Rumah Satu Keluarga Korban Longsor Diratakan
Sisa bangunan rumah yang ambruk tertimpa senderan longsor hingga menewaskan I Ketut Budikaca, 33, besera istri dan dua anaknya di Banjar Sangker, Desa Mengening, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng mulai dibongkar dan dibersihkan, Kamis (31/1) pagi atau dua hari pasca bencana maut.
Buat Hapus Kenangan Pahit
SINGARAJA, NusaBali
Pihak keluarga inginkan seluruh bangunan rumah korban diratakan dengan tanah, agar tidak menjadi kenangan pahit. Pembongkaran reruntuhan rumah satu keluarga korban longsor kemarin dilakukan bersamaan dengan aksi penanganan pasca bencana oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Buleleng. Pantuan NusaBali, pembongkaran sisa bangunan rumah yang ambruk kemarin dibantu oleh kerabat korban. Seluruh atap seng dan rangka dari kayu dibongkar satu per satu.
Rumah semi permanen yang ditempati korban Ketut Budikaca bersama sang istri Luh Setiani, 27, serta dua anaknya: Ni Putu Rikasih, 9, dan Kadek Sutama, 5, yang semuanya tewas tertimbun, berukuran 5 meter x 4 meter. Rumah yang ambruk tertimpa senderen setinggi 3 meter longsor ini hanya berisi satu kamar tidur dan teras. Sedangkan dapur berada di balik tembok rumah, sementara kamar mandi terpisah dari bangunan induk. Rumah sederhana ini dibangun 2 tahun lalu.
Menurut ayah korban Ketut Budikaca, I Nyoman Dania, 78, seluruh bangunan rumah anaknya ini akan dibongkar hingga rata dengan tanah. Hal ini dilakukan agar tidak ada kenangan pahit atas bencana maut yang menewaskan anak, menantu, dan dua cucunya. “Lakar bongkar tiyang, pang sing dadi ingetan buin. Lakar kembaliang dadi tegalan (Mau saya bongkar, biar tidak menjadi pikiran dan diingat-ingat. Lokasinya nanti dikembalikan lagi menjadi lahan pertanian, Red),” ujar Nyoman Dania kepada NusaBali di rumah duka, Kamis kemarin.
Selain membongkar seluruh bangunan rumah korban, kata Nyoman Dania, pihak keluarga juga akan menggelar upacara nyeeb (prosesi pembersihan pekarangan secara niskala), dengan sarana caru ayam dan sesajen lainnya. Prosesi ini akan dilaksanakan tepat di atas lokasi tewasnya 4 korban sekeluarga. “Niki santukan mati salah pati, tiyang jagi ngaturang upacara nyeeb benjangan. Mangde pekarangan nike bersih (Karena meninggal tidak wajar, kami akan melaksanakan upacara nyeeb nantinya. Supaya pekarangan bersih secara niskala),” jelas pekak (kakek) berusia 78 tahun ini.
Kapan akan digelar upacara nyeeb, Nyoman Dania belum bisa memastikan. Biasanya, upacara nyeeb dilaksanakan solas dina (11 hari) setelah pemakamanan. Tapi, karena ada Karya Agung Panca Walikrama di Pura Besakih, maka upacara nyeeb baru dapat dilaksanakan setelah berakhirnya karya agung tersebut. “Usan Panca Walikrama wawu kedadosang nyeeb. Benjangan solas dina nike, ten mekarya nyeeb (Setelah Karya Agung Panca Walikrama, baru diizinkan menggelar upacara nyeeb. Nanti 11 hari itu tidak ada nyeeb),” katanya.
Menurut Nyoman Dania, pihak keluarga juga berencana matuwunang atau nunas baos (pinta petunjuk niskala) kepada orang pintar, agar mengetahui kondisi dan permintaan anak, menanti, dan cucunya yang tewas diterjang longsor. Kapan dilakukan ritual nunas baos, masih dirembukkan bersama keluarga.
Sementara itu, di tempat bekas pembaringan jenazah sebelumnya di rumah duka yang berada di pekarangan bagian atas, Kamis kemarin tampak terpampang foto keempat korban longsor. Foto para korban tampak berjejer dan ditaruh di atas bokor berisi seprangkat pakain, pengaharum, lengkap dengan sesajen.
Foto Ketut Budikaca dipajang dalam posisi paling kiri. Sedangkan foto sang istri, Luh Setiani yang menggendong anak sulungnya ketika masih bayi, berada di psisi kedua dari kiri. Menyusul kemudian foto sang anak sulung Putu Rikasih dan si bungsu Kadek Sutama di posisi paling kanan.
Korban Ketut Budikaca beserta istri dan dua anaknya tewas tertimbun reruntuhan rumahnya yang ambruk akibat tertimpa senderen setinggi 3 meter yang longsor saat hujan lebat, Selasa (29/1) dinihari pukul 04.00 Wita. Ketut Budikaca ditemukan tewas dalam kondisi memeluk anak sulungnya, Putu Rikasih, di lantai kamar tidurnya. Sedangkan sang istri, Luh Sentini, tewas dalam kondisi memeluk si bungsu Kadek Sutama di atas tempat tidur kamar yang sama.
Warga membutuhkan waktu selama 2 jam untuk bisa menuntaskan proses evakuasi jenazah 4 orang sekeluarga ini, sejak pukul 05.30 Wita hingga pukul 07.30 Wita. Pasalnya, evakuasi dilakukan secara manual dengan peralatan seadanya, di mana warga harus menyingkiran reruntuhan rumah yang sebagian roboh tertimpa senderan longsor.
Senderan setinggi 3 meter di belakang rumah korban yang longsor itu baru selesai dibangun sekitar 3,5 bulan lalu. Posisi senderan berjarak sekitar 2 meter dari tembok rumah keluarga Budikaca. Hanya saja, posisi rumah lebih rendah sekitar 2 meter dari pondasi senderan.
Jenazah satu keluarga korban longsor ini sudah dikubutrkan di Setra Desa Pakraman Tegal, Desa Mengening yang berjarak 6 kilometer dari rumah duka pada Buda Kliwon Pahang, Rabu (30/1) siang. Si bungsu I Kadek Sutama dikubur terpisah di Setra Alit, sementara kedua orangtua dan kakaknya dikubur berjejer di Setra Gede. *k19
Komentar