Terdakwa Dosen 'Cabul' Tidak Ditahan
Setelah tercoreng dengan tuntutan ringan 8 bulan penjara kepada lima terdakwa pembunuhan, Kejari Denpasar kembali disorot terkait penanganan kasus dugaan pencabulan, produksi video dewasa dan pengancaman yang dilakukan oknum dosen, I Putu Eka Swastika alias Eka, 26 terhadap mahasiswinya berinisial ML, 21.
DENPASAR, NusaBali
Pasalnya, tersangka yang terancam hukuman 12 tahun ini mendapat keistimewaan karena tidak ditahan oleh kejaksaan. Hal ini terungkap saat terdakwa Eka usai menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan saksi pada Senin (18/2). Saat itu, terdakwa yang menggunakan kemeja putih dan membawa tas langsung pergi ke luar ruang sidang tanpa pengawalan petugas kejaksaan. Setelah dicek, ternyata terdakwa tidak ditahan dan hanya dikenakan tahanan rumah.
Padahal Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjerat oknum dosen itu dengan tiga pasal sekaligus. Yaitu, Pasal 29, Pasal 32 UU No.44 tahun 2008 tentang Pornografi, dan Pasal 335 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Hal ini sangat berbading terbalik dengan kasus-kasus serupa. Dimana dalam kasus pencabulan hampir semua terdakwa menjalani penahanan. Keistimewaan untuk terdakwa yang merupakan oknum dosen inipun menjadi perbincangan. Menanggapi hal tersebut, Kasi Pidum Kejari Denpasar, Arief Wirawan mengatakan sejak di kepolisian, pelimpahan hingga ke pengadilan, terdakwa memang tidak ditahan. Informasi yang dihimpun Agustus 2018, Eka sempat ditahan di Polsek Denpasar Timur. Selanjutnya September 2019 menjadi tahanan rumah setelah pengajuan pengalihan penahanan disetujui. "Terdakwa pada saat di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan sebagai tahanan rumah. Dengan pertimbangan sudah ada perdamaian dengan korban dan sudah ada pencabutan laporan dari korban," jelas Arief.
Meski sudah cabut laporan, namun perkara yang membelit oknum dosen asal Blahbatuh, Gianyar ini tetap berlanjut. Terkait hal ini, Arief menyebut jika perkara tersebut bukan delik aduan. "Sekarang kewenangan penahanannya sudah beralih ke pengadilan. Coba konfirmasi ke hakimnya," jelasnya.
Sementara itu, Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan perkara ini, Gde Ginarsa belum bisa dimintai konfirmasi karena masih menyidangkap perkara hingga Selasa petang.
Dalam dakwaan terungkap, aksi bejat oknum dosen di salah satu perguruan tinggi swasta ini dilakukan di rumahnya di kawasan Blahbatuh, Gianyar. Saat melakukan aksi pencabulan terhadap mahasiswi berinisial ML, terdakwa melakukan pengancaman akan mempersulit terdakwa dalam menempuh kuliah. Korban yang takut nilainya rendah karena terdakwa adalah dosennya lalu memenuhi keinginan terdakwa.
Persetubuhan itu pun terjadi hingga tiga kali hubungan dengan tempat berbeda. Selama berhubungan itu, rupanya Eka juga merekam dan memotret tubuh korban yang tanpa busana dengan HP miliknya. Video dan foto itu kemudian disimpan kembali di laptop miliknya. Korban yang belakangan mengetahuinya minta supaya gambar dirinya dihapus, nyatanya masih tersimpan.
Pertengahan 2018, mereka janjian bertemu di salah satu restoran berjaringan di Jalan Gatot Subroto (Gatsu) tengah - Jalan Nangka Utara. Terdakwa kembali mengajak berhubungan dan kembali ditolak korban. Korban pun kabur ke rumahnya. Melalui percakapan lewat salah satu aplikasi di HP, terdakwa mengirim pesan pada korban. Pada intinya terdakwa mengancam akan menyebar video persetubuhan mereka serta foto bugil korban ke teman-teman korban serta lainnya kalau korban tak menuruti kemauan terdakwa. Percakapan itu pun dicopy (screenshot) oleh korban sebagai bukti. Kemudian melaporkan hal itu ke kepolisian. *rez
Padahal Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjerat oknum dosen itu dengan tiga pasal sekaligus. Yaitu, Pasal 29, Pasal 32 UU No.44 tahun 2008 tentang Pornografi, dan Pasal 335 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Hal ini sangat berbading terbalik dengan kasus-kasus serupa. Dimana dalam kasus pencabulan hampir semua terdakwa menjalani penahanan. Keistimewaan untuk terdakwa yang merupakan oknum dosen inipun menjadi perbincangan. Menanggapi hal tersebut, Kasi Pidum Kejari Denpasar, Arief Wirawan mengatakan sejak di kepolisian, pelimpahan hingga ke pengadilan, terdakwa memang tidak ditahan. Informasi yang dihimpun Agustus 2018, Eka sempat ditahan di Polsek Denpasar Timur. Selanjutnya September 2019 menjadi tahanan rumah setelah pengajuan pengalihan penahanan disetujui. "Terdakwa pada saat di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan sebagai tahanan rumah. Dengan pertimbangan sudah ada perdamaian dengan korban dan sudah ada pencabutan laporan dari korban," jelas Arief.
Meski sudah cabut laporan, namun perkara yang membelit oknum dosen asal Blahbatuh, Gianyar ini tetap berlanjut. Terkait hal ini, Arief menyebut jika perkara tersebut bukan delik aduan. "Sekarang kewenangan penahanannya sudah beralih ke pengadilan. Coba konfirmasi ke hakimnya," jelasnya.
Sementara itu, Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan perkara ini, Gde Ginarsa belum bisa dimintai konfirmasi karena masih menyidangkap perkara hingga Selasa petang.
Dalam dakwaan terungkap, aksi bejat oknum dosen di salah satu perguruan tinggi swasta ini dilakukan di rumahnya di kawasan Blahbatuh, Gianyar. Saat melakukan aksi pencabulan terhadap mahasiswi berinisial ML, terdakwa melakukan pengancaman akan mempersulit terdakwa dalam menempuh kuliah. Korban yang takut nilainya rendah karena terdakwa adalah dosennya lalu memenuhi keinginan terdakwa.
Persetubuhan itu pun terjadi hingga tiga kali hubungan dengan tempat berbeda. Selama berhubungan itu, rupanya Eka juga merekam dan memotret tubuh korban yang tanpa busana dengan HP miliknya. Video dan foto itu kemudian disimpan kembali di laptop miliknya. Korban yang belakangan mengetahuinya minta supaya gambar dirinya dihapus, nyatanya masih tersimpan.
Pertengahan 2018, mereka janjian bertemu di salah satu restoran berjaringan di Jalan Gatot Subroto (Gatsu) tengah - Jalan Nangka Utara. Terdakwa kembali mengajak berhubungan dan kembali ditolak korban. Korban pun kabur ke rumahnya. Melalui percakapan lewat salah satu aplikasi di HP, terdakwa mengirim pesan pada korban. Pada intinya terdakwa mengancam akan menyebar video persetubuhan mereka serta foto bugil korban ke teman-teman korban serta lainnya kalau korban tak menuruti kemauan terdakwa. Percakapan itu pun dicopy (screenshot) oleh korban sebagai bukti. Kemudian melaporkan hal itu ke kepolisian. *rez
1
Komentar