Komisi III Dorong Normalisasi Sungai Biluk Poh
Pasca-musibah banjir bandang Sungai Biluk Poh, di Desa Penyaringan dan Kelurahan Tegal Cangkring, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, 22 Desember 2018 lalu, Komisi III DPRD Bali (membidangi masalah pembangungan, infrastruktur, lingkungan) meminta pihak Balai Wilayah Sungai (BW) Bali-Penida untuk melakukan normalisasi aliran sungai setempat.
NEGARA, NusaBali
Selain itu, dinilai perlu memasang alat early warning system (EWS) atau sistem peringatan dini di hulu sungai setempat. Hal tersebut ditekankan anggota Komisi III DPRD Bali I Gusti Ayu Diah Werdhi Srikandi, Nyoman Laka, dan I Ketut Purnaya, saat melakukan pemantauan sekaligus pertemuan bersama sejumlah instansi terkait, di Bale Tempek V, Banjar Penyaringan Kelod, Desa Penyaringan, Senin (18/2). Selain pihak Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida, juga hadir dari Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Unda-Anyar, serta pihak Dinas Kehutanan Provinsi Bali. Dalam pertemuan, juga ditampung sejumlah masukan dari pihak Desa Penyaringan.
Gusti Ayu Diah Werdhi Srikandi mengatakan, musibah banjir bandang di Desa Penyaringan, berdampak terhadap 54 kepala keluarga (KK), dan terdata mengakibatkan kerugian materi hingga Rp 2 miliar. Dari hasil pengecekan di hulu, banyaknya pohon yang tercabut saat terjadi musibah banjir bandang, karena tekanan air dari sungai dan anak-anak sungai cukup tinggi. Solusi terhadap hal tersebut, perlu ada normalisasi aliran sungai, termasuk perbaikan terhadap senderan maupun pemasangan senderan, misalnya bisa dengan menggunakan batu bronjong.
Untuk Jembatan Biluk Poh, penghubung ruas Jalan Umum Denpasar–Gilimanuk yang sempat diterjang kayu-kayu besar saat banjir bandang beberapa waktu lalu itu, juga disarankan agar diganti tanpa menggunakan pilar, seperti Jembatan Dangin Tukadaya, di Desa Dangin Tukadaya, Kecamatan Jembrana. Di samping langkah-langkah penanganan itu, sebagai upaya antisipasi musibah serupa, dia menilai perlu dipasang alat sistem peringatan dini di hulu sungai. Mengingat musibah serupa pernah terjadi 20 tahun silam, dan mengakibatkan satu orang korban meninggal di Penyaringan. “Jangan sampai terulang kejadian puluhan tahun lalu, dan masyarakat juga bisa mengantisipasi lebih awal ketika terjadi hal serupa,” ujar politisi PDIP asal Desa Penyaringan, Kecamatan Mendoyo, ini.
Sementara Kepala Satuan Kerja (Satker) Pengelolaan Jaringan Sumber Air (PJSA) BWS Bali-Penida Denny Satya, menjelaskan pihak BWS sudah menyiapkan sejumlah rencana penanganan maupun antisipasi kejadian serupa. Di antaranya mengenai perbaikan tanggul serta normalisasi sungai. Meskipun pengelolaan menjadi tupoksi BWS, namun pihaknya menegaskan dalam upaya perbaikan maupun antisipai banjir, tidak harus dari BWS yang mengerjakan semuanya. Bisa dari provinsi, kabupaten, dan pihak-pihak lain, termasuk swasta. “Semua bisa terlibat. Kalau dari kami, sudah pasti menyiapkan,” ujarnya.
Pascamusibah banjir bandang itu, Denny Satya mengatakan, dari BWS juga telah berkoordinasi dengan Bina Marga terkait penanggulangan bencana dan identifikasi alur sungai. Identifikasi itu menyangkut kondisi tebing sungai, termasuk kekuatan teknis sejumlah pasangan tanggul yang sebelumnya memang sudah dibangun di sejumlah titik aliran sungai setempat.
“Untuk perbaikan dan langkah-langkah penangan yang telah kami siapkan, mudah-mudahan masuk anggaran perubahan 2019. Bila tidak memungkinkan, akan diusulkan kembali di awal tahun 2020,” ungkapnya.
Sementara terkait sistem peringatan dini, menurutnya memang bisa dipasang, namun tetap harus melalui kajian. Sistem itu bekerja bila sungai di luar kondisi normal, dan memberikan peringatan untuk masyarakat. “Ini pernah kami terapkan, tapi perlu dikaji lagi. Apakah benar-benar diperlukan menjadi prioritas,” tutur Denny Satya. *ode
Gusti Ayu Diah Werdhi Srikandi mengatakan, musibah banjir bandang di Desa Penyaringan, berdampak terhadap 54 kepala keluarga (KK), dan terdata mengakibatkan kerugian materi hingga Rp 2 miliar. Dari hasil pengecekan di hulu, banyaknya pohon yang tercabut saat terjadi musibah banjir bandang, karena tekanan air dari sungai dan anak-anak sungai cukup tinggi. Solusi terhadap hal tersebut, perlu ada normalisasi aliran sungai, termasuk perbaikan terhadap senderan maupun pemasangan senderan, misalnya bisa dengan menggunakan batu bronjong.
Untuk Jembatan Biluk Poh, penghubung ruas Jalan Umum Denpasar–Gilimanuk yang sempat diterjang kayu-kayu besar saat banjir bandang beberapa waktu lalu itu, juga disarankan agar diganti tanpa menggunakan pilar, seperti Jembatan Dangin Tukadaya, di Desa Dangin Tukadaya, Kecamatan Jembrana. Di samping langkah-langkah penanganan itu, sebagai upaya antisipasi musibah serupa, dia menilai perlu dipasang alat sistem peringatan dini di hulu sungai. Mengingat musibah serupa pernah terjadi 20 tahun silam, dan mengakibatkan satu orang korban meninggal di Penyaringan. “Jangan sampai terulang kejadian puluhan tahun lalu, dan masyarakat juga bisa mengantisipasi lebih awal ketika terjadi hal serupa,” ujar politisi PDIP asal Desa Penyaringan, Kecamatan Mendoyo, ini.
Sementara Kepala Satuan Kerja (Satker) Pengelolaan Jaringan Sumber Air (PJSA) BWS Bali-Penida Denny Satya, menjelaskan pihak BWS sudah menyiapkan sejumlah rencana penanganan maupun antisipasi kejadian serupa. Di antaranya mengenai perbaikan tanggul serta normalisasi sungai. Meskipun pengelolaan menjadi tupoksi BWS, namun pihaknya menegaskan dalam upaya perbaikan maupun antisipai banjir, tidak harus dari BWS yang mengerjakan semuanya. Bisa dari provinsi, kabupaten, dan pihak-pihak lain, termasuk swasta. “Semua bisa terlibat. Kalau dari kami, sudah pasti menyiapkan,” ujarnya.
Pascamusibah banjir bandang itu, Denny Satya mengatakan, dari BWS juga telah berkoordinasi dengan Bina Marga terkait penanggulangan bencana dan identifikasi alur sungai. Identifikasi itu menyangkut kondisi tebing sungai, termasuk kekuatan teknis sejumlah pasangan tanggul yang sebelumnya memang sudah dibangun di sejumlah titik aliran sungai setempat.
“Untuk perbaikan dan langkah-langkah penangan yang telah kami siapkan, mudah-mudahan masuk anggaran perubahan 2019. Bila tidak memungkinkan, akan diusulkan kembali di awal tahun 2020,” ungkapnya.
Sementara terkait sistem peringatan dini, menurutnya memang bisa dipasang, namun tetap harus melalui kajian. Sistem itu bekerja bila sungai di luar kondisi normal, dan memberikan peringatan untuk masyarakat. “Ini pernah kami terapkan, tapi perlu dikaji lagi. Apakah benar-benar diperlukan menjadi prioritas,” tutur Denny Satya. *ode
1
Komentar