Dolanan Diganti dengan Maplalianan
Pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB) dari tahun ke tahun selalu mendapatkan evaluasi dan perbaikan.
DENPASAR, NusaBali
Seperti pelaksanaan PKB ke-41 tahun 2019, materi gong kebyar anak-anak akan diisi dengan materi meplalian atau bermain. Materi yang sebelumnya dinamakan dolanan, kini disebut dengan sebutan plalianan.
“Sekarang memakai istilah meplalianan yang dulu istilahnya adalah dolanan. Istilah dolanan itu bahasa Jawa, sedangkan bahasa Bali-nya adalah maplalianan. Selain memang komitmen Gubernur Bali terkait bahasa Bali, istilah maplalianan ini juga untuk menguatkan kearifan lokal Bali,” ujar kurator materi parade gong kebyar anak-anak, Dewa Putu Beratha saat acara workshop garapan maplalianan di Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Selasa (29/1)..
Beratha menambahkan, dalam konsep meplalianan nantinya akan ada perbedaan. Konten atau isi maplalianan adalah permainan itu sendiri dilengkapi dengan gending rarenya. “Sedangkan dolanan tahun-tahun sebelumnya didominasi oleh dialog, dan sering keluar dari konteks dunia anak-anak. Karena itu, untuk dialog-dialog dalam maplalianan ini kita arahkan agar mendukung permainan tradisional. Seperlunya saja,” katanya.
Plalianan dalam gong kebyar anak-anak, kata Dewa Beratha, nantinya tidak akan lepas dari tari, tabuh, dan busana. Ketiganya ini diminta untuk disederhanakan dan bersifat mendukung saja. Inti dari materinya adalah permainan tradisional, interaksi, serta gending rare. Ia juga menyebut, untuk permainan tradisional yang akan ditampilkan boleh permainan yang sudah ada, atau permainan yang dimodifikasi, seperti misalnya permainan metekap-tekapan yang diusulkan oleh kabupaten Badung.
“Permainan metekap-tekapan ini baru dan bagus juga, karena lewat permainan ini anak-anak zaman sekarang bisa tahu yang namanya tengala, sampit, dan lain-lain. Namun, kami juga menyarankan kabupaten/kota menggali permainan-permainan tradisional khas daerahnya yang bisa ditampilkan di PKB,” imbuhnya.
Sementara itu seniman permainan tradisional, Made Taro menambahkan, dalam permainan tradisional, yang sangat penting adalah permainan dan gending rarenya. Namun beberapa permainan ada juga yang tidak memiliki gending rare. Ia menekankan, instrument lainnya hanya sebagai pendukung. “Supaya tidak rancu. Kalau permainan tradisional, penekanannya adalah permainan. Boleh ada tabuh, tapi itu hanya pendukung,” katanya.
Menurut Made Taro, ada sekitar 200 permainan tradisional di Bali. Namun yang masih bertahan sampai sekarang tidaklah sebanyak itu. Permainan yang masih hidup sampai saat ini seperti meong-meong, tajog, goak maling taluh, juru penjar, dan masih ada sejumlah permainan lainnya. “Permainan tradisional tidak hanya untuk berolahraga dan membuat riang gembira, namun juga ada nilai sportif, jujur, mandiri, percaya diri, dan berani,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Kesenian dan Tenaga Kesenian Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Ni Wayan Sulastriani mengatakan, Disbud telah melakukan sejumlah workshop untuk garapan maplalianan ini, sengan tujuan pada penggarap di kabupaten/kota bisa memahami permaianan seperti apa yang akan digarap. “Workshop ini diadakan supaya bisa memberikan pengetahuan yang lebih mendalam dan mendasar, bagaimana garapan mepalalianan itu, supaya tidak salah saat menuangkannya ke dalam garapan,” ujarnya.
Sulastriani menambahkan, maplalianan dimasukkan menjadi materi dalam parade gong kebyar untuk menambah variasi materi agar tidak monoton. “Kalau tahun sebelumnya kan fragmentari, sekarang kita cari yang match dengan anak-anak. Garapan maplalianan inilah yang dikemas lebih dinamis, kreatif, inovatif, tanpa keluar keluar koridor,” katanya. *ind
Seperti pelaksanaan PKB ke-41 tahun 2019, materi gong kebyar anak-anak akan diisi dengan materi meplalian atau bermain. Materi yang sebelumnya dinamakan dolanan, kini disebut dengan sebutan plalianan.
“Sekarang memakai istilah meplalianan yang dulu istilahnya adalah dolanan. Istilah dolanan itu bahasa Jawa, sedangkan bahasa Bali-nya adalah maplalianan. Selain memang komitmen Gubernur Bali terkait bahasa Bali, istilah maplalianan ini juga untuk menguatkan kearifan lokal Bali,” ujar kurator materi parade gong kebyar anak-anak, Dewa Putu Beratha saat acara workshop garapan maplalianan di Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Selasa (29/1)..
Beratha menambahkan, dalam konsep meplalianan nantinya akan ada perbedaan. Konten atau isi maplalianan adalah permainan itu sendiri dilengkapi dengan gending rarenya. “Sedangkan dolanan tahun-tahun sebelumnya didominasi oleh dialog, dan sering keluar dari konteks dunia anak-anak. Karena itu, untuk dialog-dialog dalam maplalianan ini kita arahkan agar mendukung permainan tradisional. Seperlunya saja,” katanya.
Plalianan dalam gong kebyar anak-anak, kata Dewa Beratha, nantinya tidak akan lepas dari tari, tabuh, dan busana. Ketiganya ini diminta untuk disederhanakan dan bersifat mendukung saja. Inti dari materinya adalah permainan tradisional, interaksi, serta gending rare. Ia juga menyebut, untuk permainan tradisional yang akan ditampilkan boleh permainan yang sudah ada, atau permainan yang dimodifikasi, seperti misalnya permainan metekap-tekapan yang diusulkan oleh kabupaten Badung.
“Permainan metekap-tekapan ini baru dan bagus juga, karena lewat permainan ini anak-anak zaman sekarang bisa tahu yang namanya tengala, sampit, dan lain-lain. Namun, kami juga menyarankan kabupaten/kota menggali permainan-permainan tradisional khas daerahnya yang bisa ditampilkan di PKB,” imbuhnya.
Sementara itu seniman permainan tradisional, Made Taro menambahkan, dalam permainan tradisional, yang sangat penting adalah permainan dan gending rarenya. Namun beberapa permainan ada juga yang tidak memiliki gending rare. Ia menekankan, instrument lainnya hanya sebagai pendukung. “Supaya tidak rancu. Kalau permainan tradisional, penekanannya adalah permainan. Boleh ada tabuh, tapi itu hanya pendukung,” katanya.
Menurut Made Taro, ada sekitar 200 permainan tradisional di Bali. Namun yang masih bertahan sampai sekarang tidaklah sebanyak itu. Permainan yang masih hidup sampai saat ini seperti meong-meong, tajog, goak maling taluh, juru penjar, dan masih ada sejumlah permainan lainnya. “Permainan tradisional tidak hanya untuk berolahraga dan membuat riang gembira, namun juga ada nilai sportif, jujur, mandiri, percaya diri, dan berani,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Kesenian dan Tenaga Kesenian Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Ni Wayan Sulastriani mengatakan, Disbud telah melakukan sejumlah workshop untuk garapan maplalianan ini, sengan tujuan pada penggarap di kabupaten/kota bisa memahami permaianan seperti apa yang akan digarap. “Workshop ini diadakan supaya bisa memberikan pengetahuan yang lebih mendalam dan mendasar, bagaimana garapan mepalalianan itu, supaya tidak salah saat menuangkannya ke dalam garapan,” ujarnya.
Sulastriani menambahkan, maplalianan dimasukkan menjadi materi dalam parade gong kebyar untuk menambah variasi materi agar tidak monoton. “Kalau tahun sebelumnya kan fragmentari, sekarang kita cari yang match dengan anak-anak. Garapan maplalianan inilah yang dikemas lebih dinamis, kreatif, inovatif, tanpa keluar keluar koridor,” katanya. *ind
1
Komentar