Ogoh-ogoh Garapannya Mempunyai Ciri Khas Sendiri
Putu Marmar Herayukti, 36, dikenal sebagai seniman Ogoh-ogoh dengan segudang karya yang memukau.
Putu Marmar Herayukti, Seniman Muda Ogoh-ogoh Denpasar
DENPASAR, NusaBali
Rupanya seniman asal asal Banjar Gemeh, Dauh Puri Kangin, Denpasar ini punya ciri khas sendiri agar karyanya mudah dikenali khalayak. Seperti apa?
Kepada NusaBali, Marmar menjelaskan prihal ciri yang selalu ditonjolkan dalam membuat Ogoh-ogoh, baik dari segi teknik pembuatan, bahan, serta gesturnya.
Dari segi teknik pembuatan, pria bertato itu mengaku menggunakan teknik ikatan-ikatan. Uniknya lagi, ia sengaja tidak mengawali setiap karyanya dengan kerangka seperti yang dilakukan orang-orang pada umumnya. Namun, ia hanya butuh membuat sebuah pondasi dasar untuk Ogoh-ogoh itu berdiri, selanjutnya membuat ulatan menyerupai pipa, sehingga dalam tubuh Ogoh-ogoh hanya berupa rongga. Ini berfungsi agar Ogoh-ogoh menjadi ringan ketika diangkat.
“Itu saya temuin sih cukup lama ya prosesnya. Saya harus tahu bagaimana sifat dari materialnya. Kebetulan saya pakai bambu, sifat dari bambu itu cuma bisa dilengkungin kedua arah saja. Lain halnya dengan besi dan rotan yang bisa dilengkungin ke segala arah. Selain itu, agar Ogoh-ogohnya ringan juga,” ungkap Marmar, baru-baru ini.
Beranjak dari teknik membuatnya, rupanya bahan-bahan yang digunakan Marmar sangat sederhana dan mudah dijumpai, yakni menggunakan bambu untuk ulatan anggota tubuh, koran untuk bentuk otot dan detail anatomi tubuh, serta cat air untuk memberi warna. Ternyata, justru ini yang menambah keunikan dari Ogoh-ogoh buatan tangan pria pecinta ikan Koi ini.
“Setelah rangka utama selesai, ditutup pake kertas koran. Cari bentuk detail otot dan anatomi itu saya biasanya tambahin koran, tapi saya usahakan supaya tidak banyak menambahkan koran karena berat koran ini akan berpengaruh pada Ogoh-ogohnya,” katanya. “Terakhir finishing menggunakan cat air. Orang-orang biasanya pakai cat minyak, tapi saya pakai cat air. Itu yang menjadi ciri khas dari Ogoh-ogoh saya. Kalau orang lihat, Ogoh-ogoh saya terkesan warnanya lebih doff (tidak mengkilap),” imbuhnya.
Menurutnya, untuk mendapatkan Ogoh-ogoh agar terlihat nyata, tidak hanya berpatokan di bentuknya saja, melainkan teksturnya juga, lalu warnanya. Misalkan, ketika mengambil ciri-ciri manusia. Jika ia berkeringat, mungkin ditambahkan efek glossy (mengkilap) sedikit pada bagian kulit, jika tidak, jadikan warnanya lebih ke doff.
Yang tidak kalah menarik dari cara pria penyuka filsafat ini berkarya mencipta Ogoh-ogoh, ia selalu mengutamakan gerakan-gerakan yang ada di dalam tarian, seperti agem, tandang, dan tangkis. Pose ini akan menambah hidupnya citra dari ogoh-ogoh itu sendiri.
“Untuk pose Ogoh-ogoh, lebih mengutamakan, kalau di tari ada, agem, tandang, tangkis. Gerak ogoh-ogoh itu sendiri sudah menceritakan, siapa karakternya dan sedang mengapa. Itu yang membantu sebuah karya dapat bercerita sendiri tanpa harus dibantu oleh narasi,” jelasnya.
Jika ditilik lebih dalam, maka akan semakin banyak keunikan yang dapat dilihat dari setiap karya Marmar. Namun, dibalik itu semua, kecintaannya terhadap Ogoh-ogoh ternyata telah dipupuknya sejak duduk di kelas 3 Sekolah Dasar. Kala itu, ia ditugaskan oleh gurunya membuat keterampilan. Tapi, yang selalu dibuatnya hanya Ogoh-ogoh, hingga sang guru sempat mengeluh padanya.
Naik ke SMP, Marmar mulai ambil andil dalam pembuatan Ogoh-ogoh di banjarnya. Berawal dari iseng mengerjakan tangan Ogoh-ogoh, ternyata para senior menghargai hasil karyanya. “Ketika senior buat ogoh-ogoh, mereka kebingungan cara membuat tangan yang bagus. Ketika itu, saya iseng membuat tangan Ogoh-ogoh dan meninggalkannya begitu saja, ternyata ketika Ogoh-ogoh itu hampir selesai, saya lihat tangan buatan dipasang juga. Tahun berikutnya, saya mulai aktif membuat Ogoh-ogoh di banjar,” tuturnya antusias. *cr41
DENPASAR, NusaBali
Rupanya seniman asal asal Banjar Gemeh, Dauh Puri Kangin, Denpasar ini punya ciri khas sendiri agar karyanya mudah dikenali khalayak. Seperti apa?
Kepada NusaBali, Marmar menjelaskan prihal ciri yang selalu ditonjolkan dalam membuat Ogoh-ogoh, baik dari segi teknik pembuatan, bahan, serta gesturnya.
Dari segi teknik pembuatan, pria bertato itu mengaku menggunakan teknik ikatan-ikatan. Uniknya lagi, ia sengaja tidak mengawali setiap karyanya dengan kerangka seperti yang dilakukan orang-orang pada umumnya. Namun, ia hanya butuh membuat sebuah pondasi dasar untuk Ogoh-ogoh itu berdiri, selanjutnya membuat ulatan menyerupai pipa, sehingga dalam tubuh Ogoh-ogoh hanya berupa rongga. Ini berfungsi agar Ogoh-ogoh menjadi ringan ketika diangkat.
“Itu saya temuin sih cukup lama ya prosesnya. Saya harus tahu bagaimana sifat dari materialnya. Kebetulan saya pakai bambu, sifat dari bambu itu cuma bisa dilengkungin kedua arah saja. Lain halnya dengan besi dan rotan yang bisa dilengkungin ke segala arah. Selain itu, agar Ogoh-ogohnya ringan juga,” ungkap Marmar, baru-baru ini.
Beranjak dari teknik membuatnya, rupanya bahan-bahan yang digunakan Marmar sangat sederhana dan mudah dijumpai, yakni menggunakan bambu untuk ulatan anggota tubuh, koran untuk bentuk otot dan detail anatomi tubuh, serta cat air untuk memberi warna. Ternyata, justru ini yang menambah keunikan dari Ogoh-ogoh buatan tangan pria pecinta ikan Koi ini.
“Setelah rangka utama selesai, ditutup pake kertas koran. Cari bentuk detail otot dan anatomi itu saya biasanya tambahin koran, tapi saya usahakan supaya tidak banyak menambahkan koran karena berat koran ini akan berpengaruh pada Ogoh-ogohnya,” katanya. “Terakhir finishing menggunakan cat air. Orang-orang biasanya pakai cat minyak, tapi saya pakai cat air. Itu yang menjadi ciri khas dari Ogoh-ogoh saya. Kalau orang lihat, Ogoh-ogoh saya terkesan warnanya lebih doff (tidak mengkilap),” imbuhnya.
Menurutnya, untuk mendapatkan Ogoh-ogoh agar terlihat nyata, tidak hanya berpatokan di bentuknya saja, melainkan teksturnya juga, lalu warnanya. Misalkan, ketika mengambil ciri-ciri manusia. Jika ia berkeringat, mungkin ditambahkan efek glossy (mengkilap) sedikit pada bagian kulit, jika tidak, jadikan warnanya lebih ke doff.
Yang tidak kalah menarik dari cara pria penyuka filsafat ini berkarya mencipta Ogoh-ogoh, ia selalu mengutamakan gerakan-gerakan yang ada di dalam tarian, seperti agem, tandang, dan tangkis. Pose ini akan menambah hidupnya citra dari ogoh-ogoh itu sendiri.
“Untuk pose Ogoh-ogoh, lebih mengutamakan, kalau di tari ada, agem, tandang, tangkis. Gerak ogoh-ogoh itu sendiri sudah menceritakan, siapa karakternya dan sedang mengapa. Itu yang membantu sebuah karya dapat bercerita sendiri tanpa harus dibantu oleh narasi,” jelasnya.
Jika ditilik lebih dalam, maka akan semakin banyak keunikan yang dapat dilihat dari setiap karya Marmar. Namun, dibalik itu semua, kecintaannya terhadap Ogoh-ogoh ternyata telah dipupuknya sejak duduk di kelas 3 Sekolah Dasar. Kala itu, ia ditugaskan oleh gurunya membuat keterampilan. Tapi, yang selalu dibuatnya hanya Ogoh-ogoh, hingga sang guru sempat mengeluh padanya.
Naik ke SMP, Marmar mulai ambil andil dalam pembuatan Ogoh-ogoh di banjarnya. Berawal dari iseng mengerjakan tangan Ogoh-ogoh, ternyata para senior menghargai hasil karyanya. “Ketika senior buat ogoh-ogoh, mereka kebingungan cara membuat tangan yang bagus. Ketika itu, saya iseng membuat tangan Ogoh-ogoh dan meninggalkannya begitu saja, ternyata ketika Ogoh-ogoh itu hampir selesai, saya lihat tangan buatan dipasang juga. Tahun berikutnya, saya mulai aktif membuat Ogoh-ogoh di banjar,” tuturnya antusias. *cr41
Komentar