Putu Nata Kusuma
Skripsi laksana hujan. Beberapa orang memilih berteduh dibawah payung, dan sisanya memilih menari dibawah hujan. Payungan, sebuah kata untuk mendeskripsikan mereka (baca: mahasiswa) yang mencari Dosen Pembimbing lebih dini dengan cara gerilya untuk mendapatkan bantuan baik secara topik skripsi maupun artikel dan metode penelitian. Saya adalah seseorang yang berangkat dari sebuah pemikiran dimana dengan strategi payungan, maka urusan skripsi bisa jauh lebih mudah dan lulus sesuai dengan kalender hidup.
Belum ada setengah perjalanan semenjak saya memulai payungan ini, saya sadar faktanya payungan tidak semudah itu, ferguso. Berawal dari saya dan 5 teman saya yang secara gerilya mengendap di bawah tanah mencari dosen untuk dijadikan pembimbing. Tanpa perlu mengeluarkan keringat berlebih, kami mendapatkan 1 dosen yang bersedia membimbing kami dengan topic yang ia miliki. Singkat cerita, beberapa kali kami kumpul bersama membahas tentang topic skripsi dan lambat laut jumlah personil pun semakin berkurang. Ada yang berhalangan hadir karena kondisi badan yang tidak sehat, ada yang tidak hadir karena ada acara di kampus, dan sisanya tidak hadir karena itu saja alasannya. Hingga kami tiba pada suatu titik dimana kami berfikir.
“Kita gak bisa bareng-bareng terus kayak gini kedepannya. Ya, kita bimbingan harus sendiri-sendiri atau minimal berpasangan. Apalagi dosen pembimbing 1 kita berda-beda, ya jelas sulit”.
Akhirnya dengan menghembuskan nafas yang lantang, meski kami payungan kami harus menerima realita bahwa payungan tidak harus sama-sama, seterusnya. Beberapa dari kami pun mulai bergerak masing-masing. Ada yang berpasangan dan ada juga yang tidak. Kesadaran baru pun mulai muncul. Kami baru sadar kalau kami belum mengumpulkan proposal karena terlalu banyak berfikir “siapa ya enaknya untuk dijadikan pembimbing 1?”
Disaat yang bersamaan, deretan nama-nama mahasiswa sudah terpampang rapi di depan ruang jurusan, lengkap dengan judul skripsi dan dosen pembimbingnya. Alhasil, kepanikan mulai melanda bagi kami mahasiswa payung yang masih puyung (kosong). Pada akhirnya, kami jatuh pada kondisi dimana
“Ya udah deh. Pokoknya besok harus ngumpul proposal” lagas teman saya
“Duh pokoknya besok aku harus nyari Bu X, semoga beliau mau jadi pembimbing 1” sahut teman saya yang lain
“Mih punyaku belum selesai, lusa aku kumpul deh” sahut yang lainnya
Kalian lihat? Kami benar-benar mahasiswa payung yang puyung. Entah apa yang berat, kami tak tahu. Topik skripsi atau jari-jari kami untuk mengerjakan skripsi?
Di sini saya berfikir, sepertinya lebih enak dan santai hidup mereka, orang-orang yang tidak memilih payungan. Datang dan mengumpulkan proposal sesuai jadwal lalu tinggal menunggu pengumuman pembimbing di papan. Lalu bimbingan dan seminar.
“Yey!! One Step Closer!!” kata orang-orang yang memberikan ucapan selamat bagi temannya yang sudah seminar via Instagram story mereka.
Skripsi laksana hujan. Beberapa orang memilih berteduh dibawah payung, dan sisanya memilih menari dibawah hujan. Baik berteduh dibawah payung maupun menari dibawah hujan, semua memiliki dampaknya tersendiri. Payungan mengajarkan kita bahwa apapun yang dikerjakan bersama akan lebih baik, namun bersama bukan berarti harus memundurkan kesempatan karena takut meninggalkan teman dan bukan berarti harus memaksakan diri melampaui kemampuan diri agar bisa mengejar teman. Dalam konteks ini, bersama adalah kau tetap membantu sesama tanpa harus ciptakan dilema. Dilema untuk mengembangkan dirimu sendiri. Kita harus sadar bahwasannya hukum rimba tetap berlaku dalam kondisi apapun jika sudah mencapai tahap akhir sebuah semester. Meskipun dari segi bahasa, kita “bersama” namun jangan sampai kita terlalu ketergantungan dengan orang lain. Begitu hal nya bagi mereka yang menari dibawah hujan. Memang mereka akan sakit karena terkena hujan, namun ketika mereka menerima secara utuh arus yang dikehendaki oleh alam, maka mereka lah para pejuang sarjana yang sesungguhnya. Dibimbing oleh dosen yang suka tidak suka, tetap harus mereka terima. Kelak, kami yang berteduh dibawah payung dan mereka yang menari dibawah hujan akan memiliki satu tujuan mulia yang sama. Melihat pelangi (baca: wisuda).
Komentar