Penetrasi Google dalam Dunia Pendidikan
Tanyakan Mbah Google?
Terngiang masa lalu di tahun 90an setiap pagi dihari minggu pada salah satu televisi swasta terdapat anime jepang dengan sosok karakter manga Doraemon yang diciptakan oleh Fujiko F. Fujio dan dengan kantong ajaibnya Doraemon mampu mengeluarkan benda-benda yang dibutuhkan, seperti pada lirik lagunya "aku ingin begini aku ingin begitu aku ingin ini itu banyak sekali, semua dapat dikabulkan dengan kantong ajaib". Sepenggal lirik tersebut memberikan gambaran tentang teknologi yang dewasa ini mampu membantu manusia dalam menelusuri informasi yang dibutuhkan, layaknya kantong ajaib Doraemon.
Lahir 20 tahun yang lalu tepatnya 4 september 1998 di benua Amerika Larry Page dan Sergey Brin telah menciptakan pintu dunia baru yang di dalamnya terdapat akses informasi yang tak terbatas bernama Google . Teknologi mesin pencari Google sendiri merupakan hasil dari perkawinan teknologi internet dan world wide web. Google menjadi semakin cemerlang setelah bekerjasama dengan Android perusahaan pengembang perangkat lunak telepon pintar sehingga Google semakin populer dan sering digunakan.
Guru dan Generasi
Guru di dunia pendidikan saat ini terdiri dari dua generasi, generasi X (Gen X) dan generasi Y (Gen Y). Generasi X mereka yang lahir pada tahun 1960 sampai tahun 1980 sedangkan generasi Y mereka yang lahir tahun 1981 sampai dengan 1994. Generasi X merupakan generasi awal mengetahui teknologi komputer sedangkan generasi Y adalah generasi peralihan dimana teknologi sedang berkembang.
Google memudahkan para penggunanya dalam pencarian informasi termasuk juga sebagai alat pendukung informasi dalam dunia pendidikan. Pasca diperbolehkannya Google sebagai pendukung aktivitas belajar siswa menyebabkan siswa semakin mudah dalam menyelesaikan persoalan tugas sekolah yang diberikan oleh gurunya. Bagaimana tidak mudah, siswa tinggal buka aplikasi Google yang ada di ponsel pintar maupun laptop dan dalam hitungan detik informasi yang kita butuhkan tersedia, lalu diselesaikan menggunakan jari ajaib dengan formulanya ctrl+ c (copy) dan diakhiri dengan ctrl+ v (paste) dengan editan sedikit sudah selesai apa yang menjadi kewajiban siswa yaitu tugas sekolah.
Jelaslah, guru dan murid merupakan manusia yang tidak iddle curiousity (rasa keingintahuan yang terus berkembang). oleh karena hal itu aneh rasanya jika ada celetukan beberapa guru menyatakan bahwa siswa sekarang terlalu dimanjakan oleh Google. Alih-alih menyalahkan Google semestinya guru mulai berkreasi dengan metode pengajarannya dan jangan acuh tak acuh apalagi antipati. Google bukanlah satu-satunya teknologi mesin pencari saat ini, Bing, Baidu, Yahoo, Yandex, Naver, Ask, Dogpile, DuckDuckGo dan AoLa tetapi, Google masih menjadi primadona mesin pencari di dunia pendidikan.
Penetrasi Google
Perlu diingat, Google berdiri diatas teknologi untuk mempermudah hajat hidup manusia. Teknologi tetaplah teknologi yang merupakan hasil cipta, karsa, dan karya manusia. Teknologi tercipta dan membentuk budaya dan dalam kebudayaan pasti memiliki akar teknologi sebagai penguat. Budaya pendidikan saat ini antara guru dan siswa semestinya sudah saling berkolaborasi. Beriringan bukan berarti sama tetapi saling mengisi informasi dan tentunya pengalaman dari seorang guru dapat menambah pengetahuan bijak bagi murid dalam menggunakan teknologi.
Penetrasi google tidak hanya membantu guru dan siswa tetapi tidak sadar Google mempengaruhi pondasi pendidikan seperti, menulis. Menulis merupakan tindakan mendasar pada dunia pendidikan. Hampir bisa dibilang saat ini terjadi penurunan minat menggunakan jari jemari menulis indah pada secarik kertas. tidak hanya siswa saja hampir beberapa pengguna ponsel pintar menjadi autis gawai. seperti halnya penyakit autisme yang tidak memperhatikan lingkungan sekitarnya dan hanya berfokus pada satu titik saja. Dulu setiap mata pelajaran di sekolah memiliki buku pelajaran dan buku tulis yang berguna untuk mencatat penjelasan guru yang tidak terkandung di dalam buku pelajaran. Jaman sekarang masih nulis, udah kuno itu. Hal-hal seperti itu sering terceletuk oleh murid. Mereka mempermudah cara belajar dengan tidak menulis dengan alasan semua pasti ada di google dan Mengetik di komputer dengan jari ajaib copy paste dan bantuan google dan teknologi lainnya menjadi hal lumrah..
Problematika paradoks tersebut terkikis secara perlahan setelah munculnya fitur Google for Education. Sekali lagi begitu lihainya perusahan perangkat lunak ini memperhatikan polemik yang terjadi dan menjadikannya peluang. Fitur Google for Education merupakan pengembangan teknologi yang diperuntukkan bagi guru dan siswa agar dapat saling berkolaborasi kapanpun dimanapun dengan menciptakan suasana belajar yang mengusahakan siswa untuk berpikir kritis dan jelas google ingin memberikan solusi sistem pengajaran terintegrasi. selain hal itu dalam penambahan fungsinya Google memasukkan teknologi Realitas Tertambah (Augmented Reality) yang mana teknologi ini memiliki kemampuan menggabungkan teknologi dua dimensi maupun tiga dimensi kedalam lingkungan dan waktu yang nyata.
Dengan teknologi sejenius ini memang terkendala bagi negara-negara berkembang, dibutuhkan insfrastruktur teknologi informasi di ruang lingkup sekolah. bagi negara berkembang kebutuhan akan hal tersebut memerlukan biaya cukup besar tetapi dengan adanya komputasi awan (cloud computing) setidaknya bisa mengurangi beban biaya besar tersebut. Jika kita memperhatikan terobosan Google selama ini setidaknya telah memeberikan efek positif dalam meningkatkan tingkat pemikiran kritis siswa. Yang pasti dunia pendidikan indonesia mulai memperlihatkan geliat budaya pendidikan yang terbarukan dan berintegrasi dengan teknologi.
Penulis : I Gusti Agung GedeArtanegara
PemerhatiTeknologi dan BudayaKemendikbud RI
*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Komentar