Tagih Tunggakan, Leher Debt Collector Ditempel Parang
Satu debt collector disandera, dan debt collector lainnya diminta membawa pulang istri pelaku yang kabur karena ketakutan
SINGARAJA, NusaBali
Debt collector yang biasanya dikenal garang, kali ini kalah galak dibandingkan nasabah yang ditagih. Contohnya yangterjadi di Kelurahan Banyuning, Kecamatan/Kabupaten Buleleng. Dua orang debt collector salah satu bank swasta di Buleleng hampir saja terluka bahkan mati kena parang pada Rabu (16/1) pukul 18.00 WITA.
Peristiwa tersebut berawal saat korban Gede Budiartama, 27 dan rekannya Komang Trisna Aryayasa, 27, mengunjungi rumah Nengah Rumiada , 43. Rumiada didatangi dua debt collector ini lantaran sudah tiga kali menunggak membayar cicilan kredit.
Awal mereka sampai di rumah pelaku, istri Rumiada, Wayan Kamawati, 42, menyambut kedatangan kedua korban. Namun baru saja mengutarakan maksud kedatangannya, tiba-tiba pelaku Rumiada langsung muncul dari dalam rumah sembari membawa parang dengan panjang sekitar 60 sentimeter. Rumiada pun dikatakan langsung emosi dan langsung mendorong istrinya hingga terjatuh. Kamawati yang ketakutan langsung kabur dari rumahnya. Pelaku Rumiada pun tak berhenti sampai di sana menggertak korban. Parang yang dibawanya dalam kondisi terhunus, diarahkan dan ditempelkan di leher korban Budiartama.
Pelaku pun kemudian menyuruh Budi mencari istrinya sampai ketemu dan menyandera korban Trisna di rumahnya.
Kapolsek Kota Singaraja, Kompol AA Wiranata Kusuma, di Mapolres Buleleng, Jumat (18/1) kemarin mengatakan selain menyandera korban Trisna, ia juga mengancam korban Budi, akan membunuh temannya jika ia tak segera membawa istri pelaku pulang. Budi yang mendapat kesempatan ke luar rumah pelaku langsung melaporkan kejadian tersebut kepada pihak polisi.
“Kami langsung tangkap di rumahnya begitu mendapat laporan,” ucap Kompol Wiranata.
Pelaku Rumiasa pun tak dapat berkutik saat polisi mengepung rumahnya. Beruntung ia tak mendapatkan timah panas atas aksi premanisme yang dilakukannya. “Beruntung saat itu parangnya sudha tak dipegang, kalau masih bisa saja saja kami lumpuhkan,” imbuh dia.
Sementara itu, tingkah Rumiada yang yang dinilai mengancam nyawa itu bukan terjadi kali pertama. Kedua korban yang juga sempat datang di bulan pertama dan kedua Rumiada telat membayar cicilan juga mendapatkan perlakuan tak menyenangkan. Saat pertama kali menagih kejelasan dna kesanggupan membayar hutangnya, kedua korban diusir dengan nada keras. Penagihan bulan kedua juga sempat dilempari batu.
Pelaku Rumiada yang membuka usaha dagang itu meminjam uang sebesar Rp 200 juta pada pihak bank. Baru berjalan dua tahun, ia tidak sanggup lagi membayar cicilan per bulannya Rp 4 juta, hingga kini diamankan pihak kepolisian. Ia di hadapan sejumlah media mengaku khilaf dan melakukan kesalahan yang fatal akibat panik. “Waktu itu saya bingung, panik. Sebenarnya mau gertak saja, tidak berani saya sampai bunuh orang, saya minta maaf pada pihak bank,” sesalnya.
Kini Rusmiada harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ia disangkakan pasal pasal 335 ayat (1) KUHP, tentang pengancaman juncto pasal 2 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara.*k23
Debt collector yang biasanya dikenal garang, kali ini kalah galak dibandingkan nasabah yang ditagih. Contohnya yangterjadi di Kelurahan Banyuning, Kecamatan/Kabupaten Buleleng. Dua orang debt collector salah satu bank swasta di Buleleng hampir saja terluka bahkan mati kena parang pada Rabu (16/1) pukul 18.00 WITA.
Peristiwa tersebut berawal saat korban Gede Budiartama, 27 dan rekannya Komang Trisna Aryayasa, 27, mengunjungi rumah Nengah Rumiada , 43. Rumiada didatangi dua debt collector ini lantaran sudah tiga kali menunggak membayar cicilan kredit.
Awal mereka sampai di rumah pelaku, istri Rumiada, Wayan Kamawati, 42, menyambut kedatangan kedua korban. Namun baru saja mengutarakan maksud kedatangannya, tiba-tiba pelaku Rumiada langsung muncul dari dalam rumah sembari membawa parang dengan panjang sekitar 60 sentimeter. Rumiada pun dikatakan langsung emosi dan langsung mendorong istrinya hingga terjatuh. Kamawati yang ketakutan langsung kabur dari rumahnya. Pelaku Rumiada pun tak berhenti sampai di sana menggertak korban. Parang yang dibawanya dalam kondisi terhunus, diarahkan dan ditempelkan di leher korban Budiartama.
Pelaku pun kemudian menyuruh Budi mencari istrinya sampai ketemu dan menyandera korban Trisna di rumahnya.
Kapolsek Kota Singaraja, Kompol AA Wiranata Kusuma, di Mapolres Buleleng, Jumat (18/1) kemarin mengatakan selain menyandera korban Trisna, ia juga mengancam korban Budi, akan membunuh temannya jika ia tak segera membawa istri pelaku pulang. Budi yang mendapat kesempatan ke luar rumah pelaku langsung melaporkan kejadian tersebut kepada pihak polisi.
“Kami langsung tangkap di rumahnya begitu mendapat laporan,” ucap Kompol Wiranata.
Pelaku Rumiasa pun tak dapat berkutik saat polisi mengepung rumahnya. Beruntung ia tak mendapatkan timah panas atas aksi premanisme yang dilakukannya. “Beruntung saat itu parangnya sudha tak dipegang, kalau masih bisa saja saja kami lumpuhkan,” imbuh dia.
Sementara itu, tingkah Rumiada yang yang dinilai mengancam nyawa itu bukan terjadi kali pertama. Kedua korban yang juga sempat datang di bulan pertama dan kedua Rumiada telat membayar cicilan juga mendapatkan perlakuan tak menyenangkan. Saat pertama kali menagih kejelasan dna kesanggupan membayar hutangnya, kedua korban diusir dengan nada keras. Penagihan bulan kedua juga sempat dilempari batu.
Pelaku Rumiada yang membuka usaha dagang itu meminjam uang sebesar Rp 200 juta pada pihak bank. Baru berjalan dua tahun, ia tidak sanggup lagi membayar cicilan per bulannya Rp 4 juta, hingga kini diamankan pihak kepolisian. Ia di hadapan sejumlah media mengaku khilaf dan melakukan kesalahan yang fatal akibat panik. “Waktu itu saya bingung, panik. Sebenarnya mau gertak saja, tidak berani saya sampai bunuh orang, saya minta maaf pada pihak bank,” sesalnya.
Kini Rusmiada harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ia disangkakan pasal pasal 335 ayat (1) KUHP, tentang pengancaman juncto pasal 2 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara.*k23
Komentar