Digelar Setelah 20 Tahun, Ditingkahi Kerauhan
Tapakan Ida Sesuhunan dari tiga desa pakraman di Gianyar dan Ida Sesuhunan dari Pura Taman Sari Desa Tojan, Kecamatan Klungkung bertemu dalam tradisi ritual metepuk di Catus Pata (Perempatan Agung) Kota Semarapura pada Anggara Wage Pahang, Selasa (29/1) pagi.
Tradisi Ritual Metepuk Ida Sesuhunan di Catus Pata Klungkung
SEMARAPURA, NusaBali
Ritual metepuk yang baru pertama digelar kembali setelah 20 tahun ini ditingkahi aksi kerauhan (kesurupan) massal. Tradisi ritual metepuk di Catus Pata Kota Semarapura kemarin pagi, melibatkan Tapakan Ida Sesuhunan dari Pura Dalem Desa Pakraman Serongga (Kecamatan Gianyar, Pura Dalem Desa Pakraman Tedung (Kecamatan Gianyar), dan Pura Dalem Desa Pakraman Lebih (Kecamatan Gianyar), serta Tapakan Ida Sesuhunan dari Pura Taman Sari Desa Tojan (Kecamatan Klungkung). Ida Sesuhunan yang tedun sebagian besar berupa tapakan Barong dan Rangda.
Pantauan NusaBali, para pamedek dari Desa Pakraman Serongga, Desa Pakraman Tedung, dan Desa Pakraman Lebih berjalan kaki dari Pura Dalem masing-masing menuju Catus Pata Semarapura. Mereka berangkat sejak dinihari sekitar pukul 04.00 Wita, lalu bertemu terlebih dulu di perempatan Desa Lebih. Dari sana, mereka bersama-sama jalan kaki melewati perempatan Desa Takmung (Kecamatan Banjarangkan, Klungkung) ke arah utara menuju Catus Pata Semarapura, dengan jarak tempuh sekitar 20 km.
Sedangkan krama Desa Tojan berangkat dari Pura Taman Sari menuju Catus Pata Semarapura. Akhirnya, Ida Sesuhunan dari empat desa pakraman dengan diiringi krama berjumlah 7.000 orang berkumpul di Catus Pata Semarapura, Selasa pagi pukul 09.00 Wita. Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta juga hadir dalam ritual ini. Ketika ritiual metepuk, Ida Sesuhunan dari Pura Taman Sari Tojan berada di sisi timur Catus Pata, sementara Ida Sesuhunan dari tiga desa pakraman asal Gianyar berada di sisi barat Catus Pata. Selanjutnya, Ida Sesuhunan saling bertemu di Catus Pata. Suasana magis terjadi, karena saat Ida Sesuhunan metepuk, puluhan krama yang didominasi kaum istri (perempuan) spoantan kerauhan sembari menari-nari.
Setelah ritual metepuk di Catus Pata Semarapura, semua tapakan Ide Sesuhunan dari empat desa pakraman kairing menuju Desa Tojan untuk dilinggihkan di Utama Mandala Pura Taman Sari, selama piodalan berlangsung. "Piodalan di Pura Taman Sari dilaksanakan pada Buda Kliwon Pahang, Rabu (29/1)," ujar Panglingsir Pura Taman Sari, I Ketut Suastika. Disebutkan, Ida Betara di Pura Taman Sari akan nyejer hingga Saniscara Pon Pahang, Sabtu, 2 Februari 2019 nanti. Setelah piodalan masineb, tapakan Ida Sesuhunan kembali ke stananya masing-masing pada Radite Wage Krulut, Minggu, 3 Februari 2019 dinihari, usai masolah Calonarang.
Menurut Ketut Suastika, tradisi ritrial Ide Sesuhunan matepuk ini digelar rutin dalam kurun waktu tertentu. Terkadang digelar 5 tahun sekali, itu pun belum bisa semua Ida Sesuhunan bisa metepuk. Ini untuk kali pertama sejak 20 tahun terakhir, Ida Sesuhunan dari empat desa pakraman metepuk lagi. "Kalau kita rencanakan jauh-jauh hari, biasanya ada saja halangan, seperti orang meninggal, upacara di salah satu desa pakraman, dan lainnya. Jadi baru kali ini bisa metepuk semuanya selama 20 tahun terakhir," ujarnya
Sementara itu, mantan Bendesa Pakraman Serongga, Ida Bagus Putra, menjelaskan terjalinnya Ida Sasuhunan dari empat desa ini berawal sekitar abad XVIII. Kala itu, panglingsir di Puri Agung Serongga, Anak Agung Gde Kepandean, membuat dua petapakan dalam wujud Barong Ket. Karena suatu pertimbangan tertentu, Barong Ket pertama tidak dipakai dan diserahkan kepada AA Gede Kesiman asal Puri Siangan, Desa Siangan, Kecamatan Gianyar. Sedangkan Barong Ket kedua diputuskan jadi sungsungan (dipasupati) krama Desa Pakraman Serongga.
Seiring berjalannya waktu, krama setempat merasa sangat terbebani dengan keberadaan sungsungan tersebut. Sebab, Ida Sasuhunan menghendaki beberapa permintaan yang sulit dilaksanakan. Krama Desa Serongga pun resah, akhirnya Ida Anak Agung Gede Kepandean bersama masyarakat sepakat untuk mempralina dengan membakar tapel Ida Sasuhuunan. Setelah dibakar, hanya praraga (bagian badan) saja yang terbakar. Sedangkan prerai (tapel/topeng) masih utuh.
Dari kejadian tersebut, Desa Serongga sepakat membuang prerai ke Pantai Lebih. Prerai yang dibuang itu kemudian terpecah menjadi dua bagian. Satu terdampar di Pantai Sedayu, Desa Takmung hingga ditemukan petani setempat. Satunya lagi terdampar di Pantai Watu Klotok, Desa Gelgel, Kecamatan Klungkung hingga ditemukan oleh petani Desa Tojan. Akhirnya, berita itu tersebar hingga warga menyocokkan kedua bagian prerai tersebut, lanjut dijadikan lelakut (orang-orangan sawah).
Namun, keanehan terjadi. Para petani melihat ada yang bersinar di lelakut tersebut. Karena sinar itu berulang terus menerus tiap malam, akhirnya kejadian tersebut ditanyakan kepada orang pintar. Berdasarkan petunjuk orang pintar, prerai tersebut berasal dari Desa Serongga. Dengan demikian, krama Desa Tojan meminta prerai tersebut kepada petani yang menemukan di Desa Sedayu. Selanjutnya, krama Desa Tojan menyungsung prerai itu menjadi Ida Betara Ratu Gede Tojan. Untuk melengkapi keberadaan tapel Ida Betara Ratu Gede Tojan, krama melengkapi dan memohon petapakan berupa Rangda dari kayu Sandat di Pura Dalem Serongga. *wan,lsa
Komentar