Terima K Nadha Nugraha, Putri Suastini Koster Ajak Masyarakat Gemar Berbahasa Bali di Rumah
Selain untuk menyalurkan minat, motivasi terbesar dalam berkesenian adalah memberikan kebahagian pada orang lain yang menonton dan kebahagiaan jiwa.
DENPASAR, NusaBali
“Sejak umur 5 tahun saya berlatih tari, seni oleh teater, puisi dan lainnya tak lain hal tersebutlah memotivasinya dengan restu Ida Hyang Widhi Wasa,” cetus Ny Putri Suastini Koster saat menerima penghargaan K. Nadha Nugraha 2019 dalam peranannya sebagai seniman berprestasi dan berkomitmen dalam menjaga dan melestarikan Budaya Bali.
Seperti diketahui, Suastini Koster selain dikenal dengan sebutan penyair mantra, turut ambil bagian dalam pentas drama klasik di Bali. Selain itu, ibu dua anak ini juga menggeluti seni tari dan teater sejak belia bahkan sudah berlatih menari sejak usia 5 tahun. Suastini Koster juga diketahui sebagai seorang Master of Ceremony (MC) dan pembaca puisi yang handal. “Saya pikir benar sekali apa yang dikatakan bahwa lakukan saja semua tujuan hidupmu dengan penuh keyakinan dan akhirnya biar orang lain yang menilai,” kata Suastini Koster.
Dalam acara yang diisi pula dengan diskusi bertajuk ‘Bali Era Baru’ tersebut, Suastini Koster juga didaulat menjadi keynote speaker yang sekaligus membuka ajang diskusi. “Sebagai perempuan, saya bangga kini diberikan ruang yang lebih leluasa sekarang ini. Mudah-mudahan apa yang saya sampaikan bisa mewakili apa yang terpendam di hati dan pikiran para wanita utamanya terkait dengan Bali,” harapnya.
Suastini Koster mengajak semuanya untuk kembali ke jati diri sebagai orang Bali dengan menjaga warisan leluhur yang telah ada turun temurun. “Kita banyak mendengungkan ajeg Bali, dalam tiap pembahasan, tiap pidato, tapi apa langkah nyatanya?,” tandas ketua TP PKK Provinsi Bali. Menurutnya, semua upaya itu haruslah dimuai dari diri sendiri dahulu sebelum apa yang menjadi perilaku dan budaya sehari-hari.
Contohnya ia menyebut, Bahasa Bali yang seharusnya tidak hanya sekedar jargon tapi harus dilaksanakan, dalam skup rumah tangga misalnya. “Kita tahu sendiri sekarang ini anak-anak kita belakangan seperti dipaksa untuk berbahasa Inggris dan bahkan orangtua lebih bangga dipanggil ‘daddy’ oleh anaknya ketimbang ‘nanang’ atau ‘bapa’. Harus diingat bahwa itu adalah budaya negeri ‘Ratu Elizabeth’ bukanlah budaya Bali. Hal-hal seperti ini yang lama-lama akan menggeser dan menggerus Bahasa dan budaya Bali kedepannya,” papar Suastini Koster.
Selain itu, Suastini Koster juga menyebut dilaksanakannya Pergub Berbusana adat Bali di hari tertentu juga jadi salah satu upaya nyata melestarikan budaya yang ada terutama dari sektor sandang. “Dan dilihat juga dari efeknya yang membuat para penjual, para pengerajin kita jadi lebih laris, jadi naik perekonomiannya, jadi ada dampak positifnya bagi orang banyak,” jelasnya.
Selain Nyonya Suastini Koster, 9 tokoh lain juga memperoleh penghargaan serupa antara lain, Seniman Topeng asal Carangsari I Gusti Ngurah Windia, Bendesa Adat Besakih Jro Mangku Widiarta, Seniman Drama Gong I Nyoman Subrata alias Petruk dan sederet tokoh lainnya. *
“Sejak umur 5 tahun saya berlatih tari, seni oleh teater, puisi dan lainnya tak lain hal tersebutlah memotivasinya dengan restu Ida Hyang Widhi Wasa,” cetus Ny Putri Suastini Koster saat menerima penghargaan K. Nadha Nugraha 2019 dalam peranannya sebagai seniman berprestasi dan berkomitmen dalam menjaga dan melestarikan Budaya Bali.
Seperti diketahui, Suastini Koster selain dikenal dengan sebutan penyair mantra, turut ambil bagian dalam pentas drama klasik di Bali. Selain itu, ibu dua anak ini juga menggeluti seni tari dan teater sejak belia bahkan sudah berlatih menari sejak usia 5 tahun. Suastini Koster juga diketahui sebagai seorang Master of Ceremony (MC) dan pembaca puisi yang handal. “Saya pikir benar sekali apa yang dikatakan bahwa lakukan saja semua tujuan hidupmu dengan penuh keyakinan dan akhirnya biar orang lain yang menilai,” kata Suastini Koster.
Dalam acara yang diisi pula dengan diskusi bertajuk ‘Bali Era Baru’ tersebut, Suastini Koster juga didaulat menjadi keynote speaker yang sekaligus membuka ajang diskusi. “Sebagai perempuan, saya bangga kini diberikan ruang yang lebih leluasa sekarang ini. Mudah-mudahan apa yang saya sampaikan bisa mewakili apa yang terpendam di hati dan pikiran para wanita utamanya terkait dengan Bali,” harapnya.
Suastini Koster mengajak semuanya untuk kembali ke jati diri sebagai orang Bali dengan menjaga warisan leluhur yang telah ada turun temurun. “Kita banyak mendengungkan ajeg Bali, dalam tiap pembahasan, tiap pidato, tapi apa langkah nyatanya?,” tandas ketua TP PKK Provinsi Bali. Menurutnya, semua upaya itu haruslah dimuai dari diri sendiri dahulu sebelum apa yang menjadi perilaku dan budaya sehari-hari.
Contohnya ia menyebut, Bahasa Bali yang seharusnya tidak hanya sekedar jargon tapi harus dilaksanakan, dalam skup rumah tangga misalnya. “Kita tahu sendiri sekarang ini anak-anak kita belakangan seperti dipaksa untuk berbahasa Inggris dan bahkan orangtua lebih bangga dipanggil ‘daddy’ oleh anaknya ketimbang ‘nanang’ atau ‘bapa’. Harus diingat bahwa itu adalah budaya negeri ‘Ratu Elizabeth’ bukanlah budaya Bali. Hal-hal seperti ini yang lama-lama akan menggeser dan menggerus Bahasa dan budaya Bali kedepannya,” papar Suastini Koster.
Selain itu, Suastini Koster juga menyebut dilaksanakannya Pergub Berbusana adat Bali di hari tertentu juga jadi salah satu upaya nyata melestarikan budaya yang ada terutama dari sektor sandang. “Dan dilihat juga dari efeknya yang membuat para penjual, para pengerajin kita jadi lebih laris, jadi naik perekonomiannya, jadi ada dampak positifnya bagi orang banyak,” jelasnya.
Selain Nyonya Suastini Koster, 9 tokoh lain juga memperoleh penghargaan serupa antara lain, Seniman Topeng asal Carangsari I Gusti Ngurah Windia, Bendesa Adat Besakih Jro Mangku Widiarta, Seniman Drama Gong I Nyoman Subrata alias Petruk dan sederet tokoh lainnya. *
1
Komentar