Tuntutan Pesangon Eks Karyawan Hardys Belum Jelas
Eks karyawan Hardys kembali mendatangi Kantor Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali, Jumat (18/1) untuk mediasi permasalahan hak pesangon yang tak kunjung dibayarkan oleh pihak yang memutus hubungan kerja (PHK) mereka, yakni PT Arta Sedana Retailindo dan PT Super Grosir Indonesia.
DENPASAR, NusaBali
Namun nampaknya, hingga mediasi kedua yang dilakukan kemarin masih belum membuahkan kejelasan.
Koordinator eks karyawan Hardys, Yeni Anita, ditemui usai mediasi mengatakan, sampai mediasi kemarin berakhir sama sekali belum ada titik temu. Mereka diarahkan untuk menunggu surat anjuran yang akan dibuat oleh Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Bali. “Dalam mediasi kedua ini, tuntutan kami tetap pada kedua PT yang mem-PHK, yakni PT Arta Sedana Retailindo dan PT Super Grosir Indonesia. Tapi belum ada titik temu. Setelah ini kami akan dapat surat anjuran dari Disnaker, nunggu 10 hari lagi,” ujarnya.
Jika dengan surat anjuran tersebut tidak juga terjadi kesepakatan (musyawarah mufakat) antara perusahaan dan karyawan yang di-PHK, maka kata dia, permasalahan ini akan sampai di persidangan. Dalam mediasi kemarin, ungkap Yeni, pihak perusahaan meminta beberapa dokumen untuk menjadi data apa yang sesungguhnya menjadi tuntutan. “Kami akan membuat dokumen tersebut. Tapi setelah 10 hari surat anjuran itu keluar dan tidak juga ada titik temu, maka kami akan ke pengadilan,” katanya.
Beberapa dokumen yang diminta oleh pihak perusahaan di antaranya perjanjian kerja yang digunakan sebagai dasar pengaduan terhadap PT Artha Sedana Retailindo, dokumen yang menunjukkan nama-nama tenaga kerja yang mengajukan pengaduan pada Dinas Tenaga Kerja ESDM Provinsi Bali.
Selain itu, pekerja juga dimintai dokumen yang menjadi tuntutan kepada PT Artha Sedana Retailindo menyangkut berapa jumlah tuntutan, siapa pihak dan objek tuntutan, serta dasar tuntutan dan berita acara musyawarah bipartit dengan PT Artha Sedana Retailindo. “Klien kami belum mendapat dokumen yang detail, mohon tuntutan ini dilengkapi dengan dokumen-dokumen, sehingga klien kami bisa bersikap. Karena tanpa dokumen, klien kami tidak bisa mengambil sikap,” ujar Kuasa Hukum PT Arta Ardana Retailindo, Ni Wayan Umi Martina.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali, Ni Luh Made Wiratmi mengatakan, pihaknya terus mengupayakan adanya mediasi antara kedua belah pihak. Namun bila tidak juga menemukan hasil, mereka bisa mengambil langkah selanjutnya yakni jalur hukum lewat pengadilan hubungan industrial.
Wiratmi menjelaskan, mediasi permasalahan ketenagakerjaan melalui beberapa tahap. Pertama, harus diselesaikan secara bipartite antara perusahaan dan pekerja. Bila tidak mampu terselesaikan di tingkat perusahaan tersebut, maka mediator dari Dinas Tenaga Kerja dan ESDM akan memediasi kedua belah pihak yang bersengketa. “Mediator kami akan memberikan anjuran, yang diambil dari ketika mediasi kedua belah pihak dengan kesepakatan. Kalau dalam sehari saja bisa PB (Perjanjian Bersama) setelah negosiasi, dan kedua belah pihak bisa saling menerima, itu bagus,” jelasnya.
Wiratmi menambahkan, sejak permasalahan tersebut muncul, pihaknya sebenarnya sudah melakukan antisipasi jika seandainya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Namun, dari sisi pekerja mengatakan telah memiliki pendamping lawyer (pengacara). “Sebelum terjadi PHK itu, saya sampaikan ke mereka (karyawan), kalau di-PHK, ada hak-hak yang mereka dapatkan. Saya terus dorong mereka untuk menyampaikan kepada lawyer, secara rutin bertemu. Saya tetap amati itu,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, berdasarkan kronologi yang diterima NusaBali dari eks karyawan, sebelumnya mereka bekerja pada PT Hardys Retailindo. Namun pada November 2017, Pengadilan Niaga Surabaya menyatakan pailit terhadap PT Hardys Retailindo, termasuk pailit terhadap PT Hardys Group dan pendirinya I Gede Agus Hardiawan.
PT Hardys Retailindo kemudian diakuisisi oleh PT Arta Sedana Retailindo sebagai induk outlet-outlet Hardys Retail. PT Arta Sedana Retailindo juga mengembangkan PT Super Grosir Indonesia sebagai Distribution Centre Hardys Retail. Setelah peralihan manajemen, tidak ada hitam di atas putih mengenai peralihan masa kerja yang sebelumnya dari PT Hardys Retailindo ke PT Arta Sedana Retailindo atau dari PT Hardys Retailindo ke PT Super Grosir Indonesia, yang ditunjukkan jelas ke semua karyawan.
Setelah diakuisisi, mereka bekerja pada PT Arta Sedana Retailindo dan PT Super Grosir Indonesia. Pada Januari 2018, PT Arta Sedana Retailindo melakukan penutupan terhadap delapan outlet Hardys. Ini berdampak pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap ratusankaryawan. Pada 25 Januari 2018, pekerja menandatangani Surat Kesepakatan Berakhir Hubungan Kerja outlet-outlet dan DC Hardys Retail. PHK dilakukan tahap yakni Januari dan Februari 2018. *ind
Koordinator eks karyawan Hardys, Yeni Anita, ditemui usai mediasi mengatakan, sampai mediasi kemarin berakhir sama sekali belum ada titik temu. Mereka diarahkan untuk menunggu surat anjuran yang akan dibuat oleh Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Bali. “Dalam mediasi kedua ini, tuntutan kami tetap pada kedua PT yang mem-PHK, yakni PT Arta Sedana Retailindo dan PT Super Grosir Indonesia. Tapi belum ada titik temu. Setelah ini kami akan dapat surat anjuran dari Disnaker, nunggu 10 hari lagi,” ujarnya.
Jika dengan surat anjuran tersebut tidak juga terjadi kesepakatan (musyawarah mufakat) antara perusahaan dan karyawan yang di-PHK, maka kata dia, permasalahan ini akan sampai di persidangan. Dalam mediasi kemarin, ungkap Yeni, pihak perusahaan meminta beberapa dokumen untuk menjadi data apa yang sesungguhnya menjadi tuntutan. “Kami akan membuat dokumen tersebut. Tapi setelah 10 hari surat anjuran itu keluar dan tidak juga ada titik temu, maka kami akan ke pengadilan,” katanya.
Beberapa dokumen yang diminta oleh pihak perusahaan di antaranya perjanjian kerja yang digunakan sebagai dasar pengaduan terhadap PT Artha Sedana Retailindo, dokumen yang menunjukkan nama-nama tenaga kerja yang mengajukan pengaduan pada Dinas Tenaga Kerja ESDM Provinsi Bali.
Selain itu, pekerja juga dimintai dokumen yang menjadi tuntutan kepada PT Artha Sedana Retailindo menyangkut berapa jumlah tuntutan, siapa pihak dan objek tuntutan, serta dasar tuntutan dan berita acara musyawarah bipartit dengan PT Artha Sedana Retailindo. “Klien kami belum mendapat dokumen yang detail, mohon tuntutan ini dilengkapi dengan dokumen-dokumen, sehingga klien kami bisa bersikap. Karena tanpa dokumen, klien kami tidak bisa mengambil sikap,” ujar Kuasa Hukum PT Arta Ardana Retailindo, Ni Wayan Umi Martina.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali, Ni Luh Made Wiratmi mengatakan, pihaknya terus mengupayakan adanya mediasi antara kedua belah pihak. Namun bila tidak juga menemukan hasil, mereka bisa mengambil langkah selanjutnya yakni jalur hukum lewat pengadilan hubungan industrial.
Wiratmi menjelaskan, mediasi permasalahan ketenagakerjaan melalui beberapa tahap. Pertama, harus diselesaikan secara bipartite antara perusahaan dan pekerja. Bila tidak mampu terselesaikan di tingkat perusahaan tersebut, maka mediator dari Dinas Tenaga Kerja dan ESDM akan memediasi kedua belah pihak yang bersengketa. “Mediator kami akan memberikan anjuran, yang diambil dari ketika mediasi kedua belah pihak dengan kesepakatan. Kalau dalam sehari saja bisa PB (Perjanjian Bersama) setelah negosiasi, dan kedua belah pihak bisa saling menerima, itu bagus,” jelasnya.
Wiratmi menambahkan, sejak permasalahan tersebut muncul, pihaknya sebenarnya sudah melakukan antisipasi jika seandainya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Namun, dari sisi pekerja mengatakan telah memiliki pendamping lawyer (pengacara). “Sebelum terjadi PHK itu, saya sampaikan ke mereka (karyawan), kalau di-PHK, ada hak-hak yang mereka dapatkan. Saya terus dorong mereka untuk menyampaikan kepada lawyer, secara rutin bertemu. Saya tetap amati itu,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, berdasarkan kronologi yang diterima NusaBali dari eks karyawan, sebelumnya mereka bekerja pada PT Hardys Retailindo. Namun pada November 2017, Pengadilan Niaga Surabaya menyatakan pailit terhadap PT Hardys Retailindo, termasuk pailit terhadap PT Hardys Group dan pendirinya I Gede Agus Hardiawan.
PT Hardys Retailindo kemudian diakuisisi oleh PT Arta Sedana Retailindo sebagai induk outlet-outlet Hardys Retail. PT Arta Sedana Retailindo juga mengembangkan PT Super Grosir Indonesia sebagai Distribution Centre Hardys Retail. Setelah peralihan manajemen, tidak ada hitam di atas putih mengenai peralihan masa kerja yang sebelumnya dari PT Hardys Retailindo ke PT Arta Sedana Retailindo atau dari PT Hardys Retailindo ke PT Super Grosir Indonesia, yang ditunjukkan jelas ke semua karyawan.
Setelah diakuisisi, mereka bekerja pada PT Arta Sedana Retailindo dan PT Super Grosir Indonesia. Pada Januari 2018, PT Arta Sedana Retailindo melakukan penutupan terhadap delapan outlet Hardys. Ini berdampak pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap ratusankaryawan. Pada 25 Januari 2018, pekerja menandatangani Surat Kesepakatan Berakhir Hubungan Kerja outlet-outlet dan DC Hardys Retail. PHK dilakukan tahap yakni Januari dan Februari 2018. *ind
Komentar