BKOW Bali Ikut Perangi Sampah Plastik
Sinergi dengan Universitas Mahasaraswati dan GK Ladies
DENPASAR, NusaBali
Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW) Provinsi Bali menyelenggarakan talkshow bertajuk ‘Lingkungan Sekitar Tanpa Plastik’ di Auditorium Universitas Mahasaraswati Denpasar, Jumat (22/2). Talkshow serangkaian HUT ke-56 BKOW Bali ini bekerjasama dengan Universitas Mahasaraswati Denpasar dan GK Ladies Pusat.
Ketua BKOW Provinsi Bali, AAA Ngurah Tini Rusmini Gorda mengatakan, talkshow ini untuk mengedukasi para peserta soal pengendalian sampah plastik di lingkungannya sendiri sehingga bisa sampai pada hasil yang diharapkan oleh Pemerintah Kota Denpasar yang sejak tanggal 1 Januari 2019 menerbitkan Perwali Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan kantong plastik di Kota Denpasar. Ini kemudian dikuatkan dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbunan Sampah Plastik Sekali Pakai.
“BKOW ingin bisa ikut berperan aktif untuk mengimplementasikan apa yang menjadi harapan Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali ini. Tindak lanjut dari pertemuan (talkshow) ini akan kami rekomendasikan kepada Pemerintah Kota dan Pemrintah Provinsi Bali juga kepada seluruh induk organisasi wanita agar bisa mengeksekusi dengan cara dan gaya masing-masing,” ujarnya.
Menurutnya, setiap organisasi harus mampu menerjemahkan apa yang menjadi harapan pemerintah untuk menyelamatkan lingkungan sekitar agar bisa diwariskan kepada anak-cucu kelak. “Untuk itulah kami mengundang narasumber Ibu Dirjen Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) serta Co. Founder and CEO Greenhope yang sudah jauh-jauh datang dari Jakarta. Juga dosen dari Unmas, Dr Ni Kadek Suryani,” ungkap Tini Gorda.
Dirjen Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3), Rosa Vivien Ratnawati menjelaskan, sampah meski dalam jumlah kecil, namun bisa menjadi malapetaka untuk kita semua. Dalam sehari, satu orang menghasilkan 0,7 kilogram. Satu contoh kecil saja, sedotan plastik di Indonesia menghasilkan 50 juta per hari. Sedangkan 80 persen sampah laut merupakan sampah dari kegiatan darat. “Permasalahan sampah kenapa setiap tahun bertambah? Karena pertumbuhan jumlah penduduk. Satu orang saja menghasilkan 0,7 kg per harinya. Botol plastik atau pembungkus makanan, atau kebutuhan rumah tangga. Belum lagi pesan Go-Food pakai kantong plastik juga. Nah, perubahan itu juga mengakibatkan sampahnya jadi semakin banyak,” katanya.
Di sisi lain, tingkat kesadaran masyarakat juga menjadi penting. Masyarakat harus paham jenis-jenis plastik yang mencemari lingkungan, seperti botol plastik, styrofoam, kemasan mie instan, dan plastik lain yang sulit terurai. Pada tahun 2017, timbulan sampah di Indonesia mencapai lebih dari 65 juta ton, yang paling besar adalah sisa makan rumah tangga. Sampah yang tidak terkelola pada tahun 2018 sebanyak 28 persen.
“Bali dengan pantainya yang luar biasa. Turisnya juga luar biasa banyak, maka sampahnya juga semakin banyak. Kalau kita tidak mengubah gaya hidupnya untuk mengurangi sampah, tentu sampah akan terus bertambah banyak. Sampah plastik sekali pakai ini tidak bisa hancur ke alam. Butuh waktu 1 juta tahun,” imbuhnya.
Co. Founder and CEO Greenhope Jakarta, Tommy Tjiptajaja menambahkan, beberapa hal yang dipelajari selama beberapa tahun terakhir, banyak sekali hal-hal sistemik yang tidak bisa berjalan karena masing-masing egois. Tidak satu orangpun yang memiliki solusi yang sekali ‘getok’ langsung bisa menyelesaikan semuanya. “Problem ini yang terlalu massif dan menyeluruh. Semua solusi perlu jalan, kita semua harus membawa ‘puzzle’ (cara, red) sendiri-sendiri, dan saling menghargai,” jelasnya.
Untuk go green yang sukses dan berkelanjutan, kata dia, perlu mengutamakan kelestarian lingkungan. Ada tiga faktor yang perlu dipikirkan, yakni kelestarian lingkungan, rakyat yang sejahtera, serta barang yang fungsional untuk hidup yang produktif. “Tidak sederhana memang, namun di sana peran pemerintah sangat penting, begitu juga LSM dan pengusaha-pengusaha,” katanya.
Sedangkan dosen pascasarjana Universitas Mahasaraswati Denpasar, Ni Komang Suryani, lebih menceritakan pengalamannya mengelola bank sampah yang ditangani di Sorong Papaua Barat. Menurutnya, harus dibangun sebuah paradigma baru, dimana sampah kini dipandang sebagai sebuah value. Ada nilai ekonomi di dalamnya. “Tidak hanya dari diri sendiri, kita juga harus memulainya dari lingkungan keluarga sebagai komunitas terkecil. Nah bagaimana mengubah paradigma sampah menjadi bernilai ekonomi? Mulai dari pengelolaan sampah rumah tangga. Saat ini masih sedikit pengelolaan di rumah tangga, 50 persen itu dibakar dan dibawa ke TPA,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Panitia BKOW Provinsi Bali ke-56 dengan tema ‘Perempuan Mampu, Bila Mau dan Siap’, Ni Wayan Parwati Asih, mengatakan, talkshow tentang sampah plastik ini merupakan rangkaian kegiatan HUT BKOW yang sebenarnya telah dimulai bulan Agustus 2018. Selain talkshow, juga dilakukan pendidikan dan pelatihan untuk calon legislatif perempuan, talkshow pra menopause, FGD menyiapkan generasi emas 2045, bazzar, pasar murah, event pemberdayaan perempuan dan lain-lain. *ind
Ketua BKOW Provinsi Bali, AAA Ngurah Tini Rusmini Gorda mengatakan, talkshow ini untuk mengedukasi para peserta soal pengendalian sampah plastik di lingkungannya sendiri sehingga bisa sampai pada hasil yang diharapkan oleh Pemerintah Kota Denpasar yang sejak tanggal 1 Januari 2019 menerbitkan Perwali Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan kantong plastik di Kota Denpasar. Ini kemudian dikuatkan dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbunan Sampah Plastik Sekali Pakai.
“BKOW ingin bisa ikut berperan aktif untuk mengimplementasikan apa yang menjadi harapan Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali ini. Tindak lanjut dari pertemuan (talkshow) ini akan kami rekomendasikan kepada Pemerintah Kota dan Pemrintah Provinsi Bali juga kepada seluruh induk organisasi wanita agar bisa mengeksekusi dengan cara dan gaya masing-masing,” ujarnya.
Menurutnya, setiap organisasi harus mampu menerjemahkan apa yang menjadi harapan pemerintah untuk menyelamatkan lingkungan sekitar agar bisa diwariskan kepada anak-cucu kelak. “Untuk itulah kami mengundang narasumber Ibu Dirjen Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) serta Co. Founder and CEO Greenhope yang sudah jauh-jauh datang dari Jakarta. Juga dosen dari Unmas, Dr Ni Kadek Suryani,” ungkap Tini Gorda.
Dirjen Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3), Rosa Vivien Ratnawati menjelaskan, sampah meski dalam jumlah kecil, namun bisa menjadi malapetaka untuk kita semua. Dalam sehari, satu orang menghasilkan 0,7 kilogram. Satu contoh kecil saja, sedotan plastik di Indonesia menghasilkan 50 juta per hari. Sedangkan 80 persen sampah laut merupakan sampah dari kegiatan darat. “Permasalahan sampah kenapa setiap tahun bertambah? Karena pertumbuhan jumlah penduduk. Satu orang saja menghasilkan 0,7 kg per harinya. Botol plastik atau pembungkus makanan, atau kebutuhan rumah tangga. Belum lagi pesan Go-Food pakai kantong plastik juga. Nah, perubahan itu juga mengakibatkan sampahnya jadi semakin banyak,” katanya.
Di sisi lain, tingkat kesadaran masyarakat juga menjadi penting. Masyarakat harus paham jenis-jenis plastik yang mencemari lingkungan, seperti botol plastik, styrofoam, kemasan mie instan, dan plastik lain yang sulit terurai. Pada tahun 2017, timbulan sampah di Indonesia mencapai lebih dari 65 juta ton, yang paling besar adalah sisa makan rumah tangga. Sampah yang tidak terkelola pada tahun 2018 sebanyak 28 persen.
“Bali dengan pantainya yang luar biasa. Turisnya juga luar biasa banyak, maka sampahnya juga semakin banyak. Kalau kita tidak mengubah gaya hidupnya untuk mengurangi sampah, tentu sampah akan terus bertambah banyak. Sampah plastik sekali pakai ini tidak bisa hancur ke alam. Butuh waktu 1 juta tahun,” imbuhnya.
Co. Founder and CEO Greenhope Jakarta, Tommy Tjiptajaja menambahkan, beberapa hal yang dipelajari selama beberapa tahun terakhir, banyak sekali hal-hal sistemik yang tidak bisa berjalan karena masing-masing egois. Tidak satu orangpun yang memiliki solusi yang sekali ‘getok’ langsung bisa menyelesaikan semuanya. “Problem ini yang terlalu massif dan menyeluruh. Semua solusi perlu jalan, kita semua harus membawa ‘puzzle’ (cara, red) sendiri-sendiri, dan saling menghargai,” jelasnya.
Untuk go green yang sukses dan berkelanjutan, kata dia, perlu mengutamakan kelestarian lingkungan. Ada tiga faktor yang perlu dipikirkan, yakni kelestarian lingkungan, rakyat yang sejahtera, serta barang yang fungsional untuk hidup yang produktif. “Tidak sederhana memang, namun di sana peran pemerintah sangat penting, begitu juga LSM dan pengusaha-pengusaha,” katanya.
Sedangkan dosen pascasarjana Universitas Mahasaraswati Denpasar, Ni Komang Suryani, lebih menceritakan pengalamannya mengelola bank sampah yang ditangani di Sorong Papaua Barat. Menurutnya, harus dibangun sebuah paradigma baru, dimana sampah kini dipandang sebagai sebuah value. Ada nilai ekonomi di dalamnya. “Tidak hanya dari diri sendiri, kita juga harus memulainya dari lingkungan keluarga sebagai komunitas terkecil. Nah bagaimana mengubah paradigma sampah menjadi bernilai ekonomi? Mulai dari pengelolaan sampah rumah tangga. Saat ini masih sedikit pengelolaan di rumah tangga, 50 persen itu dibakar dan dibawa ke TPA,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Panitia BKOW Provinsi Bali ke-56 dengan tema ‘Perempuan Mampu, Bila Mau dan Siap’, Ni Wayan Parwati Asih, mengatakan, talkshow tentang sampah plastik ini merupakan rangkaian kegiatan HUT BKOW yang sebenarnya telah dimulai bulan Agustus 2018. Selain talkshow, juga dilakukan pendidikan dan pelatihan untuk calon legislatif perempuan, talkshow pra menopause, FGD menyiapkan generasi emas 2045, bazzar, pasar murah, event pemberdayaan perempuan dan lain-lain. *ind
Komentar