Limbah Mengalir ke Pantai Legian
Limbah cair tersebut berwarna kehitaman dan menebarkan bau kurang sedap.
MANGUPURA, NusaBali
Drainase di Jalan Padma, Legian, yang menuju pantai mengeluarkan limbah beraroma tak sedap. Pemandangan ini terpantau, Senin (9/5) siang. Air limbah berwarna kehitaman tersebut bahkan mengalir ke pantai.
Lurah Legian I Made Madya Surya Natha, mengakui masalah air limbah di saluran drainase tidak kali ini saja jadi sorotan. Pemerintah bersama pihak terkait telah berupaya membangun tempat penampungan, agar air dari saluran drainase tidak mengalir ke pantai. “Mungkin karena terkena hujan, jadi penampungan yang ada tidak muat. Jadi mengalir ke luar,” tuturnya, kemarin.
Mengenai masalah bau kurang sedap, menurutnya itu bisa saja dari genangan air hujan yang mengendap lama di dalam saluran drainase. “Itu kemungkinan air yang berdiam lama, setelah diguyur hujan kan ikut mengalir. Nah barangkali karena itu,” ucapnya.Terkait dugaan air berwana kehitaman adalah air limbah dari sejumlah hotel dan restoran, Made Madya Surya Natha mengatakan, masalah apakah limbah berasal dari pembuangan hotel maupun restoran sudah pernah ditindaklanjuti oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) serta Dinas Bina Marga dan Pengairan (BMP) Kabupaten Badung.
Memang, setelah dilakukan penelusuran lubang drainase ditemukan sambungan pipa mengarah ke drainase. Tapi itu pun sudah diambil tindakan penutupan.
Lantas dari mana air limbah yang keluar sekarang? “Masalah ini kami harapkan agar BLH melakukan pengecekan. Kami juga harapkan ada solusi jangka panjang, sehingga tidak ada lagi limbah yang mengalir ke pantai,” harapnya.
Sebetulnya, menurut sepengetahuannya pemerintah telah merancang menutup permanen saluran drainase yang mengarah ke pantai itu. Salurannya pun dialihkan. Hanya dia tidak tahu kapan proyek itu terealisasi. “Kalau tidak salah tahun 2017, tapi saya tidak tahu pasti bagaimana kelanjutannya,” tandasnya.
Kepala BLH Kabupaten Badung Ketut Sudarsana saat dikonfirmasi menyatakan masalah limbah di saluran drainase di Jalan Padma, Legian, tidak bisa diatasi sendiri oleh BLH Badung. Perlu keterlibatan semua pihak, apalagi dengan program beautifikasi trotoar di kawasan tersebut, cukup menyulitkan petugas BLH mengamati secara langsung. “Makanya kami sering meminta bantuan kepada Dinas Bina Marga dan Pengairan untuk dilakukan penyedotan,” tuturnya.
Pada tahun 2015 lalu, jelasnya, BLH dengan pihak terkait sudah menutup 18 saluran pembuangan di lokasi. “Setelah diteliti ternyata limbah yang dibuang ke saluran drainase adalah limbah rumah tangga. Bukan dari hotel maupun restoran. Dari hotel dan restoran sudah membuang limbahnya ke DSDP,” kata Sudarsana.
“Rumah tangga yang lokasinya di dalam, dengan hanya memiliki luas setengah are tidak memungkinkan membuat penampungan. Jadi diduga dari sanalah limbah itu berasal,” imbuhnya.
Namun pihaknya berjanji akan mengintensifkan pengecekan lapangan. Sehingga tidak ada lagi permasalahan limbah yang mengalir ke pantai secara langsung.
Pada bagian lain, Kepala Bidang Jalan dan Jembatan Dinas Bina Marga dan Pengairan (BMP) Badung Sang Nyoman Oka Permana, tak banyak memberikan komentar. “Yang jelas drainase itu untuk aliran air hujan. Kalau kemudian terpapar oleh limbah, instansi terkait yang harusnya menelusuri. Kita sudah punya perangkat. Ada BLH, dan kalau perlu diambil tindakan bisa melalui Satpol PP,” katanya.
Oka Permana meyakini, bila pipa pembuangan tidak ada yang mengalir ke drainase, artinya mengalir ke saluran DSDP. “Makanya kita cek sekarang. Agar tidak ada saluran pembuangan yang mengalir ke drainase,” tandasnya.
Kenapa tidak dilakukan penutupan permanen dan dialihkan ke saluran drainase yang lain? Kajian memang sudah dilakukan, akunya. Tetapi tidak semudah itu menutup saluran drainase. “Kalau ditutup terus airnya dialirkan ke Tukad Mati misalkan, berapa biaya? Belum lagi trotoar yang ada juga harus ditata ulang,” sebut Oka Permana. Nah karena pertimbangan itu, satu-satunya upaya yang bisa dilakukan bertindak tegas bagi pihak-pihak yang membuang limbahnya ke saluran drainase.
Sekedar mengingatkan, sepanjang tahun 2015 hingga April 2016, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Badung mencatat ada 142 laporan masyarakat terkait pencemaran lingkungan. “Laporan yang masuk pada kami kebanyakan adalah pencemaran air sungai akibat limbah. Tapi ada juga masyarakat yang mengadu masalah kebisingan dan juga bau,” kata Sudarsana, belum lama ini. 7 asa
1
Komentar