Tabanan Tolak Kepanjangan LPD Diubah
Pihak-pihak terkait di Kabupaten Tabanan menolak kepanjangan lembaga perkreditan desa (LPD) diubah jadi labda pacingkreman desa. Implikasi sosial, ekonomi, budaya, dan adat menjadi dasar penolakan.
TABANAN, NusaBali
Sosialisasi pembahasan Ranperda tentang Desa Adat di Gedung Kesenian I Ketut Maria Kabupaten Tabanan oleh DPRD dan Pemprov Bali berlangsung sedikit panas pada Senin (21/1). Pasalnya dalam Ranperda yang terdiri dari 19 Bab dan 9 pasal tersebut, satu pasal yang mengatur tentang lembaga perkreditan desa (LPD) mendapat penolakan. Karena LPD yang mulanya kependekan dari lembaga perkreditan desa akan diubah menjadi labda pacingkreman desa.
Sosialisasi yang dimulai pukul 11.00 Wita itu awalnya berlangsung biasa. Begitu dilakukan pembahasan dan diskusi terkait dengan LPD sesuai Bab II pasal 60, para undangan yang hadir; antara lain perbekel, pengurus LPD, bendesa adat, instansi terkait sekitar 500-an orang, sosialisasi berlangsung seru. Sebagian besar tegas menolak jika nama LPD yang mulanya lembaga perkreditan desa diubah menjadi labda pacingkreman desa.
Seperti yang diungkapkan oleh Ketua LPD Kekeran, Desa Selanbawak, I Made Gurim. Dirinya dengan tegas menolak jika LPD diubah menjadi labda pacingkreman desa. Alasanya nama LPD dengan kepanjangan lembaga perkreditan desa eksistensinya sudah diketahui oleh seluruh krama bahkan sudah diatur dalam peraturan.
Selain itu, nama lembaga perkreditan desa sudah sakral secara sekala dan niskala. Bahkan sudah tertanam di hati krama secara luas. “Maka dari itu dengan tegas saya menolak jika nama LPD diubah,” tandasnya diiringi tepuk tangan para undangan.
Hal serupa pun disampaikan oleh pengurus Desa Adat Penatahan, Kecamatan Selemadeg Barat, I Nyoman Gede Arsa. Ditakutkan jika nama LPD nanti diubah, kepercayaan masyarakat berkurang. Bahkan bisa saja masyarakat diprediksi memiliki asumsi lain dan tidak mau menaruh uang mereka di LPD.
“Saya juga setuju sekali dengan yang lain, nama LPD ditetapkan seperti semula. Sekaligus nama ditetapkan untuk menghormati nama pendiri LPD yakni Prof Ida Bagus Mantra,” ucapnya.
Tak hanya itu, Ketua Badan Kerja Sama (BKS) LPD Kabupaten Tabanan I Wayan Budiada juga tegas menolak. Menurutnya, perubahan nama dirasakan terlalu mendadak. Pasalnya nama LPD (lembaga perkreditan desa) sudah mataksu sejak didirikan 34 tahun lalu. Bahkan sudah mendarah daging di kalangan warga.
“Saya rasa kurang tepat diubah. Kalau diubah akan berimplikasi dari segi ekonomi, hukum, bahkan ada perjanjian-perjanjian kredit yang menggunakan nama lembaga perkreditan desa. Apabila diubah akan menjadi amburadul,” tuturnya.
Terkait hal itu, Kordinator Pembahasan Ranperda tentang Desa Adat I Nyoman Parta akan mengkoordinasikan kembali, terutama penolakan tersebut dengan eksekutif. Hal itu karena Ranperda tentang Desa Adat dibuat oleh eksekutif. “Saya berterimakasih, sosialisasi ini dihadiri oleh dua kali lipat yang diundang. Dan terkait dengan penolakan nama LPD, kami akan sampaikan dalam rapat dengan eksekutif,” kata Parta, seraya menyebutkan sosialisasi baru pertama kali dilakukan di Kabupaten Tabanan.
Sementara secara umum Ranperda tentang Desa Adat diakui anggota DPRD Bali ini sangat bagus dan detail serta banyak kemajuan mengenai desat adat. Karena dibuatnya Ranperda ini supaya desa adat mendapat kedudukan jelas secara subyek hukum, desa adat bisa kelola aset, dan desa adat bisa membuat pasraman dan bisa mengatur terkait tamu pendatang.
“Secara umum bagus dan sangat detail ranperda yang dibuat. Dan memang ada pembahasan yang krusial, seperti tentang desa pakraman yang juga diubah menjadi desa adat dan perubahan nama LPD,” imbuh Parta.
Patra menjelaskan, diubahnya nama desa pakraman menjadi desa adat, karena hampir seluruh peraturan administrasi yang datang dari nasional semuanya menyebut desa adat sehingga ada kesulitan dalam administrasi. “Jadi ini agak menyulitkan dalam administrasi, sehingga kami mengakomodir karena aturan seperti itu,” tandas Patra. *de
Komentar