Bali Crossing Digeser ke Gilimanuk
Setelah Rencana Lokasi Proyek di Dekat Areal Pura Segara Rupek Ditolak Elemen Masyarakat
SINGARAJA, NusaBali
Setelah ditolak PHDI Bali, PHDI Kabupaten/Kota se-Bali, dan elemen masyarakat lainnya, PT (Persero) PLN akhirnya memindahkan lokasi megaproyek jaringan listrik Jawa-Bali (Bali Crossing) dengan tower setinggi 376 meter melalui Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) yang semula hendak dibangun di dekat areal Pura Segara Rupek, Desa Pakraman Sumberkelampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng. Posisi Bali Crossing digeser ke arah barat masuk wilayah Kelurahan Gilimanuk, Kecamatan Melaya, Jembrana.
Pemindahan lokasi Bali Crossing dari dekat areal Pura Segara Rupek ke wilayah Gilimanuk ini diungkapkan oleh Direktur Bisnis PLN Regional Jawa Bagian Timur-Bali-Nusa Tenggara, Djoko R Abu Manan, saat mendampingi rombongan Komisi VII DPR RI berkunjung ke PLTU Celukan Bawang di Desa Celukan Bawang, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Jumat (15/2) lalu.
“Rencana pembangunan listrik interkoneksi Jawa-Bali (Bali Crossing) sudah kami pindahkan ke wilayah Gilimanuk. Jadi, lebih dekat, karena kami juga punya pembangkit di Gilimanuk,” tandas Djoko Abu Manan.
Djoko menyebutkan, pembangunan Bali Crossing dipindahkan ke Gilimanuk dari rencana semula di dekat areal Pura Segara Rupek, karena mendapat penentangan oleh elamen masyarakat Bali, termasuk PHDI. Nah, untuk memenuhi perkembangan akan kebutuhan listrik di Bali tanpa harus berttetangan dengan aspirasi masyarakat, maka lokasi proyek Bali Crossing digeser ke Gilimanuk.
“Ini (pembindahan lokasi proyek Bali Crossing) sudah disepakati Pak Gubernur Bali. Proyek Bali Crossing ini untuk memenuhi perkembangan kebutuhan listrik di Bali yang semakin tinggi,” tandas Djoko.
Untuk menyambungkan kabel listrik Jawa-Bali, kata Djoko, pihaknya membuat pulau-pulau kecil di wilayah Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur guna mendekatkan jarak dengan Bali. Nah, di pulau kecil buatan itulah sebagai lokasi pemasangan tower setinggi 170 meter. Nantinya, kabel yang masuk Bali tetap berada di bawah laut.
Semula, kata Djoko, pembangunan jaringan listrik interkoneksi Jawa-Bali atau Bali Crossing berkapasitas 500 Kilovolt ini akan disalurkan melalui jaringan kebel SUTET yang melintang di atas laut. Rencana awal, akan dibangun dua tower masing-masing setinggi 376 meter.
Satu tower dibangun di kawasan Grand Watudodol, Kecamatan Kalipurwo, Banyuwangi. Satu tower lagi dibangun di kaasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB), dekat Pura Segara Rupek, Desa Pakraman Sumberkelampok. Dari dua tower itu, kabel SUTET rencananya akan dibentengkan di atas Selat Bali sejauh 268 kilometer.
Namun, rencana tersebut ditentang keras oleh elemen masyarakat Bali, termasuk PHDI Bali, PHDI Kabupaten/Kota se-Bali, PHRI Bali, dan Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali. Alasannya, jaringan listrik yang dibangun di dekat areal Pura Segera Rupek bertentangan dengan Bhisama Kesucian Pura.
Sementara itu, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana mengaku lega dengan pemindahan lokasi pembangunan Bali Crossing. Menurut Bupati Agus Suradyana, sejak awal pihaknya menolak rencana pembangunan Bali Crossing di areal dekat Pura Segara Rupek. “Pasalnya, pengembangan pariwisata di Buleleng Barat berbasis pada alam dan lingkungan,” jelas Bupati Agus Suradnyana saat dikonfirmasi NusaBali di Singaraja, Minggu (17/2).
Bahkan, kata Agus Suradnyana, upaya pelestarian lingkungan tersebut telah diakui oleh dunia internasional. Salah satunya ditandai dengan penghargaan Community Import For The Coral, Madrid, Spanyol yang diberikan kepada Buleleng. Penghargaan ini diproleh atas peran dari masyarakat dan pemerintah daerah dalam menjaga lingkungan terutama lingkungan bawah laut.
“Dulu kami menolak Bali Crossing, karena dalam kawasan itu (dekat areal Pura Segara Rupek) terdapat beberapa pura yang sangat disucikan oleh krama Bali. Sehingga saya sebagai kepala daerah harus menjaga sekali kesucian tempat tersebut,” tegas Bupati asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng yang juga Ketua DPC PDIP Buleleng ini.
Lain lagi asalan PHDI Bali dan PHDI Kabupaten/Kota se-Bali terkait penolakan proyek Bali Crossing dengan tower setinggi 376 meter melalui SUTET di dekat areal Pura Segara Rupek. “Alasan kami menolak jelas, karena proyek Bali Crossing melanggar radius kesucian pura, dampak sosial, lingkungan, dan pariwisata. Kalau tidak kita yang menjaga kesucian pura, siapa lagi? Itulah dasar pertimbangan kami, sehingga kami menolak Bali Crossing ini,” tandas Ketua PHDI Buleleng, Dewa Nyoman Suardana, saat Pesamuan Madya PHDI di Kantor PHDI Bali, Jalan Ratna Denpasar, 18 Januari 2018 lalu.
Menurut Dewa Suardana, rencana proyek Bali Crossing melanggar bhisama PHDI yang mengatur radius kesucian pura yakni 2.000 meter atau apeneleng alit. Pura Segara Rupek sendiri merupakan Pura Kahyangan Jagat yang disungsung oleh seluruh umat Hindu.
Selain itu, kata Dewa Suardana, kabel yang membentang melintasi bagian atas Pura Segara Rupek juga menimbulkan kesan cemer (kotor secara niskala), me-nimbulkan dampak sosial, dan mengancam ekologi di wilayah tersebut. “Siapa yang bertanggung jawab jika kabel itu putus?” tandas Dewa Suardana kala itu. *k19
Setelah ditolak PHDI Bali, PHDI Kabupaten/Kota se-Bali, dan elemen masyarakat lainnya, PT (Persero) PLN akhirnya memindahkan lokasi megaproyek jaringan listrik Jawa-Bali (Bali Crossing) dengan tower setinggi 376 meter melalui Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) yang semula hendak dibangun di dekat areal Pura Segara Rupek, Desa Pakraman Sumberkelampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng. Posisi Bali Crossing digeser ke arah barat masuk wilayah Kelurahan Gilimanuk, Kecamatan Melaya, Jembrana.
Pemindahan lokasi Bali Crossing dari dekat areal Pura Segara Rupek ke wilayah Gilimanuk ini diungkapkan oleh Direktur Bisnis PLN Regional Jawa Bagian Timur-Bali-Nusa Tenggara, Djoko R Abu Manan, saat mendampingi rombongan Komisi VII DPR RI berkunjung ke PLTU Celukan Bawang di Desa Celukan Bawang, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Jumat (15/2) lalu.
“Rencana pembangunan listrik interkoneksi Jawa-Bali (Bali Crossing) sudah kami pindahkan ke wilayah Gilimanuk. Jadi, lebih dekat, karena kami juga punya pembangkit di Gilimanuk,” tandas Djoko Abu Manan.
Djoko menyebutkan, pembangunan Bali Crossing dipindahkan ke Gilimanuk dari rencana semula di dekat areal Pura Segara Rupek, karena mendapat penentangan oleh elamen masyarakat Bali, termasuk PHDI. Nah, untuk memenuhi perkembangan akan kebutuhan listrik di Bali tanpa harus berttetangan dengan aspirasi masyarakat, maka lokasi proyek Bali Crossing digeser ke Gilimanuk.
“Ini (pembindahan lokasi proyek Bali Crossing) sudah disepakati Pak Gubernur Bali. Proyek Bali Crossing ini untuk memenuhi perkembangan kebutuhan listrik di Bali yang semakin tinggi,” tandas Djoko.
Untuk menyambungkan kabel listrik Jawa-Bali, kata Djoko, pihaknya membuat pulau-pulau kecil di wilayah Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur guna mendekatkan jarak dengan Bali. Nah, di pulau kecil buatan itulah sebagai lokasi pemasangan tower setinggi 170 meter. Nantinya, kabel yang masuk Bali tetap berada di bawah laut.
Semula, kata Djoko, pembangunan jaringan listrik interkoneksi Jawa-Bali atau Bali Crossing berkapasitas 500 Kilovolt ini akan disalurkan melalui jaringan kebel SUTET yang melintang di atas laut. Rencana awal, akan dibangun dua tower masing-masing setinggi 376 meter.
Satu tower dibangun di kawasan Grand Watudodol, Kecamatan Kalipurwo, Banyuwangi. Satu tower lagi dibangun di kaasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB), dekat Pura Segara Rupek, Desa Pakraman Sumberkelampok. Dari dua tower itu, kabel SUTET rencananya akan dibentengkan di atas Selat Bali sejauh 268 kilometer.
Namun, rencana tersebut ditentang keras oleh elemen masyarakat Bali, termasuk PHDI Bali, PHDI Kabupaten/Kota se-Bali, PHRI Bali, dan Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali. Alasannya, jaringan listrik yang dibangun di dekat areal Pura Segera Rupek bertentangan dengan Bhisama Kesucian Pura.
Sementara itu, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana mengaku lega dengan pemindahan lokasi pembangunan Bali Crossing. Menurut Bupati Agus Suradyana, sejak awal pihaknya menolak rencana pembangunan Bali Crossing di areal dekat Pura Segara Rupek. “Pasalnya, pengembangan pariwisata di Buleleng Barat berbasis pada alam dan lingkungan,” jelas Bupati Agus Suradnyana saat dikonfirmasi NusaBali di Singaraja, Minggu (17/2).
Bahkan, kata Agus Suradnyana, upaya pelestarian lingkungan tersebut telah diakui oleh dunia internasional. Salah satunya ditandai dengan penghargaan Community Import For The Coral, Madrid, Spanyol yang diberikan kepada Buleleng. Penghargaan ini diproleh atas peran dari masyarakat dan pemerintah daerah dalam menjaga lingkungan terutama lingkungan bawah laut.
“Dulu kami menolak Bali Crossing, karena dalam kawasan itu (dekat areal Pura Segara Rupek) terdapat beberapa pura yang sangat disucikan oleh krama Bali. Sehingga saya sebagai kepala daerah harus menjaga sekali kesucian tempat tersebut,” tegas Bupati asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng yang juga Ketua DPC PDIP Buleleng ini.
Lain lagi asalan PHDI Bali dan PHDI Kabupaten/Kota se-Bali terkait penolakan proyek Bali Crossing dengan tower setinggi 376 meter melalui SUTET di dekat areal Pura Segara Rupek. “Alasan kami menolak jelas, karena proyek Bali Crossing melanggar radius kesucian pura, dampak sosial, lingkungan, dan pariwisata. Kalau tidak kita yang menjaga kesucian pura, siapa lagi? Itulah dasar pertimbangan kami, sehingga kami menolak Bali Crossing ini,” tandas Ketua PHDI Buleleng, Dewa Nyoman Suardana, saat Pesamuan Madya PHDI di Kantor PHDI Bali, Jalan Ratna Denpasar, 18 Januari 2018 lalu.
Menurut Dewa Suardana, rencana proyek Bali Crossing melanggar bhisama PHDI yang mengatur radius kesucian pura yakni 2.000 meter atau apeneleng alit. Pura Segara Rupek sendiri merupakan Pura Kahyangan Jagat yang disungsung oleh seluruh umat Hindu.
Selain itu, kata Dewa Suardana, kabel yang membentang melintasi bagian atas Pura Segara Rupek juga menimbulkan kesan cemer (kotor secara niskala), me-nimbulkan dampak sosial, dan mengancam ekologi di wilayah tersebut. “Siapa yang bertanggung jawab jika kabel itu putus?” tandas Dewa Suardana kala itu. *k19
1
Komentar